Tiga orang pria bersahabat dengan seorang gadis cantik dari masa bangku SMP hingga mereka dewasa. Persahabatan yang pada akhirnya diwarnai bumbu cinta yang saling terpendam hingga akhirnya sang gadis tersebut hamil dan membuat persahabatan mereka nyaris retak.
Siapa sangka sebenarnya salah satu di antaranya mencintai seorang gadis yang sebenarnya selama ini amat sangat dekat di antara mereka.
Seiring berjalannya waktu, rasa sakit mulai terobati dengan hadirnya si pelipur lara. Hari mulai terasa bermakna namun gangguan tidak terhindarkan. Mampukah mereka meyakinkan hati gadis masing-masing, terutama gadis yang salah satunya memiliki rentang usia bahkan 'dunia' yang berbeda dengan mereka.
SKIP yang tidak suka dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Uji kesabaran ( 3 ).
Bang Arma mengetuk pintu kamarnya usai mandi pagi. Ingin mulutnya ikut diam tapi pakaian seragamnya berada di dalam kamar.
"Buka, ndhuk..!! Abang mau ambil pakaian..!!"
Tak ada jawaban dari Nadia meskipun dirinya sudah mengulangnya sampai lima kali. "Buk.....aa..!!" Teriaknya kemudian lirih karena ternyata pintunya tidak terkunci.
Ia melihat Nadia sedang tidur sambil menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. "Di tuturi bojo iku sing manut.. ora usah marai perkoro..!!"
Nadia sama sekali tidak menanggapi, Bang Arma pun memakai pakaiannya dengan cepat lalu segera berangkat ke kantor sepagi ini. Ia pun tak lagi peduli apakah di meja makan sudah tersedia sarapan atau tidak.
-_-_-_-_-
Kegiatan hari ini begitu padat. Bahkan hari ini rasa perutnya seperti berpuasa seharian penuh.
Adzan maghrib terdengar, Bang Arma membuka tutup botol air mineral nya dan meneguknya hingga tersisa seperdelapan bagian. Melihat masih ada sisa, ia pun mengatur nafas lalu menghabiskan sisanya lalu segera pulang ke rumah.
~
Kening Bang Arma berkerut melihat sarapan paginya untuk Nadia masih tergantung di gagang pintu, ia pun segera masuk ke dalam rumah lewat pintu garasi dan melihat ada nasi goreng plus teh yang sudah dingin. Kemungkinan nasi goreng tersebut ada sejak pagi hari.
'Sepi sekali, Nadia kemana? Kenapa lampunya tidak menyala?'
Bang Arma segera beralih masuk dan menyalakan semua lampu namun hingga ke kamar pun tidak ada sosok Nadia disana. Tak banyak membuang waktu, Nadia mengambil ponsel untuk menghubungi Nadia namun tidak ada jawaban.
"Berani sekali kamu bermain api, Nadia..!!" Bang Arma menyambar kunci mobil dan jaketnya lalu segera pergi.
Tak sulit mencari kemana arah Nadia berada. Bang Arma pun segera tau posisi Nadia. Insting Bang Arma yang tajam tidak akan mudah mengecoh nya begitu saja.
...
Di sebuah club malam, Nadia berjoged di bawah kelap kelip lampu. Beberapa orang mengerumuni dirinya dan Bang Pras mendekapnya dan menjauhkan dari tangan para pria yang hendak berbuat nista.
Melihat pemandangan panas di depan matanya, darah Bang Arma merangkak naik hingga ke ubun-ubun kepala. Ia segera menghampiri Bang Pras dan menarik lengannya.
"B******n juga kamu, Pras..!!"
buugghh...
"Maaf Bang, ini hanya salah paham. Sungguh saya tidak buat apa-apa sampai Nadia tidak sadar begini." Kata Bang Pras panik dan ketakutan.
"Aaahh persetan..!!!!" Bang Arma menyeret kerah pakaian Bang Pras keluar dari club malam. Sebelah lengannya lagi memiting leher Nadia.
:
Baku hantam tidak terhindarkan sampai Bang Prasetyo babak belur di sekujur tubuh.
