Beni Candra Winata terpaksa menikah dengan seorang gadis, bernama Viola Karin. Mereka dijodohkan sejak lama, padahal keduanya saling bermusuhan sejak SMP.
Bagaimana kisah mereka?
Mari kita simak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siap Hamil
"Sayang, aku tidak bisa mengantarmu pulang. Banyak pekerjaan di kantor," ucap Beni di sela-sela sarapan pagi bersama Viola dan kedua orang tuanya.
"Gak papa, Sayang. Istrimu ini wanita mandiri, kamu tidak perlu khawatir," kata Viola, sambil menusuk daging dengan garpu hingga piringnya pecah, karena terlalu keras menekan gapunya.
Wajah Viola memerah, menahan rasa malu. Ia segera membersihkan pecahan piring di atas meja, agar pecahannya tidak ke mana-mana. Mama Imelda melarang Viola membersihkan pecahan itu, beliau menyuruh asisten rumah tangganya untuk membersihkan dan mengganti piring Viola.
"Maaf, Pa, Ma. Viola tidak sengaja," ungkap Viola penuh penyesalan.
"Santai aja, Viola. Di rumah kita masih banyak piring yang langka perhatian suamimu," celetuk Papa Winata melirik ke arah Beni.
"Pa, gak usah jadi kompor dong," sahut Beni.
"Ben, sebagai laki-laki yang bertanggung jawab. Kamu antar Viola pulang dulu, baru kerja. Memalukan saja!" Ternyata Papa Winata masih merasa kesal dengan putranya.
"Iya, Pa," sahut Beni.
Selesai sarapan pagi, Beni mengajak Viola pulang ke rumah. Di perjalanan mereka saling diam, tidak ada yang berbicara sepatah katapun. Viola dari tadi menatap ke arah luar kaca, sedangkan Beni fokus dengan kemudinya.
Ketika sampai di tengah jalan, tiba-tiba Beni menghentikan kendaraannya di tepi jalan. Bukan karena ada masalah, tetapi untuk menurunkan Viola.
"Turun lo!" ujar Beni.
"Gila lo, Ben! Di sini mana ada taksi online." Viola menatap kesal suaminya, ia hendak diturunkan di tempat yang biasanya sepi dan jalur kendaraan satu arah.
"Bukan urusan gue!" ketus Beni, membukakan pintu untuk Viola agar istrinya segera turun dari mobil.
Tidak kehilangan akal, Viola mengancam Beni akan menghubungi mertuanya. Ia sudah habis kesabaran, menghadapi suami yang bersikap seenaknya. Seandainya ada mobil sendiri, Viola tidak akan membuat kerepotan Beni. Namun, mobil yang digunakan sebagai mahar pernikahan Viola tidak mau menggunakan.
Beni akhirnya tidak jadi menurunkan Viola di jalan, ia langsung melajukan mobilnya ke perusahaan miliknya. Sebenarnya Beni tidak ada meeting, ia hanya ingin beristirahat di hotel miliknya sendiri.
"Sekarang lo pulang sendiri!" seru Beni, ketika sampai di Candra Grup.
"Perusahaan ini besar sekali, sepertinya gue tertarik mengajak kerjasama." Viola menatap gedung tinggi yang nampak megah, di sebelahnya ada hotel berbintang.
"Gak usah mimpi!" ketus Beni.
Viola mencebikan bibirnya, ia tidak akan menyerah begitu saja. Suatu saat nanti, pasti akan mengajukan kerjasama ke pemimpin perusahaan.
"Ben, lo harus ingat kata-kata gue! Sesuatu yang indah bisa kita raih, berawal dari sebuah mimpi!" Viola berkata tegas. Ia lalu keluar dari dalam mobil Beni, lalu membanting pintu dengan keras.
Dihina atau direndahkan tidak akan membuat langkah Viola terhenti, ia justru semakin bersemangat untuk maju ketika ada yang menghalangi langkahnya.
Hidup harus diawali dengan semangat yang tinggi, sehingga terbentuk jiwa yang tidak mudah menyerah. Viola seorang wanita yang begitu berambisi semua keinginannya harus tercapai.
Tak sengaja Viola bertemu dengan Indra, mereka berbicara sebentar di sebuah taman dekat dengan perusahaan milik Beni.
"Viola, lo suka tidak sama gaun yang kemarin diberikan sama anak kecil?" tanya Indra.
"Gaun?" Viola mencoba mengingat-ingat.
