Setelah 14 Tahun Berlalu

"Em, mama cuma nebak aja, Ka. Soalnya penampilan Om Gala ini seperti kenek truk." Entah sudah kebohongan yang keberapa kalinya Karina ucapkan kepada Raka.

"Mama gimana sih? Om Gala keren begini kok dibilang kenek truk." Raka tertawa kecil. "Om Gala itu kan sales motor. Kalau sales baru cocok, soalnya biasanya mereka ganteng-ganteng dan cantik-cantik."

"Oh iya, bener..." Karina kehabisan kata-kata. Sedangkan Gala sudah tak tahan dengan bermacam dugaan dari anaknya itu.

"Em, Raka." Tiba-tiba Gala berbicara.

"Ya, Om."

"Sebenarnya, Om ini bukan sales motor seperti dugaan kamu"

"Terus, apa kerjaan Om?" Raka mengernyit.

"Om punya perusahaan. Perusahaan Om ini bergerak di bidang transportasi dan pariwisata."

"Kaya semacam menyewakan bus untuk piknik? Jadi, Om punya banyak bus begitu?"

Kali ini Gala harus menghela napas dulu sebelum menjelaskan kepada Raka.

"Ya, semacam itu." Gala meletakkan sendoknya karena makanannya sudah habis. "Benar, Om punya beberapa armada, mulai dari bus hingga mobil pribadi untuk disewakan. Tadinya, Om hanya fokus untuk perjalanan wisata saja karena Papa Om, punya usaha yang mencakup di bidang pariwisata juga seperti resort, hotel dan juga penginapan di berbagai tempat pariwisata domestik. Tapi, sekarang, Om sudah tidak fokus pada itu saja. Om juga melayani jasa di berbagai perjalanan."

"Wah, Om hebat." Raka begitu mengagumi Gala. Bertepuk tangan kecil untuk mengapresiasi.

"Bapak ini mau menyombongkan diri? Yakin tidak kalau itu bukan cuma khayalan?" sindir Karina tiba-tiba.

Gala seolah tidak memperdulikan ucapan Karina, tapi Gala menjawab pertanyaan Karina dengan cara berbicara dengan Raka.

"Kalau kamu mau tahu, kapan-kapan Om ajak kamu mengunjungi tempat kerja Om. Jadi kalau kamu menganggap Om kerjanya sebebas ini, bukan karena Om sales motor. Tapi memang kerjaan Om nggak hanya ada di satu tempat saja. Om sering berkeliling untuk mengecek usaha Om ini, tapi Om punya satu kantor pusat di sini."

"Jadi Om ini orang kaya kan? Nggak seperti yang Mama bilang kalau Om ini sopir pribadi?"

Gala tersenyum hangat kepada Raka. "Nanti kalau libur, kamu main sama Om ya, biar kamu tahu yang sebenarnya."

"Tuh kan, Ma. Apa kataku? Om Gala bukan sopir pribadi, dia orang kaya. Dugaan Mama salah." celoteh anak remaja itu.

Karina sendiri hanya bisa mengangguk canggung kepada sang anak karena tak mau berdebat lebih panjang. Lagipula, dia tak peduli. Karina hanya sedikit percaya dengan apa yang Gala katakan, tapi Gala lebih banyak menganggap Gala membual. Jelas-jelas 14 tahun yang lalu, Gala adalah kenek truk. Dan itu yang tertanam dalam mindset Karina sampai sekarang.

"Tapi, sepertinya Om punya ide usaha baru karena pemikiran Mama kamu." Tiba-tiba Gala berbicara lagi.

"Kenapa saya?" tanya Karina sinis. Padahal Gala tak sedang berbicara dengannya.

"Mama kenapa, Om?" Raka pun ikut bingung.

"Karena Mama kamu ngatain Om sebagai kenek truk, sepertinya Om punya ide baru untuk mengadakan armada truk sebagai alat angkut barang." Lelaki itu menyeringai.

"Wah, ide Mama cemerlang sekali." puji Raka dengan tulus.

"Mama kamu ini memang hebat, Raka," Gala ikut menambahi, Tapi, Saat berbicara seperti itu, Gala mengendipkan sebelah matanya penuh arti kepada Karina tanpa sepengetahuan Raka.

Sementara Karina sendiri, sudah menggerutu di dalam hatinya. 'Hebat gundulmu!!'

********

"Apa kamu sudah memikirkan apa yang aku tanyakan kemarin?"

