Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemui Kedua Istri
Rendra terlihat menikmati hidangan yang tersaji di meja, karena sebenarnya iapun tadi hanya minum kopi dan roti selai saja. Rendra menatap wajah Gladys yang terlihat masam sedari tadi saat ia mengajak Arania dan Mang Udin ikut serta untuk makan di restoran itu.
"Kenapa kamu tidak makan?" Tanya Rendra pada Gladys yang saat ini hanya meminum orange's jus saja.
"Aku masih kenyang, mas. Di rumah sudah sarapan, tadi. Lagian mas kenapa pake acara ngajakin mereka makan segala, sih?! Sebel deh!" Ketus Gladys seraya melirik sinis meja sebelah yang merupakan tempat makan Arania serta mang Udin.
"Memangnya kenapa mengajak mereka makan sekalian? Toh mereka pekerja kita, mereka yang melayani kita, sudah semestinya kita berbuat baik kepada mereka, itupun akan kembali ke diri kita nantinya karena mereka akan jadi senang, terus mereka jadi semangat dalam bekerja dan tak gampang sakit. Coba bayangkan repotnya jika mereka sakit. Nanti siapa yang akan melayani kita dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga?" Ujar Rendra panjang lebar.
"Iya suamiku yang baik hati dan tidak sombong, serta pahlawan yang berjiwa sosial tinggi. Capek, ahh ngomong sama kamu." Gladys segera berdiri dengan rasa jengkelnya pada Rendra.
"Mau kemana, yang?" Tanya Rendra yang tertegun melihat sikap Gladys yang sedang merajuk.
"Aku mau ke toilet dulu." Ucap Gladys ketus kemudian meninggalkan mejanya begitu saja.
Rendra menghela nafasnya melihat perilaku sang istri sah yang seakan tidak memiliki jiwa penderma ataupun sosial dalam dirinya. Ia baru menyadari hal itu saat ini. Sedangkan di waktu lalu, ia hanya fokus pada rasa cinta dan sayangnya saja pada Gladys tanpa mengamati hal lainnya.
Rendra menoleh ke samping, terlihat Arania dan mang Udin sedang lahap menikmati santapan mereka. Rendra tersenyum puas, sebenarnya saat ini ia ingin sekali mendekati wanita muda itu, akan tetapi ia menahannya. Ia tak ingin memperkeruh suasana saat Gladys melihatnya akrab dengan pelayan.
Namun Rendra tak hilang akal, ia pindah posisi duduknya hingga berhadapan langsung dengan meja Arania. Ia mengeluarkan ponselnya kemudian mengarahkan kamera ponselnya pada wajah cantik Arania yang kini sedang mengembung saat sedang makan. Rendra terkikik geli kala melihat aksinya sendiri saat sedang merekam pemandangan yang paling indah menurutnya.
Arania menoleh ke arah Rendra yang sedang cekikikan sendiri dengan ponselnya. Wanita muda itu mengerutkan dahinya. Dalam pikirannya entah hal lucu apa yang ada di dalam ponselnya, hingga suaminya terlihat sangat bahagia seperti itu.
Ting!
Ada sebuah notifikasi pesan masuk di ponsel Arania. Namun gadis itu tak mendengarnya karena ponselnya telah ia setting menjadi mode senyap. Rendra yang mengetahui Arania tak kunjung mengetahui pesan darinya terpaksa memberi kode dengan terbatuk-batuk tak terkendali. Hal itu akhirnya dapat menarik perhatian Arania sekaligus Mang Udin.
Arania dan mang Udin yang terkejut dan khawatir hendak menuju meja sang majikan.
"Biar saya saja yang mengurus Tuan, mang." Ucap Arania, mang Udin hanya menganggukkan kepalanya saja kemudian melihat Arania yang beranjak dari tempatnya menuju ke meja sang majikan.
"Minum dulu, Tuan." Arania memberikan air minum yang tersedia di meja. Saat jemari lentik Arania mengulurkan gelas, Rendra yang menerimanya malah mengusap nakal jemari lentik itu.
"Ehh.." Arania yang terkejut, seketika melepas pegangan gelasnya saat Rendra telah menerimanya. Wajah nya menjadi merona merah karena malu dengan aksi jahil sang suami. Rendra mengulum senyum menggoda nya karena telah berhasil mengerjai istri mungilnya itu.
"Diminum dulu, Tuan," ujar Arania dengan sedikit salting.
"Ponselmu." Bisik Rendra agar Mang Udin tidak mendengarnya, seraya memberi kode matanya mengarah ke ponsel Arania di sebrang mejanya.
