Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
"Apakah Rayan adalah anak sulung ibu?" tanya Adrian penasaran. Sekeliling matanya menatap ruangan itu, ia hanya menemukan foto Rayan, Hana dan Rosa saja kecuali orangtuanya.
Ibu Susi mengangguk. "Dulu ada, tapi sudah meninggal sebelum di lahirkan." kata Bu Susi.
"Ibu keguguran?" tanya Adrian lagi.
Bu Susi tersenyum kemudian menghela nafasnya. "Dulu ibu dan bapak sangat miskin. Kandungan ibu sangat lemah, dan tidak punya uang untuk berobat ke rumah sakit. Ibu juga bekerja sebagai kuli perkebunan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ibu tidak tahu kalau sebenarnya ibu sedang hamil ketika itu. Setelah tahu malah sering sakit." ibu menjeda.
"Tapi mungkin dia tidak mau merasakan sulitnya hidup di dunia waktu itu. Ibu keguguran dalam usia tujuh bulan, bayinya prematur dan tidak berkembang. Sudah tidak bernafas juga ketika lahirnya." jelas ibu dengan senyum manis, namun mengandung kepahitan jauh di dalam lubuk hatinya.
"Lalu, Rayan?" tanya Adrian, menuntut penjelasan yang lebih lagi.
"Kalau Rayan, ibu beruntung waktu itu sudah dalam keadaan yang lebih baik. Ibu sudah tidak menjadi kuli perkebunan lagi. Bapak juga sudah mendapatkan pekerjaan tetap, walaupun sebagai buruh tani tapi hanya di satu kebun saja, milik orang kaya yang mempercayai bapak." kata Bu Susi.
"Apakah di Surabaya Bu?" tanya Adrian. Tentulah Bu Susi terkejut, begitupun dengan yang lainnnya.
"Ya." kata ibu, menilik wajah Adrian sedikit lama.
Adrian terdiam, ia memijat kepalanya yang mendadak pening.
'Kalau aku anaknya Bu Susi, mengapa dia tidak terkejut melihat aku? Bukankah kalau Rayan memiliki kembaran maka ibu akan langsung mengenali aku?' Adrian bergumam di dalam hati. Duduknya jadi tak tenang memikirkan banyak hal. Namun terlintas Sosok sang Mama yang kini masih di rumah sakit. Dia jadi berpikir kalau sebenarnya dia sudah salah sangka.
'Tapi, Mama pernah mengatakan satu hal kepada seorang temannya Bahwa dia tidak pernah hamil.'
"Nak Adrian!"
Adrian tersentak, ia sadar dari lamunan yang tanpa di sadari membuat ia terlihat gelisah.
"Minumlah wedang jahenya, nanti dingin." kata Bapak.
"Iya. Terimakasih sudah menerima ku datang menganggu." ucapnya.
"Sudahlah, anggap ibu ini adalah ibumu juga. Kamu tahu, ibu sudah kehilangan Rayan." kata Bu Susi.
Sejenak, perempuan yang sudah tua itu melirik Hana yang sejak tadi diam menyimak di sofa sudut dekat pintu kamarnya. Dia tampak fokus pada gambar televisi yang terus bergerak, ia pun tak mau terlibat obrolan dengan Adrian. Ibu jadi menarik nafas berat melihat menantunya itu, tampak menjaga jarak.
Malam semakin larut, setelah kunjungan singkat Adrian ke rumah sebelahnya itu pun dia masih tak menemukan hal yang dia cari.
Entah apa yang membuatnya begitu yakin kalau sebenarnya dia memiliki ikatan keluarga dengan Rosa. Dan Bu Susi, Rayan tak menemukan foto perempuan itu ketika muda.
Apakah Bu Susi adalah perempuan di dalam foto?
Adrian terus bertanya-tanya, tapi berusaha menepis lantaran Bu susi tak menunjukkan ekspresi apapun. Hanya terkejut karena dia mirip seperti anaknya.
"Kalau Rayan bukan anak Bu Susi? Bagaimana bisa Rosa begitu mirip dengan Rayan, mirip dengan ku?" Adrian terus gelisah, sesekali memijat kepalanya.
"Aku harus meminta bantuan Rosa, gadis itu bisa diandalkan. Dia juga menyukaiku karena wajahku ini." Adrian tersenyum tipis mengingat Rosa. Gadis yang menganggapnya seorang kakak. Tak memungkiri pula, Adrian menganggapnya adik kecil yang baik, dia menyukai Rosa sejak kali pertama bertemu, berbicara dengannya seperti memilih kehangatan tersendiri.
