Gavin Adhitama (28 tahun) adalah menantu yang paling tidak berguna dan paling sering dihina di Kota Jakarta. Selama tiga tahun pernikahannya dengan Karina Surya (27 tahun), Gavin hidup di bawah bayang-bayang hinaan keluarga mertuanya, dipanggil 'pecundang', 'sampah masyarakat', dan 'parasit' yang hanya bisa membersihkan rumah dan mencuci mobil.
Gavin menanggung semua celaan itu dengan sabar. Ia hanya memakai ponsel butut, pakaian lusuh, dan tidak pernah menghasilkan uang sepeser pun. Namun, tak ada satu pun yang tahu bahwa Gavin yang terlihat kusam adalah Pewaris Tunggal dari Phoenix Group, sebuah konglomerat global bernilai triliunan rupiah.
Penyamarannya adalah wasiat kakeknya: ia harus hidup miskin dan menderita selama tiga tahun untuk menguji ketulusan dan kesabaran Karina, istrinya—satu-satunya orang yang (meski kecewa) masih menunjukkan sedikit kepedulian.
Tepat saat waktu penyamarannya habis, Keluarga Surya, yang terjerat utang besar dan berada di ambang kebangkrutan, menggan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rikistory33, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12 naga
Kejatuhan Vivian Thorne bukanlah peristiwa yang sunyi, Itu adalah ledakan supernova di dunia korporasi global.
Dua puluh empat jam setelah Dewan Pengawas OmniCorp menerima berkas rahasia dari Karina, berita resmi dirilis, Vivian Thorne mengundurkan diri sebagai CEO karena 'alasan kesehatan pribadi', Namun pasar saham tidak bisa dibodohi. Desas-desus tentang skandal internal, audit forensik yang mendadak, dan kekacauan manajemen menyebabkan saham OmniCorp di bursa Zurich dan New York anjlok sebesar 40% dalam satu sesi perdagangan.
Bagi kebanyakan orang, ini terlihat sebagai kemenangan mutlak bagi Phoenix Group. Namun, bagi Gavin Adhitama yang duduk di ruang komando strategis Phoenix di Jakarta, ini adalah awal dari mimpi buruk logistik baru.
"Ini adalah efek domino, Gavin," lapor Beny, wajahnya diterangi oleh grafik merah yang berkedip di layar raksasa. "OmniCorp terlalu besar. Kejatuhan mereka menyebabkan krisis likuiditas global, Bank-bank yang membiayai kontraktor kita panik, Pemasok baja di China dan semen di Vietnam menahan pengiriman karena mereka takut surat kredit (Letter of Credit) yang dijamin oleh bank afiliasi OmniCorp tidak akan cair."
Gavin memijat pelipisnya. "Jadi, kita memenangkan perang etika, tetapi sekarang kita menghadapi kelumpuhan ekonomi. Jika material tidak masuk dalam 72 jam, Proyek Kota Pilar akan berhenti total. Dan jika berhenti, biaya penaltinya akan menghabiskan cadangan kas Phoenix dalam sebulan."
Karina masuk ke ruangan, membawa tablet yang menampilkan laporan dari Yayasan Integritas Adhitama (YIA).
"Dampak sosialnya mulai terasa," kata Karina, suaranya serius. "Ribuan pekerja di Sinar Bumi Logistik yang baru saja diakuisisi OmniCorp melakukan mogok kerja karena ketidakpastian gaji, Media mulai bertanya, Apakah ambisi Phoenix Group menghancurkan stabilitas pasar?"
Gavin berdiri, menatap peta Jakarta yang terhampar di luar jendela. "Vivian Thorne meninggalkan 'bom waktu' terakhir. Dia tahu jika dia jatuh, dia akan menyeret pasar bersamanya. Kita tidak bisa menyelesaikan ini dengan uang Phoenix biasa. Kita butuh intervensi tingkat negara."
"Kita butuh Tujuh Pilar," kata Karina tegas.
****
Satu jam kemudian, Gavin dan Karina tiba di sebuah gedung bank swasta tua di kawasan Kota Tua Jakarta. Gedung ini tampak tidak mencolok dari luar, dengan arsitektur kolonial yang kusam. Namun, di dalamnya, tingkat keamanannya melampaui istana kepresidenan.
Dharma Adhitama menunggu mereka di ruang brankas bawah tanah. Ini adalah pertama kalinya Gavin dan Karina diizinkan masuk ke Jantung Finansial Marga.
Ruangan itu tidak dipenuhi tumpukan uang kertas. Sebaliknya, ruangan itu dipenuhi oleh lemari arsip baja tahan api dan kotak deposit kuno.
