Bawa pesan ini ke keluargamu!
Teruslah maju! Walau sudah engkau tidak temui senja esok hari. Ada harapan selama nafas masih berembus.
Bawa pesan ini lari ke keluargamu!
Siapa yang akan menunggu dalam hangatnya rumah? Berlindung dibawah atap dalam keceriaan. Keset selamat datang sudah dia buang jauh tanpa sisa. Hanya sebatang kara setelah kehilangan asa. Ada batu dijalanmu, jangan tersandung!
Bawa pesan ini ke keluargamu!
Kontrak mana yang sudah Si Lelaki Mata Sebelah ini buat? Tanpa sengaja menginjak nisan takdirnya sendiri. Tuan sedang bergairah untuk mengejar. Langkah kaki Tuan lebih cepat dari yang lelaki kira. Awas engkau sudah terjatuh, lelaki!
Jangan lelah kakimu berlari!
Jika lelah jangan berhenti, tempat yang lelaki tuju adalah persinggahan terakhir. Tuan dengan tudung merah mengejar kilat.
Tuan telah mempersembahkan kembang merah untuk Si Lelaki Mata Sebelah.
Sulur, rindang pohon liar, sayupnya bacaan doa, lumut sejati, juga angin dingin menjadi saksi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Dunia Tengah Malam
..."Wilayah bagian mana yang udah engkau tidak temui kegelapannya? Ada yang menggonggong lalu berhalusinasi akan seseorang yang dicintainya. Berada pada tengah kebingungan melanda, ijinkan jasad itu bertemu." -Altar....
Tidak akan pernah ada yang ditunggu orang-orang kecuali datangnya kesenangan. Malam ini sebuah pertempuran melibatkan pena dan kertas akan dimulai. Jajaran kepolisian akan tiba dalam waktu dekat. Kurang beberapa menit hingga pembukaan gerbang Altar Festival akan dilaksanakan.
Membuka pintu kamar setelah banyaknya mengetuk. Seorang putri masih tertidur dalam ranjangnya. Dua kepolisian masih berjaga di sekitar ranjang. Juga ada beberapa lainnya berada di luar kamar dan rumah.
“Tuan Clause,” panggil seorang kepolisian memberi salam. Clause membalas.
“Apakah dia tertidur?”
“Iya,” jawabnya.
Clause mengambil kursi di dekat Liliana. Sedikit mengintip wajah tenang Liliana, memastikan dia tertidur lelap, Clause mengambil koran. Membaca sembari menunggu wanita itu sepanjang festival.
Menggeliat barang sebentar mengusik ketenangan. Melihat sekeliling ketika banyak polisi berjaga disekitarnya.
“Tuan Clause,” panggilnya ketika melihat sosok itu.
“Aku akan menjagamu sepanjang malam. Tidurlah dengan nyaman.”
Sedikit bosan melanda. Hanya mendelik sembari membayangkan. Liliana telah terjaga sepanjang hari, malam tidak begitu ngantuk. Semenjak Liliana dipindahkan ke rumah dinas kepolisian karena mendapatkan penjagaan ketat, Clause sering memerhatikan bagaimana wanita itu hanya merintih keika malam menyerang. Memanggil sangat yah yang tidak kunjung datang.
Clause mengantongi serbuk, jika malam ini akan dilakukan pengejaran maka, jejak Clause pasti ditemukan. Mungkin saja pembunuh berusaha menculik LIliana disaat mereka lengah.
Jendela sedikit dibuka oleh Liliana, melihat banyaknya bintang malam hari merindukan sosok yang sering dia panggil Ayah. “Aku dan ayahku sering melihat bintang di bukit bintang. Mungkin kita bisa ke sana jika kamu mau?”
Clause sejenak berpikir tenang. “Apa kamu tidak mengajak Tuan Zion?”
“Ho, dia sangat sibuk. Dia menolak ajakanku,” ceritanya sedikit sedih. “Berbicara mengenai dirinya, di mana Tuan Zion berada?”
“Dia ada ditengah kerumuman Altar Festival tentu saja. Karena ini adalah rencana yang dikepalai oleh Tuan Zion maka dia akan menjadi tokoh utama dalam cerita.”