Kali ini, Karina gantian berhadapan dengan Rendra. Lelaki itu baru saja mengantar Raka pulang sekolah karena sekalian ingin berbicara dengan Karina.

"Maaf, Mas. Aku belum sempat memikirkannya. Em, lebih tepatnya, aku mau bicarakan hal ini dulu sama Ibu dan Raka."

Rendra menghela napas kecewa. Tapi, dia pun juga tak berhak marah kepada Karina.

"Baiklah, aku akan tunggu jawaban kamu, Rin. Tapi kumohon, cepatlah! Karena aku udah nggak punya banyak waktu lagi."

"Apa maksudmu, Mas?" Karina mengerutkan keningnya.

"Ibuku akan menjodohkan aku kalau dalam waktu dua bulan ini, aku tidak segera menikah, Rin." ucap Rendra dengan sendu.

"Jadi, ini alasan kamu tiba-tiba mendesak aku, Mas?" Ekspresi Karina pun juga sendu. Wanita itu juga sedikit terkejut karena alasan Rendra. Karina pikir, Ibu Rendra cuma takut jika anaknya akan menjadi perjaka tua. Tapi nyatanya, beliau sudah menyiapkan calo istri untuk anaknya itu.

Rendra hanya bisa mengangguk pasrah. "Maaf, Rin. Mungkin aku terlalu memaksa kamu. Tapi aku benar-benar mencintai kamu. Aku nggak mau melepas kamu dan memilih orang lain."

Karina diambang dilema. Dia bingung harus bagaimana. Jika memang alasannya hanya karena Raka dan Ibunya, sudah pasti mereka akan setuju. Sedangkan soal cinta, Karina dan Rendra pun saling mencintai. Tapi entahlah, Karina seperti tak yakin jika harus berumah tangga dengan Rendra.

"Tolong, Rin. Putuskan secepatnya, agar aku dan Ibuku juga bisa menentukan langkah selanjutnya."

"Baiklah, Mas. Nanti malam, aku akan bicara dengan Ibu dan Raka." putus Karina pada akhirnya. Sebenarnya, itu hanya alibi saja karena yang bermasalah disini justru hati Karina.

Sejak kepulangan Rendra dari tokonya tadi. Karina terus melamun. Dia sedang berpikir keras tentang dampak baik dan buruknya membina rumah tangga dengan Rendra. Tidak semudah itu Karina mengambil keputusan. Karena berumah tangga juga pengalaman pertamanya. Dan jika benar mereka akan menikah, Rendra akan tahu kebenaran soal Raka. Jelas, semua data-data Karina dan Raka sama sekali tak mencantumkan nama suami Karina.

Lantas, apakah Rendra akan menerimanya dengan segala aib itu?

"Ma"

"Eh, iya. Nak." Karina mengerjap karena panggilan Raka. "Kenapa, Raka?"

"Mama melamun?"

"Oh, itu.... Mama cuma ngantuk aja." Karina memaksakan senyumnya.

"Tidur aja, Ma. Biar Raka yang jagain tokonya kalau Mama ngantuk."

Karina tersenyum. "Nggak usah. Kamu belajar aja sana! Mama udah melek lagi nih" Karina membuka matanya lebar-lebar.

"Tapi aku juga udah selesai bikin PR, Ma."

"Ya udah maen sana!" Karina mencari alasan untuk menutupi kegelisahannya itu. Tapi, sedetik kemudian dia ingat sesuatu. "Kamu tadi nyariin Mama kenapa, Ka?"

"Oh iya," Raka pun baru ingat dengan tujuan awalnya. "Rakha mau minta ijin lagi, Ma." cicit Raka sedikit takut.

"Ijin apa, sayang? Mau latihan lagi? Kata Om Rendra nggak ada jadwal latihan hari ini."

"Bukan itu, Ma." Nyali Raka semakin ciut.

"Terus?"

"Besok Minggu, Raka mau diajak Om Gala pergi ke perusahaannya, Ma. Apa Raka boleh pergi?"

Karina menimbang sejenak. Kenapa disaat-saat seperti ini, Gala justru menambah masalah lagi? Apa nggak cukup, orang itu membuat kesulitan untuk Karian terus? Lebih tepatnya, disini Karina lah yang khawatir jika Gala terlalu dekat dengan Raka. Karina takut, Gala sewaktu-waktu akan mengungkap kebenaran soal Raka.

"Baiklah, Nak. Kamu boleh pergi. Tapi Mama punya permintaan yang harus kamu penuhi"