Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Rumor tentang perpisahan Azka dan Delisa perlahan menyebar di seluruh sekolah. Setiap kali Delisa berjalan di koridor atau duduk di kantin, bisik-bisik dari teman-temannya semakin jelas terdengar. Beberapa teman sekelasnya bahkan bertanya langsung, bertingkah seolah tahu betul apa yang terjadi di antara mereka.
"Aku dengar kamu dan Azka udah putus ya, Del?" tanya Nia, salah seorang teman Delisa, sambil menatapnya penuh rasa ingin tahu.
Delisa hanya tersenyum tipis, menahan diri agar tidak menunjukkan ekspresi apa pun yang bisa membongkar kenyataan. "Iya, Nia. Aku udah nggak bareng sama Azka lagi," jawabnya singkat, berusaha meyakinkan teman-temannya dengan jawaban singkat itu.
Nyatanya, kenyataan tidak seperti yang mereka kira. Delisa dan Azka memang masih bersama, namun mereka memilih untuk menjalani hubungan ini secara diam-diam. Hanya Delisa, Azka, dan Caca yang tahu tentang kebenaran hubungan mereka. Setelah melewati berbagai masalah dan keraguan, mereka berdua sepakat untuk tetap bersama, namun tanpa perlu menarik perhatian orang lain.
...****************...
Setelah memastikan bahwa tidak ada yang memperhatikan, Delisa dan Azka biasanya bertemu di taman belakang sekolah, tempat yang jarang dilewati siswa lain. Mereka memilih tempat ini sebagai ‘tempat rahasia’ mereka, tempat di mana mereka bisa meluapkan rasa rindu yang selama ini harus mereka pendam di depan orang lain.
Pada suatu sore, Delisa duduk di bangku taman, menunggu Azka yang datang beberapa menit setelahnya. Ia tersenyum saat melihat Azka datang dengan wajah penuh semangat, seperti biasa. Azka duduk di sampingnya, mengambil tangan Delisa dengan lembut.
“Jadi gimana, udah banyak yang nanya soal kita?” tanya Azka dengan senyum kecil di wajahnya.
Delisa mengangguk, tersenyum canggung. “Iya, udah banyak yang nanya, dan mereka semua kayaknya yakin banget kalau kita udah putus.”
Azka terkekeh, menggenggam tangan Delisa lebih erat. “Kita malah jadi punya rahasia kecil yang cuma kita bertiga yang tahu,” ujarnya dengan nada ringan, seolah mereka tengah menjalani petualangan kecil bersama.
Delisa tersenyum, merasa hatinya tenang setiap kali bersama Azka. Dalam hubungan diam-diam ini, ada kebahagiaan kecil yang hanya mereka berdua rasakan. Setiap kali mereka bertemu, ada perasaan lega dan hangat, seolah semua tekanan dan gosip dari sekolah tidak lagi penting.
“Aku nggak nyangka kita bisa sekuat ini ya, Ka,” ujar Delisa pelan, menatap wajah Azka dengan penuh kasih sayang. “Dulu aku pikir aku nggak bakal bisa ngelewatin semua ini.”
Azka mengangguk, menatapnya dengan lembut. “Aku juga ngerasa gitu, Del. Tapi selama kita masih bareng, aku yakin kita bisa hadapi apa pun.”
...****************...
Sementara itu, di sisi lain sekolah, Putri mendengar rumor yang sama. Ia merasa puas ketika mengetahui bahwa banyak orang percaya kalau Azka dan Delisa sudah berpisah. Namun, sesuatu di dalam dirinya merasa ada yang janggal. Ia memperhatikan bahwa Delisa tidak benar-benar menunjukkan tanda-tanda orang yang patah hati. Sebaliknya, Delisa terlihat tenang, bahkan ada aura kebahagiaan yang tampak jelas di wajahnya.
“Kok bisa sih Delisa biasa-biasa aja?” batin Putri, merasa heran dan curiga. Ia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak, terutama dengan mengawasi Caca yang ia tahu adalah sahabat dekat Delisa.
Putri mencoba beberapa kali mengajak Caca berbicara, mencoba menggali informasi, namun Caca dengan cerdik menghindar dan selalu memberi jawaban yang singkat. Caca tahu bahwa Putri mungkin mencurigai sesuatu, dan ia berusaha sebaik mungkin untuk melindungi rahasia Delisa dan Azka.
“Caca, kamu deket banget sama Delisa, pasti tahu kan kenapa dia kelihatan nggak terlalu sedih setelah putus dari Azka?” tanya Putri dengan nada manis, berusaha memancing Caca untuk berbicara.
Caca tersenyum tipis, berpura-pura tidak memahami maksud Putri. “Oh, Delisa emang orangnya tegar. Mungkin dia udah ikhlas kali sama keadaan. Lagi pula, putus atau nggak, dia masih punya aku sebagai sahabatnya,” jawab Caca sambil tersenyum.