Liliana terkekeh, “hm, melihatnya bertarung semacam itu sangat gagah pasti ya. Apakah Clause sudah pernah melihatnya?”
Dengan sombongnya berkacak pinggang. “Tentu saja sudah. Aku melihat semua yang dia lakukan.”
“Irinya,” lirih Liliana.
Pandangan mata yang sama menuju ke atas awan sedikit mendung. Tidak akan hujan. Begitulah cuaca yang selalu terjadi ketika malam purnama tiba. Akan ada banyak awan yang menutup bulan sampai pada tanggal kesaksian. Hari ini tanggal 18 Bulan November. Bulan begitu terang, alasan yang kuat untuk melihat secara berpandangan.
Tuan Zion menunduk hormat kepada dua klan yang datang dengan istri mereka. Bryan turut serta juga Julian yang bersama keluarganya.
“Saya harap bisa membantu,” Tuan Vegas berbicara.
“Saya sangat senang. Anda bisa menyempatkan hadir, Tuan Besar Vegas.”
Melihat adanya tenda khusus untuk kedua klan mempersilakan kedua klan untuk bersantai di dalam tenda sejuk.
“Julian,” bisik Tuan Zion.
Melihat Julian sedikit tertinggal untuk berbicara kepada Tuan Zion. Kepala keluarga Rall menoleh. “Apa kamu juga akan membiarkan putraku bekerja malam hari, Tuan Zion?”
Sedikit keterkejutan dimata Tuan Zion. Julian terkenal dimanja oleh keluarga Rall. “Tentu saja,” jawab Zion berani.
“Aku tidak mengijinkan.”
Tuan Zion menunduk meminta maaf. “Kalau begitu baiklah.”
Melirik Tuan Zion dengan tatapan maafnya. “Aku akan menemui dirimu jika perlu.”
“Tidak. Aku akan berbicara dengan Ketua Militer saja.”
“Baiklah,” jawab Julian.
Berjaga di gerbang paling depan. Tuan Zion memulai membuka gerbang. Beberapa orang berkerumun selayaknya kumpulan semut mengerubungi pakan. Setelah mendata semua pedagang dan siapa saja yang dibawa masuk, kini saatnya bertempur menggunakan pena.
“Ada apa kami harus didata seperti ini?” Seru seorang lelaki bejenggot tipis yang tentu saja sudah tidak sabar melakukan perayaan.
“Maaf atas ketidaknyamanan, kami belangsungkan sebuah bulan khusus. Matahari tepat di garis tengah bulan. Ada masanya terulang sekitar 300 tahun sekali. Ini adalah moment langka. Kami meminta kesediaan kalian untuk berbaris membentuk 12 jalur. Dan akan dilakukan pendataan. Akan ada sebuah undian mewah jika beruntung."
“Perayaan emas?” seorang ibunda dengan wajah berseri berbicara.
“Iya, ini sangat langka. Mohon kerjasamanya.”
Seruan juga harapan mewarnai setiap langkah penduduk. Jam dimajukan lebih awal. Pesta lebih lama. Sirkus diperbanyak. Dengan modal sebegitu besarnya, akan sangat sulit dilakukan jika hanya mengandalkan kepolisian. Sedikit berbohong juga tidak berarti apa-apa.
Persetan dengan bulan emas atau sebagainya. Nyatanya, setiap bulan selalu sama. Tetapi, ada yang begitu istimewa dengan bulan ini. Indah pancaran sinarnya seakan berseri menyaksikan kesucian...
Pengorbanan.
Beruntungnya, dunia menghendaki. Perjalanan lancar sampai hampir tengah malam tiba.
Dingin, juga sedikit membeku karena angin. Kembang api akan segera dinyalakan. Bersuka cita semua manusia memandang indahnya buatan manusia. Begitu juga yang terlihat dalam Rumah Dinas Kepolisian.
Matanya mendelik tajam. Diantara lebatnya dedaunan mata seseorang bertemu dengan orang yang dia rindukan. Liliana terpesona dengan kehadiran sosok itu. Sosok yang telah meninggalkan sarapan miliknya. Meyakinkan penglihatan Liliana. Mengusap-usap matanya berulang kali.
“Ayah!” teriak Liliana.
Clause sigap, bersiap menutup jendela ketika tangan kecil mencengkeram lehernya secara paksa.
