Seorang kakak yang terpaksa menerima warisan istri dan juga anak yang ada dalam kandungan demi memenuhi permintaan terakhir sang Adik.
Akankah Amar Javin Asadel mampu menjalankan wasiat terakhir sang Adik dengan baik, atau justru Amar akan memperlakukan istri mendiang Adiknya dengan buruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Kecewa
Setelah Amar pergi, Mahira masih tercengang mengingat kata-kata yang baru Amar katakan. Kemudian Mahira tersenyum bahagia karena untuk pertama kalinya Amar mengajaknya keluar untuk makan malam.
"Kamu dengar itu Emir, Paman sekaligus Ayahmu itu mengajak ibu makan malam," ucap Mahira mencubit pipi Emir dengan gemas karena saking bahagianya. Hal itu membuat baby Emir menangis karena cubitan Mahira cukup kencang hingga meninggalkan bekas merah di pipinya.
"Oh... maafkan ibu sayang... ibu terlalu bahagia," ucap Mahira yang kemudian menciumi baby Emir berkali-kali sampai baby Emir kembali tertawa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sejak siang hari Mahira sudah mempersiapkan diri untuk makan malam bersama Amar. Melakukan berbagai macam perawatan seperti creambath, facial treatment, menicure, pedicure dan berbagai macam perawatan lainnya. Tidak ketinggalan juga Mahira membeli sebuah gaun dari salah satu brand ternama untuk menyempurnakan penampilannya.
Semenjak Mahira menikah dengan Amar, memang sudah beberapa pegawai dari brand ternama menawarkan barang mereka. Namun baru kali ini Mahira membeli barang mereka. Itupun hanya untuk mengimbangi Amar. Meskipun ini hanya makan malam biasa, tapi Mahira tidak ingin membuat Amar malu dengan penampilannya yang apa adanya sebagaimana penampilannya selama ini.
"Sempurna," ucap Mahira begitu melihat penampilannya di depan cermin raksasa di depannya. Kemudian Mahira beralih ke rak sepatu memilah milih sepatu mana yang cocok dipadu padankan dengan gaunnya. Cukup lama Mahira menentukan pilihan sampai pada akhirnya Mahira menentukan pilihannya pada high heels dengan satu tali berwarna silver.
Setelah dipersiapkan semua dengan baik, Amira kembali duduk menunggu Amar sambil membuka ponsel pintarnya melihat aplikasi bernama ungu dan mulai berselancar di dunia maya. Mahira terus menatap layar ponsel yang di penuhi oleh berita viral yang tak ada faedahnya.
"Heum, membosankan sekali." ujar Mahira yang kemudian bangkit melihat keluar jendela.
Melihat jam ditangannya menunjukkan pukul delapan kurang lima menit, Mahira mengambil handbag nya turun kebawah mengingat biasanya Amar pulang jam delapan malam.
Mahira mondar-mandir melihat ke ujung gerbang berharap mobil Amar segera tiba di rumah. Namun hingga beberapa menit berlalu, mobil Amar tak kunjung kelihatan.
"Apa aku harus menghubunginya?" batin Mahira yang kemudian mencari nama Amar di kontak ponselnya.
"Ah tidak-tidak apa yang akan kak Amar pikirkan tentang ku." Mahira menutup ponselnya dan kembali melihat keujung gerbang. Namun sampai tiga puluh menit berlalu, Amar tidak juga menampakkan batang hidungnya.
Mahira yang merasa lelah, kembali masuk kedalam, menunggunya di ruang tamu dan kembali berselancar di dunia maya.
Detik berganti menit, menit berganti jam sampai jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Amar tidak kunjung datang.
Akhirnya setelah jam menunjukkan pukul sebelas malam, Amar sampai dirumah, dimana saat Amar masuk terkejut melihat Mahira yang tertidur di sofa.
Amar menelisik tubuh sang istri dimana dari ujung rambut hingga ujung kakinya terlihat cantik tak seperti biasanya. Membuat Amar seketika ingat dengan janji yang Ia buat tadi pagi kepada Mahira.
"Astaga! Aku melupakan janjiku pada Mahira." batin Amar memegang kepalanya.
Karena banyaknya pekerjaan, dan belum terbiasanya Ia memiliki istri membuat Amar benar-benar melupakan janji yang ia buat sendiri.
"Sekarang apa yang harus kulakukan, Mahira pasti sangat kecewa kepadaku." sesal Amar.
Dengan mengumpulkan keberanian ragu-ragu Amar mengusap kepala Mahira. Dan hanya dengan sekali sentuhan Mahira terbangun sehingga Amar menjadi gugup dan cepat-cepat menarik kembali tangannya.
"Kak Amar... kak Amar sudah pulang... Maaf aku ketiduran," ucap Mahira yang langsung merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat tertidur di sofa.
"Kita jadi pergi?"
Amar hanya diam dengan perasaan bersalahnya.
Kemudian Mahira tanpa sengaja melihat jam dinding yang menunjukkan pukul sebelas lebih dua puluh menit. Seakan tak percaya dengan apa yang Ia lihat, Mahira mendekatkan jam tangannya ke mata memastikan apakah jam ditangannya juga menunjukkan waktu yang sama.
"Oh... sudah mau setengah dua belas yah, kak Amar pasti capek baru pulang. Kalau begitu kak Amar istirahat saja."
Setelah mengatakan itu, Mahira langsung berlari meninggalkan Amar, Tak mempedulikan Amar yang berusaha menghentikannya.
"Mahira.... Mahira..."
Bersambung...