Berhubung tidak ingin memberikan harapan lebih ke Indra, Viola mengatakan kalau gaunnya sobek. Lebih baik Indra kecewa sekarang daripada besok.
Indra merasa tidak enak, karena sudah membelikan gaun sobek. Ia mengajak Viola ke butik yang paling dekat dengan taman, tetapi Viola menolak keras.
Dari atas gedung, Beni meminta Dika untuk mengambilkan teropong. Ia ingin melihat apa yang sebenarnya dilakukan oleh istrinya. Niat Beni ingin beristirahat, tetapi justru disuguhi pemandangan yang membuatnya kesal dan marah.
Beni mengepalkan tangannya, ia tidak terima Indra selalu menganggu istrinya. Padahal masih banyak wanita lain yang lebih cantik di luaran sana.
"Dika, beri peringatan lagi untuk club malam milik Indra!" pinta Beni dengan nada kesal.
"Baik, Tuan." Dika segera menjalankan perintahnya.
Tidak butuh waktu lama, saat ini club malam milik Indra sudah mendapatkan masalah. Nanti malam tidak bisa buka lagi.
Terlihat Indra saat ini juga sudah meninggalkan Viola sendirian di taman, sehingga membuat Beni tersenyum bahagia. Beni sekarang bisa beristirahat, tanpa memikirkan istrinya bersama laki-laki lain.
Sementara Viola di taman sendirian, ia duduk sambil memainkan ponselnya. Ia belum ada rencana pulang ke rumah, karena merasa suntuk di rumah sendirian. Kebetulan Viola juga tidak pergi ke kantornya, masih dikelola papanya.
Walaupun tidak punya uang cukup banyak, Viola yakin bisa memenuhi kebutuhan sendiri tanpa meminta atau menunggu Beni memberikan lebih dulu.
Beberapa jam berlalu, Viola masih berada di taman sendirian. Ia duduk di atas rumput sambil menatap ke arah hotel milik Beni. Rasa kagum dengan desain gedung yang terlihat elegant, ia sudah bisa menebak kalau fasilitasnya sangat lengkap.
"Seandainya gue punya uang, lebih baik menginap di hotel itu daripada pulang hanya ribut," gumam Viola dalam hati.
Baru saja ia membayangkan sosok Beni, tiba-tiba orangnya sudah berdiri di depannya. Viola terkejut, ia mengusap wajahnya sendiri.
"Lo gak mau pulang?" tanya Beni.
"Gue nyaman di sini. Memangnya kenapa?" balas Viola, balik bertanya.
"Lebih baik pulang saja lo! Siapin makanan untuk suami atau nyuci baju," kata Beni.
"Gak usah ngatur-ngatur lo!" ketus Viola, menatap malas ke arah suaminya.
Beni menemui Viola untuk memberitahu soal perusahaan papanya, yang ternyata memang bangkrut sejak lama. Mandala Grup membeli perusahaan itu dari tangan orang lain, untuk menyelamatkannya.
Ternyata orang yang membeli adalah Papa Mandala sendiri, beliau berniat mengembalikan ke Viola setelah cucunya lahir.
Mendengar cerita Beni, Viola tidak percaya. Ia justru menuduh Beni merekayasa semua, demi perusahaan. Padahal tanpa perusahaan milik keluarganya, Beni masih bisa hidup dengan mewah.
"Gue mau bantu lo! Setelah setahun kita menikah, lebih baik adopsi anak saja. Kita pindah ke luar negeri," usul Beni, agar lebih bebas.
Jadi, dalam waktu dua tahun mereka sudah mendapatkan apa yang diinginkan. Beni mendapatkan warisan, sedangkan Viola perusahaannya balik.
Kebaikan orang tua Beni yang membuat Viola merasa berat, ia tidak ingin mengecewakan mereka. Sama saja berbuat licik, kalau mengikuti saran suaminya.
"Gue siap hamil sama lo, Ben," ungkap Viola, sudah memikirkan matang-matang keputusannya.
"Gue gak sudi nyentuh lo, Viola!" seru Beni.
"Setelah anak kita lahir, kita bisa cerai, Ben. Lo gak perlu khawatir soal merawatnya nanti." Viola akan berusaha membuat Beni tertarik dengannya.
Beni belum yakin dengan Viola, ia hanya ingin memberikan keturunan ke orang yang tulus mencintainya.
musuh jadi cinta😍😍😍🥳🥳🥳🥳