Terbatuk tersungkur hingga tersandung pojok almari, Liliana telah menghantam dirinya dengan kuat. Dilihatnya dua kepolisian yang berusaha menangkap tubuh Liliana hendak terjun dari lantai dua. Angin menerbangkan sebuah cahaya kemerahan mengkilap di udara. Clause menutup mulutnya, berharap cahaya merah pudar itu tidak memasuki dirinya.
Kepolisian segera bergerak ketika Liliana mendobrak jendela hendak mengejar ayahandanya yang dia cintai.
Satu per satu kepolisian tidur terlelap dalam dunia mimpi. Serbuk merah yang menguar di udara mampu menumbangkan manusia berbadan kekar itu.
Clause bergerak maju, diambilnya sebuah kain dari laci menuju Liliana dengan sengaja melompat dari lantai dua.
Pikirannya kacau, kalut, buntu, dan hanya tertuju pada sosok di sana.
“Ayah!” Teriak Liliana keras.
“Liliana! Dia bukan ayahmu!” Clause tidak kalah keras. Dilompatnya balkon lantai dua. Menuju ke arah larinya gadis kecil yang tergopoh.
Sedikit pusing mendera Clause. Hingga beberapa kali tersandung bebatuan. Liliana menuju ke atas bukit. Memanjat dengan kecepatan yang Clause kira hanya ninja yang bisa melakukannya.
Dilihatnya sosok bertudung merah yang dikejar oleh Liliana. Terus menerus Liliana menggapai sosok bertudung merah itu. Tinggi semampai.
Clause bergegas mengambil pistolnya, menembak dalam jarak jauh siapa yang dia anggap sebagai setan dari semuanya.
“Ternyata benar! Pembunuhnya memang bertudung merah menyebalkan itu!” sengitnya.
Mencoba bangkit mengumpulkan kesadaran segera. Pistol tidak mengenainya sama sekali. Clause sigap ketika sebuah bayangan menyergapnya segera. Membungkam mulutnya paksa. Clause melawan, dilemparkannya tubuh besar itu. Tidak menyangka jika memiliki sebuah pisau kecil di tangan.
Menyadari lengan kanan Clause teriris. Lelaki bertubuh kekar itu melemparkan serbuk merah ke wajah Clause. Menghindari hingga pada akhirnya menabrak pohon. Ketika seseorang itu menghampiri Clause, menangkap tubuhnya lalu membaringkannya di tanah secara perlahan. Melihat mata merah menyala yang tertutup oleh bayang tudung.
Kesadaran Clause masih setengah sadar. Melihat Liliana memeluk lelaki bertudung merah yang dia anggap sebagai ayah. Seketika menyadari bahwa...
Lelaki bertudung merah itu,
Bertiga.
Berita tidak mengenakkan dibisikkan oleh salah satu anggota kepolisian. Tuan Zion hanya meringis, lalu berbisik kepada komandan militer yang berada di sampingnya.
Setelah mendapatkan persetujuan, hendaklah segera bebaskan langkahmu menuju kediaman kepolisian. Kekacauan sedang terjadi di sana.
Setidaknya ada 12 orang berjaga semuanya terkapar. Tuan Zion memeriksa satu per satu. Setelah memastikan semuanya bernyawa dan hanya terdiri, dirinya sedikit lega.
Pintu dia buka paksa, keadaan ruangan begitu berantakan. Beberapa barang seperti disampar. Tuan Zion cepat menuju balkon lantai dua.
Tepat di belakang rumah dinas kepolisian adalah kebun yang biasa ditanami sayuran. Melompat turun lalu mengikuti ke mana langkah kaki Clause berada.
Setidaknya beberapa tanda sudah dipersiapkan. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, Clause harus menjatuhkan bubuk. Yang jika diberikan cahaya akan menyala di kegelapan. Tuan Zion mengikuti langkah itu, berhenti kakinya ketika menemukan Clause tertidur dalam dinginnya tanah.
Tuan Zion menepuk pelan pipi Clause. Membangun anak yang terkapar ditanah. Tidak adanya pergerakan, diangkatnya tubuh Clause.
