Pernikahan antara Ayyana Betari dan Prasetya Wiguna berjalan begitu harmonis bahkan keduanya mendapat julukan sebagai couple goals
Namun, pernikahan kedua Prasetya bersama seorang wanita atas permintaan sang ayah menjadi awal dari kehancuran biduk rumah tangga yang sudah berjalan empat tahun itu
Akankah Betari menerima pernikahan kedua suaminya dan menerima Sabrina sebagai madu? ataukah pernikahan atas dasar balas budi itu akhirnya menjadi noda dalam pernikahan antara keduanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon e_Saftri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bolehkah Egois?
"Tuan Zayyan Dhirgatara!" Itu bahkan sudah panggilan kedua
"Iya" Lamunan indah itu seketika buyar, menyadarkan Zayyan bahwa dirinya belum memiliki wanita itu. Sial memang nasib pria itu, bahkan dalam khayalan saja dirinya tidak diizinkan bersama Tari lebih lama
Pria tampan itu masuk ke salah satu ruangan, sementara sepasang suami istri yang sempat membuatnya iri masih menunggu disana
"Bagaimana keadaannya?" Tanya Prasetya pada seorang pria yang kini tengah memeriksa sang istri sambil menatap layar monitor yang menampilkan titik kehidupan baru dalam rahim sang istri
"Keadaannya baik, ibu dan bayinya sehat, hanya sedikit lemah saja itu karena usia kandungannya masih sangat muda" ujar sang dokter
"Oh ayolah Juan, kenapa kaku sekali? Kita teman" Prasetya sedikit bercanda, karena memang yang bertindak sebagai dokter adalah sahabatnya saat sekolah menengah pertama lagi
"Gue nggak menyangka Lo bisa mengkhianati Tari, gue saksi gimana sulitnya mendapatkan Tari waktu itu" Ya, Juan jugalah yang membantu Prasetya mendekati Betari kala itu,Walaupun memiliki rupa yang menawan, Prasetya tetap saja cupu bila berhadapan dengan seorang wanita hingga Juan turun tangan untuk membantu
"Lo cukup diam aja Juan, bersikap professional dengan menjaga privasi pasien" Ujar Prasetya, sementara Wanita hamil itu diam saja
"Apa semua ini karena anak? Dari hasil pemeriksaan Tari nggak ada masalah, semuanya baik, hanya mungkin butuh waktu yang lebih lama untuk kalian menunggu. Tapi mungkin Lo nggak sabaran aja" Ada rasa kecewa dihati Juan, rasa bersalah karena sudah membantu Prasetya untuk mendapatkan Tari. Jika tau begini, ia biarkan saja sahabatnya itu gagal
"Ini buka seperti yang Lo pikirin, ada beberapa hal yang Lo nggak perlu ikut campur Juan" Prasetya jadi kesal sendiri mendengar ocehan dari sahabatnya itu, dirinya bahkan lebih merasa bersalah karena sudah jelas dirinya mengkhianati sang istri, tapi apa boleh buat, Sabrina juga istrinya dan sekarang tengah mengandung
Bukan dirinya yang tidak sabaran untuk memiliki anak, bahkan ia sudah merasa cukup dengan memiliki Tari dalam hidupnya, namun takdir seolah ingin bermain-main dengannya, menjadikan hidupnya sebagai bahan lelucon yang sama sekali tidak lucu
"Ini resep vitamin yang harus dikonsumsi oleh ibu Sabrina, silahkan ditebus dan terima kasih atas kunjungan anda?" Prasetya berdecak, sahabatnya yang satu ini memang sedikit menyebalkan
"Ayo Sabrina!" Prasetya membantu sang istri berdiri dengan memegang tangannya
"Anda beruntung tuan, mendapatkan dua wanita yang bak bidadari. Semoga kesenangan itu bertahan lebih lama" Juan seolah menyentil Prasetya dengan ucapannya yang sulit dimengerti
"Bekerjalah dengan baik dokter, dan berhenti terlihat seperti tukang gosip!" Prasetya yang kesal memilih segera keluar dari ruangan tersebut, salah memang memilih sahabat sendiri sebagai dokter pribadi, namun jika bukan Juan pasti semua ini akan ketahuan lebih cepat, bagaimanapun Juan adalah sahabatnya dan pastilah akan menjaga semuanya karena pria itu paling mengerti Prasetya
"Yang dikatakan dokter tadi ada benarnya" Untuk pertama kalinya Sabrina barani mengatakan hal yang bersifat pribadi terhadap suaminya
"Jangan pernah membahas itu lagi Sabrina! Fokus saja pada kehamilanmu" ucap Prasetya, terdengar dingin dan menakutkan. Mungkin pria ini masih kesal atas ucapan Juan tadi
"aa bisa meninggalkan Sabrina agar tidak kehilangan mbak Tari" Prasetya mengerem mobilnya secara mendadak hingga terdengar suara decitan ban mobil yang beradu dengan aspal
Sabrina terkejut, hampir saja kepalanya terbentur dasboard
Prasetya berbalik menatap tajam wanita disampingnya. Tatapan itu menusuk membuat nyali Sabrina menciut
"Jangan pernah memberi saran bodoh seperti itu lagi Sabrina! Bahkan Tari saja tidak pernah mengatur hidupku, kau hanya orang baru jangan pernah bermimpi menguasaiku bak seorang nyonya, Mengerti!"
