Karena bosan dengan kehidupan yang dijalani selama ini, Rania gadis cantik berusia 25 tahun yang telah menyelesaikan s2 di luar negeri ingin mencoba hal baru dengan menjadi seorang OB di sebuah perusahaan besar.
Tapi siapa sangka anak dari pemilik perusahaan tersebut justru menginginkan Rania untuk menjadi pengasuhnya.
Sedangkan Raka duda berusia 40 tahun ,CEO sekaligus ayah dari 3 orang anak yang belum move on dari sang mantan istri yang meninggal pasca melahirkan anak ke 3 nya.
Bagaimana perjalanan Rania dalam menghadapi tantangan yang dibuatnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gombalan maut Leon
Di kamar Zian yang luas dan nyaman, Rania duduk di tepi ranjang sambil mengelus kepala bocah kecil itu dengan penuh kasih sayang. Wajah Zian sudah jauh lebih segar dibanding kemarin, meskipun tubuhnya masih sedikit lemas.
“Tante Rania nggak boleh pergi, ya,” gumam Zian dengan suara manja.
Rania tersenyum, mengusap pipinya. “Tante di sini kok, tenang aja.”
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka cukup keras.
BRAK!
Rania hampir meloncat saking kagetnya. Seorang pemuda tinggi dengan seragam SMA berdiri di ambang pintu dengan ekspresi terkejut.
Dia adalah Leon, anak ke dua Raka.
Leon berhenti di ambang pintu, matanya langsung terpaku pada sosok Rania. Ia berkedip beberapa kali, seolah memastikan bahwa ia tidak sedang berhalusinasi.
“Wow…” Leon menghela napas dramatis. “Rumah ini akhirnya diberkati oleh kehadiran seorang bidadari.”
Rania menoleh, sedikit terkejut dengan kehadiran orang baru. “Eh?”
Zian langsung bersorak. “Kak Leon!”
Leon akhirnya melangkah masuk, lalu duduk di tepi ranjang sambil mengamati Rania dari ujung kepala sampai ujung kaki. “Siapa kamu?” tanyanya, tapi dengan nada lebih seperti seorang pria yang mencoba menggoda di kafe, bukan kakak yang khawatir dengan adiknya.
Rania berdeham. “Saya Rania. Pengasuh baru Zian.”
Leon menatapnya dari atas ke bawah, lalu tiba-tiba menyeringai. “Pengasuh baru, ya? Kok… cantik banget?”
Rania mengerutkan dahi. “Hah?”
Leon melangkah masuk dengan gaya santai, memasukkan satu tangan ke saku celananya. “Ini sih nggak adil. Kenapa Zian dapat pengasuh secantik ini? Aku juga mau sakit, deh.”
Rania menatapnya dengan ekspresi horor. “Kamu serius?”
Leon mengangguk dramatis, lalu tiba-tiba berpose seperti orang lemas. “Duh, dadaku kok tiba-tiba sesak, ya? Nafas terasa berat. Mungkin aku butuh dirawat juga…”
Rania hanya bisa melongo, sementara Leon lanjut dengan akting lebaynya.
“Kayaknya aku kena penyakit langka…”
Rania akhirnya terpaksa bertanya, “Penyakit apa?”
Leon menatapnya dengan mata berbinar penuh kepalsuan. “Penyakit rindu. Rindu kamu yang baru aku kenal lima detik lalu.”
Rania nyaris menjatuhkan bantal yang dipegangnya. “Astaga, gombal banget!”
Leon tersenyum nakal. “Gombal? Ini namanya kejujuran hati.”
Leon langsung meraih tangan Zian dan mengguncangnya penuh semangat. “Zian, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu dapat pengasuh secantik ini?! Aku harusnya lebih sering sakit kalau tahu hasilnya begini!”
Zian memutar bola matanya. “Ih, Kak Leon aneh banget.”
Leon kemudian beralih lagi ke Rania, mengusap dagunya seolah sedang berpikir keras. “Aku harus memastikan sesuatu. Mbak Rania, kamu sudah punya pacar?”
Rania terbatuk. “Hah?”
Leon tersenyum lebar. “Kalau belum, aku bisa menjadi kandidat terkuat. Kalau sudah, aku bisa menggulingkan pesaingku.”
Rania menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. “Kamu ini masih SMA, kan?”
Leon mengangkat bahunya. “Cuma angka, Mbak. Yang penting jiwa dan semangat itu nomor satu. Lagian, aku udah kelas 11. Sebentar lagi legal.”
Zian memelototi kakaknya. “Kak Leon, jangan ganggu Tante Rania! Tante Rania di sini buat aku, bukan buat Kakak.”
Leon menghela napas panjang. “Zian, Zian… Kau masih terlalu kecil untuk memahami cinta.”
Rania hanya bisa menggeleng, setengah ingin tertawa, setengah merasa harus kabur.
Leon menepuk dadanya. “Mulai sekarang, Mbak Rania, kalau ada yang ganggu kamu di rumah ini, bilang aja ke aku. Aku akan jadi pelindung pribadi Mbak.”
Rania tersenyum tipis. “Makasih… tapi aku rasa aku bisa jaga diri.”
Leon tersenyum puas. “Baiklah, Mbak. Kita lihat saja nanti. Aku yakin ini awal dari sebuah hubungan yang indah.”
Zian menepuk dahinya, sementara Rania hanya bisa menghela napas panjang. Sepertinya, bekerja di rumah ini akan lebih banyak tantangannya dari yang ia bayangkan.