"Selamat datang di Dana Konsolidasi Tujuh Pilar," kata Dharma, suaranya bergema di ruangan sunyi itu. "Dana ini didirikan oleh buyut kamu, Gavin, setelah Perang Dunia Kedua. Tujuannya bukan untuk investasi agresif, melainkan sebagai Jangkar Stabilitas. Ketika pasar runtuh, ketika mata uang tidak berharga, Dana ini ada untuk memastikan Marga Adhitama tetap berdiri."
Dharma membuka sebuah buku besar bersampul kulit tebal.
"Dana ini terdiri dari aset 'keras': Emas batangan yang disimpan di lima negara netral, obligasi pemerintah jangka panjang, dan hak kepemilikan tanah strategis di seluruh Asia. Nilainya..." Dharma menunjuk angka di baris terakhir, "...cukup untuk membeli kembali separuh utang luar negeri negara ini jika diperlukan."
Gavin dan Karina terkesiap melihat angka tersebut. Itu adalah kekayaan yang tak terbayangkan, jauh melampaui valuasi pasar saham Phoenix Group.
"Kalian memenangkan hak akses ini karena integritas," lanjut Dharma. "Sekarang, gunakan. dan Jangan gunakan untuk memperkaya diri, Gunakan untuk menstabilkan karena Pasar sedang sakit. Marga Adhitama akan menjadi dokternya."
Dharma menyerahkan sebuah kunci digital berbentuk naga dan token otentikasi biometrik kepada Gavin.
"Gavin, kamu memiliki kendali likuiditas. Karina, Kamu memiliki kendali atas aset diplomatik dana ini. Selamatkan Kota Pilar. dan Selamatkan pasar."
*****
Kembali ke markas Phoenix, suasana berubah drastis, Gavin tidak lagi panik. Dia kini memegang senjata finansial terbesar di Asia.
"Beny, aktifkan protokol pembelian darurat," perintah Gavin, suaranya tenang namun penuh otoritas mutlak. "Kita akan melakukan intervensi pasar langsung."
"Targetnya, Tuan?"
"Semuanya," jawab Gavin. "Hubungi bursa komoditas di Shanghai dan London. Dana Tujuh Pilar akan membeli seluruh kontrak berjangka untuk baja, semen, dan kaca yang sedang dilepas murah oleh OmniCorp. Kita tidak hanya mengamankan material untuk Kota Pilar, kita akan menjadi pemilik stok material utama di Asia Tenggara."
"Dan untuk Sinar Bumi Logistik?" tanya Beny.
"OmniCorp sedang butuh uang tunai cepat untuk membayar denda regulator. Tawarkan pembelian kembali Sinar Bumi Logistik dengan harga 30% dari nilai pasar. Bayar tunai, pelunasan dalam 2 jam. Mereka tidak akan punya pilihan selain menerima."
Layar di depan mereka mulai berubah warna. Grafik yang tadinya merah tajam mulai melandai, lalu perlahan menghijau. Masuknya likuiditas raksasa dari entitas misterius (Dana Tujuh Pilar) menenangkan kepanikan pasar. Para pemasok menyadari bahwa ada pembeli raksasa yang menjamin pembayaran. Kapal-kapal kargo yang tertahan di pelabuhan mulai bergerak kembali.
Gavin Adhitama tidak hanya menyelamatkan proyeknya, dia baru saja melakukan akuisisi aset terbesar dalam sejarah perusahaan, mengubah krisis menjadi ekspansi yang mengerikan.
***
Sementara Gavin bermain di angka, Karina menggunakan kekuatan Dana Tujuh Pilar untuk menyentuh aspek manusia. Dana itu memiliki akses ke jaringan filantropi kuno yang selama ini tidur.
Karina pergi langsung ke pelabuhan Tanjung Priok, tempat ribuan pekerja Sinar Bumi Logistik sedang berdemo. Suasana panas, polisi sudah bersiaga dengan tameng.
Karina, didampingi tim YIA, berjalan menembus barisan polisi, langsung menuju kerumunan buruh. Dia tidak menggunakan pengeras suara dari jauh, dia naik ke atas peti kemas agar semua orang bisa melihatnya.
"Rekan-rekan pekerja!" seru Karina. "Saya Karina Adhitama. Saya tahu Anda takut, OmniCorp telah meninggalkan Anda. Tapi saya di sini untuk memberitahu kalian semua bahwa Phoenix Group telah mengambil alih kembali perusahaan ini."