Sabrina mengangguk, aura menakutkan itu kembali, dingin dan tidak tergapai, Prasetya menunjukkan siapa Sabrina sebenarnya
Sama sekali tidak terbesit keinginan untuk menjadi satu-satunya pemilik tubuh tegap nan rupawan itu, mungkin hanya bawaan bayi hingga dirinya merasa ingin egois dan tidak ingin berbagi. Tapi Sabrina harus sadar diri walaupun tengah hamil, dirinya tetaplah nomor dua, menjadi bayangan dari wanita bernama Tari pemilik sebenarnya dari pria rupawan ini
Prasetya tak banyak bicara, sifat hangat kemarin menghilang begitu saja, harusnya Sabrina bisa menahan diri untuk tidak berkomentar tentang kehidupan pria ini walaupun dirinya seorang istri
"Aku kekantor dulu, kalau ada apa-apa langsung kabari dan jika ingin sesuatu minta pada bi Mirna!" Sabrina hanya mengangguk saja, dirinya bahkan tak berani menatap wajah tampan suaminya hingga pria itu menghilang dibalik pintu unit apartment tempatnya tinggal
"Kenapa Sabrina harus hidup seperti ini? Andai ayah disini, semuanya pasti akan baik-baik saja" Wanita malang itu menyeka cairan bening yang sudah menodai pipinya, sesak jelas terasa, hari ini bahkan tak ada kecupan dikening seperti kemarin
"Hai!" Sapa seorang pria yang datang agak sedikit terlambat dari biasanya
"Mas ganteng kesini mau ketemu Tari?" Tanya Latifah, sebenarnya tidak perlu ditanya lagi sudah jelas pria menyebalkan ini ingin bertemu dengan wanita pujaannya
"Yup, dimana si cantik, bidadari pengisi hati gue"
"Diih, gombalan yang menjijikan" Latifah rasanya ingin muntah saja mendengar celotehan tidak berfaedah dari pria dihadapannya
"Lagi didapur, dan orang luar tidak diberi izin untuk masuk" Tegas Latifah
"Terima kasih"
"Terima kasih?" Latifah mengerutkan keningnya, kenapa larangannya dibalas terima kasih? "Hey, astaga kenapa ada laki-laki menyebalkan seperti dia, dan lebih menyebalkan lagi, aku nggak bisa marah karena wajah tampannya itu" Gerutu Latifah karena pria tampan itu malah berlalu meninggalkan dirinya dan melangkah kearah dapur
"Hay!" Suara bariton itu mengejutkan beberapa orang yang tengah sibuk dengan pekerjaannya terlebih wanita cantik yang tengah menghias cake coklat yang sudah hampir siap
"Kamu? Astaga, kenapa selalu muncul tiba-tiba dan mengganggu? hah?" Tari benar-benar tidak habis pikir bagaimana dirinya bisa berurusan dengan pria menyebalkan seperti Zayyan ini
"Aku suka wajah cemberutmu, terlihat menggemaskan" Zayyan mengulur tangan hendak menyentuh pipi chubby itu namun segera ditepis pemiliknya
"Jangan macam-macam!"
"Maaf"
"Kamu mau apa kesini?" Tari sudah selesai dengan pekerjaannya, ketiga orang yang tadi membantu disana satu-persatu pamit karena mamang waktunya istirahat makan siang
"Mau ajak kamu makan siang bareng!"
Betari menghela napas panjang, rasanya sangat lelah jika berurusan dengan pria ini, apa ucapannya tempo hari kurang jelas, hingga pria ini datang lagi dan lagi
"Nggak bisa, saya lagi banyak kerjaan, kamu pergi sana!" Tolak Betari, wanita cantik itu baru saja selesai menyimpan cake coklat tadi kedalam lemari pendingin
"Astaga, kamu selalu menolak, tidak baik menolak ajakan seorang teman" ucapnya dengan penuh percaya diri
"Sejak kapan kita berteman?"