Putri merasa kesal mendengar jawaban Caca yang tidak memberi petunjuk apa pun. Namun, ia tidak mau menyerah begitu saja. Ia merasa ada sesuatu yang masih tersembunyi, sesuatu yang membuatnya yakin bahwa hubungan antara Azka dan Delisa belum benar-benar berakhir.
...****************...
Suatu hari, ketika jam pelajaran hampir berakhir, Caca menghampiri Delisa di kelas dan memberikan pesan singkat dari Azka, memberitahunya bahwa ia akan menunggu di taman setelah sekolah. Delisa tersenyum lega mendengar itu, merasa senang karena bisa bertemu Azka lagi setelah beberapa hari sibuk dengan tugas-tugas sekolah.
Setelah bel pulang berbunyi, Delisa berpamitan pada Caca dan langsung menuju taman belakang sekolah. Di sana, Azka sudah menunggunya dengan senyum cerah, seperti biasa. Delisa mendekatinya dengan langkah pelan, merasa nyaman dengan kehadiran Azka.
“Gimana hari ini?” tanya Azka lembut, sambil menggenggam tangan Delisa.
Delisa menghela napas, lalu tersenyum kecil. “Banyak yang masih nanya soal kita, tapi aku udah terbiasa jawab seadanya. Caca juga ngebantu banget buat nutupin semua ini.”
Azka tersenyum, merasa beruntung memiliki sahabat seperti Caca yang setia membantu mereka. “Caca emang sahabat yang baik. Aku bersyukur kita punya dia buat jaga rahasia ini.”
Delisa mengangguk, merasakan hangatnya genggaman tangan Azka. Meski mereka harus menjalani hubungan secara sembunyi-sembunyi, Delisa merasa lebih tenang setiap kali berada di dekat Azka. Bagi mereka, cinta yang sederhana ini lebih berarti daripada segala gosip dan rumor yang beredar.
Namun, di saat yang sama, mereka tidak menyadari bahwa dari kejauhan, Putri tengah mengawasi mereka dengan tatapan curiga. Ia yang kebetulan melewati taman, tanpa sengaja melihat Azka dan Delisa duduk bersama. Putri segera menyadari bahwa rumor perpisahan mereka hanyalah kedok belaka.
“Jadi selama ini mereka cuma pura-pura putus,” gumam Putri dalam hati, sambil mengepalkan tangannya. Rasa kesal dan cemburu langsung membara di dadanya. Ia merasa dipermalukan, merasa kalah karena Azka tetap memilih Delisa daripada dirinya.
Tanpa berpikir panjang, Putri memutuskan untuk menyebarkan gosip baru. Dalam pikirannya, ia berharap bahwa gosip ini akan lebih kejam dan bisa memisahkan Azka dan Delisa untuk selamanya. Setelah melihat mereka berdua dari kejauhan, ia segera menuju ke kantin, tempat teman-temannya biasa berkumpul, dan mulai membicarakan ‘temuan’ terbarunya.
“Kalian tahu nggak, ternyata Azka dan Delisa nggak putus beneran,” ucap Putri dengan suara lantang, menarik perhatian teman-temannya. “Aku baru aja lihat mereka berdua di taman, berduaan. Mereka masih pacaran, cuma sembunyi-sembunyi.”
Teman-temannya mendengarkan dengan tatapan penasaran. “Serius, Put? Kok bisa?”
Putri tersenyum sinis, merasa puas melihat reaksi teman-temannya. “Iya, serius. Mereka cuma pura-pura putus supaya nggak diomongin orang. Padahal, mereka tuh pacaran diam-diam. Nggak tahu deh mereka takut sama siapa.”
Berita itu segera menyebar di sekolah, dan tidak butuh waktu lama sebelum sampai ke telinga Delisa dan Azka. Saat mereka mendengar bahwa gosip baru tentang mereka beredar, Delisa merasa cemas dan kecewa.
“Aku nggak nyangka Putri bakal ngelakuin ini lagi,” ujar Delisa, suaranya terdengar penuh kekecewaan.
Azka menatap Delisa, mencoba menenangkannya. “Del, kita udah tahu ini bakal jadi risiko kita kalau kita pacaran diam-diam. Kita nggak bisa ngontrol apa yang orang lain omongin.”
Delisa menghela napas panjang, mencoba memahami kata-kata Azka. Namun, perasaan kecewa tetap ada. Ia merasa lelah harus terus menghadapi omongan orang, terutama gosip yang tak henti-hentinya datang dari Putri.
Azka meraih tangan Delisa, menatap matanya dengan penuh ketulusan. “Del, yang penting sekarang cuma kita berdua. Mereka boleh bilang apa aja, tapi aku nggak akan biarin gosip atau omongan siapa pun buat merusak hubungan kita lagi.”
Delisa tersenyum lemah, namun di dalam hatinya, ada rasa hangat yang tumbuh karena dukungan Azka. Meskipun berat, ia merasa yakin bahwa selama mereka bersama, mereka bisa menghadapi apa pun yang datang.