"Dana gaji kalian yang tertahan tidak akan dibayar bulan depan. Dana itu akan dibayar hari ini," umumkan Karina, disambut sorakan ragu. "Dan lebih dari itu, Yayasan Integritas Adhitama akan menjamin kontrak kerja kalian selama lima tahun ke depan. Kami tidak akan memecat siapa pun akibat krisis ini. Kami justru membutuhkan kalian untuk membangun Kota Pilar."
Karina mengangkat ponselnya,lalu menunjukkan notifikasi perbankan massal yang baru saja dikirim oleh sistem Gavin. Ponsel para pekerja mulai berbunyi satu per satu, notifikasi gaji masuk, ditambah bonus kompensasi.
Keraguan berubah menjadi sorakan histeris. Karina tidak hanya membeli perusahaan, dia membeli loyalitas. Dia membuktikan bahwa di bawah bendera Adhitama, kesejahteraan pekerja lebih terjamin daripada di bawah raksasa global OmniCorp.
Aksi ini direkam oleh media dan disiarkan langsung. Citra Karina sebagai "Ratu Pelindung Rakyat" semakin tak tergoyahkan. Laksmi Adhitama, yang menonton dari kediamannya, tersenyum puas sambil meminum tehnya.
"Dia mengerti," gumam Laksmi. "Kekayaan sejati adalah tentang memberi makan rakyatmu, sehingga mereka bersedia mati untukmu."
***
Seminggu kemudian, debu pertempuran telah mengendap. Phoenix Group kini bukan lagi sekadar pengembang properti, Dengan dukungan aset Tujuh Pilar dan akuisisi aset OmniCorp yang bangkrut di Asia, Phoenix bermetamorfosis menjadi konglomerat infrastruktur dan logistik terbesar di belahan bumi selatan.
Gavin dan Karina berdiri di balkon penthouse mereka, menatap cakrawala Jakarta yang mulai berubah. dan Di kejauhan, lampu-lampu derek raksasa di lokasi Kota Pilar menyala terang, bekerja 24 jam tanpa henti.
"Kamu menyadari apa yang baru saja kita lakukan, Gavin?" tanya Karina pelan. "Kita tidak hanya membangun kota. Kita baru saja mengambil alih kendali rantai pasok ekonomi negara ini."
"Aku menyadarinya," jawab Gavin. Ia memegang tangan Karina, merasakan dinginnya cincin kawin di jari istrinya. "Dan itu menakutkan. Ayah benar. Dana Tujuh Pilar itu sangat kuat. Jika jatuh ke tangan yang salah, seperti Julian atau OmniCorp, itu bisa menghancurkan negara."
"Tapi dana itu ada di tangan kita," kata Karina, menatap mata suaminya. "Di tangan mantan pembersih toilet dan mantan manajer yang dipecat. Kita tahu rasanya tidak punya apa-apa, Gavin. Itu yang membuat kita aman memegangnya."
Gavin mengangguk. "Vivian Thorne sudah selesai. OmniCorp menarik diri dari Asia. Julian dalam pelarian. Kita memiliki stabilitas, uang, dan kekuasaan."
"Apakah ini akhirnya?" tanya Karina.
Gavin tersenyum, menggelengkan kepala. "Tidak, karina. Ini baru fondasi. Kota Pilar adalah proyek fisik. Tapi Dharma dan Laksmi menginginkan sesuatu yang lebih abadi. Kemarin, Ayah bicara padaku tentang Aliansi 12 Naga."
"Apa itu?"
"Itu adalah perkumpulan keluarga-keluarga kuno di Asia, seperti Adhitama yang mengendalikan ekonomi di bayang-bayang. Selama ini Adhitama mengisolasi diri. Tapi sekarang, karena kita memegang Dana Tujuh Pilar dan mengalahkan OmniCorp, keluarga-keluarga lain mulai memperhatikan. Mereka ingin bertemu dengan 'Pewaris dan Ratu' baru yang mengalahkan raksasa Barat."
"Undangan baru?" tanya Karina, alisnya terangkat.
"Undangan ke pertemuan tingkat tinggi di Kyoto, bulan depan. Pertemuan yang menentukan siapa yang akan memimpin ekonomi Asia untuk dekade berikutnya," jelas Gavin. "Tantangannya bukan lagi tentang bertahan hidup, Karina. Tantangannya adalah apakah kita siap menjadi Pemimpin Para Naga?"
Karina melihat ke arah lampu kota, lalu kembali menatap Gavin dengan tekad baru. Dia telah menaklukkan mertuanya, klan Adhitama, dan OmniCorp, Kyoto hanyalah panggung berikutnya.
"Siapkan jetnya, Tuan Adhitama," kata Karina tersenyum. "Saya rasa saya butuh gaun baru yang lebih intimidatif untuk bertemu para Naga."