"Apa?" Arania membalas dengan bahasa bibir saja.
"Periksa ponsel mu." Jawab Rendra lagi. Arania mengangguk lirih. Rendra lanjut meminum air putih dari gelas yang telah di pegangnya.
"Sudah baikan, Tuan?" Arania masih bersikap formal karena pandangan mang Udin masih tertuju pada mereka.
"Sudah. Sebaiknya kamu kembali saja ke mejamu serta habiskan makanan mu." Mata Rendra mulai berkedip-kedip memberikan isyarat. Arania mengangguk kecil, kemudian kembali kemejanya.
Arania langsung menyambar ponselnya di dalam tasnya yang tergeletak di atas meja. Betapa terkejutnya kala ia melihat pesan WhatsApp yang di kirimkan pada ponselnya ternyata berupa gambar dan videonya saat ia sedang makan. Apalagi saat itu mulutnya sedang mengembung penuh makanan dengan di sertai kata-kata;
'Menggemaskan, istri mungilku. Mas jadi pengen makan kamu sekarang juga...'
"Astaghfirullah..." Mata Arania melotot dengan mulut yang menganga dan reflek jari tangannya membekapnya seketika. Arania menoleh pada Rendra yang terlihat cengar-cengir seraya menaik-naikkan kedua alisnya dengan nakal.
"Huft..." Arania menghembuskan nafas pasrah nya dengan keusilan tingkah laku suaminya yang random itu.
Tak lama Gladys kembali dari toilet bersama dengan Winda sang asisten.
"Hai.. Tuan Rendra. Senang bisa bertemu di sini." Ujar Winda saat bergabung di mejanya.
"Hai.. Nona Winda, apa kabar. Kok, bisa kebetulan ketemu disini?" ujar Rendra beramah-tamah.
"Kami tidak sengaja bertemu di toilet, lalu Nona Gladys ngajakin barengan. Kebetulan saya juga ada perlu yang sama dengan Nona."
Rendra manggut-manggut mengerti.
"Mas, sebaiknya balik saja ke kantor. Aku akan pergi bersama Winda saja. Mang Udin dan Ara juga suruh pulang saja." Ucap Gladys kemudian menoleh ke arah Winda. "Kita pergi sekarang saja, Win. Takut kemalaman."
Gladys menoleh lagi ke arah sang suami. "Aku duluan ya, mas. Dahh.. ketemu nanti sore oke?!" Gladys mengecup pipi kanan dan kiri Rendra. Tanpa berkata apa-apa Rendra hanya terdiam melihat Gladys yang menyeret tangan Winda meninggalkannya.
Rendra geleng-geleng kepala, "Kebiasaan banget kamu, Yang." Gumamnya.
Kemudian ia menoleh ke arah meja Arania. Terbesit ide untuk bisa bersamanya untuk mencurahkan rasa rindu dan gemasnya pada wanita muda itu sejak tadi malam. Ada kerinduan pada wanita muda itu kala semalam saja pria tampan itu tidak bersamanya.
Rendra menghampiri meja sebelah. "Mang , Udin sekarang pulang saja. Tidak usah menjemput Nyonya, karena dia sudah bersama asistennya. Arania akan saya ajak ke apartemen saya untuk bersih-bersih. Sudah lama tempat itu tidak dibersihkan. Terakhir kali Nina yang bersihkan 3 bulan lalu. Pasti sekarang tempat itu sangat kotor." Ujar Rendra berpura-pura. Karena pada kenyataannya apartemen Rendra sangat-sangat bersih serta terawat. Rendra sengaja membayar petugas kebersihan untuk selalu merawat kebersihan apartemennya dua kali dalam seminggu.
"Baiklah, Tuan. Lalu nanti Neng Ara pulangnya bagaimana?"
"Tenang saja, Mang. Nanti Arania bisa pulang bersama saya setelah saya pulang kantor."
"Oh, baiklah kalau begitu, Tuan. Yasudah saya permisi dulu." Mang Udin pun meninggalkan Arania bersama majikannya di tempat itu.
Rendra duduk berhadapan dengan Arania dengan bersedekap tangan di meja. Mata elangnya seolah mindai mangsa yang akan diterkamnya saat ini.
Arania yang malu-malu dilihat sedemikian intens oleh sang suami membalas tatapan sang suami dengan hati berdebar. "Ja-jadi Apa yang akan kita lakukan saat ini, Mas."
"Mencetak anak kita."
***