Bak air membasahi jas yang dikenakan Tuan Zion. Berburuk berjongkok. Memeriksa apakah yang membasahi. Terkejutnya ketika darah dari lengan Clause membanjiri bajunya. Kalang kabut Tuan Zion berlari menuruni bukit. Setidaknya ada kereta mesin yang bisa digunakan.
Tuan Zion bergegas mengambil kemudi. Menyalakan kereta mesinnya setelah mengambil kunci dari salah satu prajurit yang dia kenal. Menyandarkan kepala Clause berada di pundaknya. Kehilangan darah cukup banyak, sayatan yang Tuan Zion tahu mengenai lengan kanannya cukup dalam.
Wajah pucat juga bibir membiru, sudah lama Clause dalam kubangan darah itu.
Beruntungnya sepi jalan yang dilalui, menuju rumah sakit kepolisian lalu bergegas memasuki.
“Tolong, cepat!” Tuan Zion memerintahkan.
Ranjang didorong cepat menuju UGD. Meleganya Tuan Zion. Masih dilihat baju berlumuran darah miliknya. Entah mengapa tangannya bergetar samar.
Takut?
Tuan mana yang ketakutan?
Tetapi, apa yang dia takutkan? Sesuatu yang dia sebut dengan kehilangan kah?
“Tuan Zion mohon mengurus administrasinya,” ujar pelan perawat.
Tuan Zion hanya mengangguk mengikuti langkah kaki menuntunnya.
Mata hijau emerald menatap sekeliling. Setelah berputuskan untuk jalan-jalan disekitaran Festival bersama Bryan. Lelaki itu berpamitan untuk menemui rekan bisnisnya. Ditinggalkan begitu saja dirinya di depan tukang aksesoris.
“Tuan Muda, Tuan Besar Rall memanggil.”
“Aku akan menunggu Bryan terlebih dahulu. Sampaikan padanya.”
“Baik Tuan Muda,” jawabnya.
Setelah membayar beberapa makanan juga kalung, beranjak menghampiri lelaki dengan jas biru tua. Berbicara lelaki itu kepada rekan bisnisnya asyik. “Bryan,” panggil Clause.
Sedikit melirik lalu berpisah dengan rekan bisnisnya. “Ayah memanggil. Kita kembali.”
Bryan hanya mengangguk. Sekilas Julian melihat lelaki tinggi itu menyatu dengan kerumunan dan pergi setelah berbincang dengan pengawalnya. “Siapa lelaki itu?”
“Hm, dia salah satu perusahaan coklat.”
“Apakah perusahaanmu akan bekerja sama dengannya?” Julian sedikit berbasa-basi.
“Tidak, kami hanya menjalin hubungan baik. Itu hanya memamerkan citra.”
Seperti yang diasumsikan oleh Julian. Pekerjaan bisnis dengan hal semacam ini sangatlah menyebalkan.
Anggota kepolisian berdiri dihadapan Julian segera. Menunduk hormat. “Anda diminta segera ke rumah sakit kepolisian, Tuan Julian.”
“Apakah ada hal kedaruratan?”
“Tuan Clause terluka,” jawabnya. Walau Julian tahu dia penuh dengan kekhawatiran.
Sedikit kepanikan dirasa oleh Julian. “Saya akan ke sana segera.”
“Bagaimana dengan ayah, Julian?”
Cepat Julian bermanja, bergelantung di lengan Bryan. “Tolong aku, Bryan.” Dengan nada rendah, mendayu menggoda. Bryan hanya menelan ludahnya jijik. “Baiklah,” jawabnya pada akhirnya.
Julian melepaskan pegangannya. Segera melaju menemukan di mana kereta mesinnya terparkir. Kalang kabut menuju rumah sakit kepolisian.
Lelaki sudah berdiri dengan jas ditenteng. Melihat Julian dan pengawalnya memberikan baju ganti. Julian segera menghampiri Tuan Zion. “Bagaimana keadaannya?”
“Sudah dipindahkan di ruang rawat. Aku menolak dokter melakukan penelitian lebih lanjut.”
Julian bergegas menuju ruang naratama, tempat di mana Clause dipindahnya. Masih dia lihat lelaki itu tertidur nyenyak tanpa menunjukkan adanya pergerakan. “Mengapa tidak donor darah?”
Julian melihat adanya bekas suntikan yang ada di siku. “Apakah Clause tidak bisa donor darah?”