"Tapi bagaimana kalau aku bukan saudaranya" Adrian benar-benar bimbang, bahkan dia sudah berganti posisi puluhan kali tapi tak kunjung tertidur.
*
*
*
Pagi-pagi sekali, Adrian sudah bersiap dengan mobil yang terbuka. Dia sudah memutuskan untuk pulang ke kota untuk mengurus ibunya. Dokter Mila masuk rumah sakit karena kecelakaan, Hinga kemudian mengalami koma sudah hampir dua Minggu.
"Lho, kamu mau kemana?" tanya Bu Susi, dia datang dengan semangkuk bubur kacang hijau yang masih hangat.
"Adrian mau pulang Bu, Mama sakit sudah hampir satu bulan, sekarang masih di rawat." kata Adrian.
"Ya Allah, semoga cepat sembuh ibumu." Bu Susi jadi bingung, mau membawa buburnya pulang atau bagaimana.
"Ini buat aku, Bu?" tanya Adrian, menunjuk mangkok di tangan Bu Susi.
"Iya, tapi kamu udah mau pergi." kata Bu Susi. Namun Adrian langsung mengambilnya.
"Masuk Bu, Adrian mau sarapan kalau begitu." Dia masuk kedalam mengambil sendok lalu langsung memakannya.
"Buburnya enak." ucapnya, sambil mengacungkan jempol kepada Bu Susi. Dia makan terburu-buru.
Perempuan tua itu masuk perlahan dengan langkahnya yang lambat, dia tersenyum tipis memandangi Adrian yang sedang makan. Teringat akan Rayan yang bertingkah sama jika di buatkan sarapan, bahkan ketika sudah terburu-buru dia akan tetap memakannya.
Tak
Adrian meletakkan mangkuk yang sudah kosong, meraih botol air mineral dan membukanya.
"Mangkuknya _"
"Biar ibu yang cuci." Bu Susi meraih mangkuk di tangan Adrian, dia tahu pria yang mirip anaknya akan mencucinya terlebih dahulu, tentu saja dia tidak mau.
"Tapi Bu, tidak sopan rasanya_"
"Udah, kamu mau pergi kan?" Bu Susi segera berdiri dengan mangkuk di tangannya. Tapi tak sengaja menyenggol sebuah foto yang tertelungkup, kini jatuh terlentang memperlihatkan gambar di dalamnya.
Bu Susi mengambilnya, mengamati dengan seksama lalu tampak wajahnya berekspresi aneh.
Adrian menatap wajah tua Bu Susi, sambil memutar tutup botol air mineral ia tak mengalihkan pandangannya.
"Lho, ini kan Dokter Mila!" pekiknya, ia menilik wajah Adrian dengan tatapan semakin aneh.
"Ibu mengenalnya?" tanya Adrian, seketika wajah tampannya menegang, jantungnya jadi dag-dig-dug penasaran.
"Tentu saja kenal. Dia yang membantu ibu waktu hamil Rayan, dia sering memberikan vitamin dan menjaga Ibu. Dia juga memberikan sejumlah uang ketika dia mau pindah ke luar kota. Dia orang yang baik, dia sudah seperti saudara buat ibu?" kata Bu Susi.
Adrian tercengang mendengar ucapan Bu Susi.
"Apakah ini adalah Ibu?" tanya Rayan, menunjuk perempuan yang sedang hamil besar di dalam foto.
"Iya, ini ibu waktu masih muda. Ini Bu Suti, dan ini dokter Mila." jelas Bu Susi menunjuk mereka satu persatu.
Glek
Adrian jadi semakin kesulitan menelan ludahnya, dadanya mendadak sesak.
"Bu, dokter Mila adalah Mamaku."
Bu Susi mendongak wajah Adrian yang lebih tinggi darinya itu, ia menatap wajah Adrian dengan heran.
Tapi lama-lama menjadi takut dan khawatir.
"Ka...kal..au, kamu anaknya Mila?" pertanyaan Bu Susi terjeda.
"Kenapa wajahku sama dengan Rayan?" tanya Adrian dengan ekspresi yang sama, mata keduanya berkaca-kaca dengan pikiran entah.
"Aku juga mirip Rosa." tegas Adrian, membuat Bu Susi menjatuhkan air mata, menggeleng lalu pingsan.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..