Tuan Zion menggeleng. “Penolakan. Clause muntah darah setelah beberapa ml darah masuk.”
“Apakah kamu sudah menghubungi keluarganya?” Julian makin panik.
“Sudah. Kakaknya berada dalam perjalanan. Kota Jariz dan Kota Homura membutuhkan waktu satu hari perjalanan. Mereka menggunakan kereta uap.”
“Ah, lama sekali.”
Julian memeriksa nadi Clause. “Sangat lemah,” lirihnya.
“Darahnya cukup banyak hilang.”
Julian melihat wajah kaku Tuan Zion. Seakan nyawanya hilang separo. Apakah lelaki itu dalam keadan terkejut dan shock? “Bergantilah baju, aku akan melakukan pemeriksaan sebentar.”
Tuan Zion berjalan berat hati menutup pintu rawat. Mengganti bajunya cepat serta membasuh dirinya sekilas. Ada bayangan yang tidak bisa dia hilangkan dari perasaannya. Mungkinkah Clause melihat pembunuhnya.
Tuan Zion menempatkan beberapa pasukan lainnya untuk membawa para prajurit yang terluka ke tempat aman.
Mereka hanya tertidur nyenyak dalam mimpi yang indah. Berharap jika esok hari akan bangun dengan mata segar.
Sedangkan, Liliana dinyatakan hilang.
“Julian beberapa prajurit sudah melakukan pengejaran terhadap Liliana dan,” terkejut karena Julian melihat tuan Clause dengan sebuah botol digenggam ditangan.
“Tuan Zion, serbuk besi itu ada di hidung Clause.”
Mendung langsung membasahi hatinya. Tuan Zion terpaku. Enggan berkata, tidak bergerak selayaknya patung.
“Clause, pasti bertemu dengan pembunuh,” lanjut Julian.
Tuan Zion mengambil serbuk besi metalik. “Apakah penjaga yang lainnya juga mendapatkan serbuk besi di hidung mereka?”
“Aku akan kembali ke rumah dinas kepolisian. Kamu di sini.”
Berlarilah setelah sampai pada rumah dinas. Segera dia membuka ruang yang telah dijaga oleh banyak anggota kepolisian yang lain. Beberapa anggota kepolisian masih terbaring dalam banyaknya kasur.
“Tuan Julian,” hormatnya salah satu diantara mereka.
“Aku akan melakukan pemeriksaan.”
“Dokter umum sudah memeriksa semua anggota. Mereka hanya tertidur. Kami mengamankan TKP.”
“Baiklah,” jawaban Julian enteng. Segera dia memakai sarung tangannya lalu membuka satu persatu mulut mereka. Memeriksa hidung dan juga saluran nafas yang lainnya. Terbukti jika serbuk besi yang dimaksudkan berada seutuhnya di sana.
Pagi hampir menjelang. Julian melepas jas dokternya. Sembari terus berpikir, melihat pukul subuh akan datang. “Apakah ada kabar dari pengejaran?” tanya Julian kepada seserong yang kembali dengan kuda mereka.
“Sebagian berganti, kami melaporkan jika serbuk yang ditinggalkan oleh Tuan Clause berhenti berada dekat ditemukannya mayat Tuan Ferden."
Tidak pernah terduga sebelumya akan mendengar informasi yang tidak pernah dia nantikan. Sembari terus menerima kenyataan. Julian hanya mengangguk. "Selama Clause masih berada dalam perawatan. Kalian bisa memberikan informasinya kepadaku. Aku sudah diutus." Julian memperlihatkan surat kuasa yang dibuat oleh Tuan Zion secara dadakan.
"Baik Tuan Julian."
Julian menggenggam erat kepalan tangannya sendiri. Pelaku yang sudah membunuh semua orang dengan keji. Menyedot habis darahnya sebagai nyamuk. Sebenarnya apa yang sedang dilakukan? Kasus menjadi sangat runyam.
"Kini hanya menunggu Clause terbangun dan menunggu kesaksiannya."
...Bersambung......
Meski hati terserang rindu akan rumah tapi canda teman sesama menjadi penghangat lara, namun mereka tak tau ada sesuatu yang tengah mengincar nyawa.~~ Samito.
numpang iklan thor/Chuckle/
Iklan dikit ya thor🤭