"Kau apakan istriku??? Kamu cekoki apa sampai Nadia mabuk????" Bentak Bang Arma, hatinya semakin sakit, miris melihat Nadia menghisap rokok dan kembali minum minuman keras.
"Sumpah bukan saya, Bang. Tadi saya ke toilet. Saat kembali.. Nadia sudah seperti ini..!!" Kata Bang Pras mengalihkan pandangan Bang Arma.
"Saya bukan pemain lama, Pras..!! Jangan pernah kamu menipu saya." Cengkeraman tangan Bang Arma semakin erat melingkar di leher Bang Pras.
"Abaang.. panaaass..!! Pahiiiitt..!!" Rengek Nadia meraih lengan Bang Arma yang hendak menghajar lawannya.
"Mati akuuu.. Nadiaaaaa..!!" Bang Arma menghempaskan tubuh Bang Pras lalu merebut botol minuman milik Nadia dan membantingnya kasar. "Siapa yang ajari kamu seperti ini???? Wanita baik-baik tidak akan pernah menyentuh barang seperti ini..!!"
"Nadia mau jadi perempuan cantik, biar Abang nggak selingkuh..!!" Kata Nadia kemudian menarik jaket Bang Arma. Tangannya masuk ke dalam seragam Bang Arma yang belum sempat di ganti.
Bang Arma menepis kasar tangan Nadia lalu mencengkeram erat kedua pipinya. "Awakmu iso di momong bojo opo nggak?? Awakmu kebacut tenan, dek..!!!!" Ucap kasar Bang Arma karena hatinya begitu sakit melihat kelakuan Nadia.
"Baaang..!!!" Lagi-lagi Nadia kembali menyentuh Bang Arma namun kali ini tingkahnya lebih nakal. "Tadi katanya mauuu."
"Mau apa? Mau Abang bungkus sekarang juga????" Suara Bang Arma menggelegar kesal kehilangan kesabaran. "Pulang sekarang..!!!!"
//
"Aduuhh.. Nadia pergi kemana sih?? Angkat donk, Nad.. ini Abangmu, bukan penggemar beratmu..!!!"
"Di jemput saja Bang..!!" Kata Tria saat Bang Angger mencemaskan adik perempuannya.
"Arma pasti sudah ada disana, dia sudah paham lokasi. Kita tunggu saja disini..!! Biar ada yang standby di rumah." Jawab Bang Angger.
...
Malam semakin larut, Bang Arma sudah tiba di rumahnya. Nadia turun dari mobil sampai terjungkal di atas rumput. Secepatnya Bang Arma membuka pintu rumah dan Nadia kembali jatuh namun Bang Arma masih bisa sigap menahan nya.
"Astaghfirullah.. nggak ingat anak kamu ya.!!!!!"
"Anak perempuan ya?? Bagaimana kalau yang lahir anak laki-laki. Galak sepertimu, persis kelakuanmu yang suka marah." Ucap Nadia tanpa sadar.
Nadia melingkarkan kedua lengannya di belakang tengkuk leher Bang Arma. Bang Arma pun menghirup aroma minuman keras yang sangat kental. Tiba-tiba air matanya menggenang membendung air mata.
"Siapa yang mengajarimu jadi seperti ini??? Siapa, Nadiaaaaa..!!!!" Bentak Bang Arma, ia kembali mencengkeram erat pipi Nadia. "Sadar..!!! Cepat sadaar..!!!!!"
"Kamu siapa? Kenapa ganteng amat?" Oceh Nadia kemudian menyambar bibir Bang Arma. "Mau jadi pacarku atau tidak??" Tangan Nadia merajalela dan membuka kancing seragam Bang Arma.
"Sama siapa saja kamu seperti ini, haah???? Mau jadi apa kamu????"
"Jadi istri Bang Armaaa." Jawab polos Nadia. "Ayo, bukaaaa..!!!!" Paksa Nadia.
"Kamu itu mabuk, tapi tau saja barang keramat..!!" Bang Arma menarik Nadia ke belakang rumah lalu mendudukkan istri kecilnya itu di kursi bambu. "Awas kamu ya..!! Kamu sendiri yang mancing oli mesin jadi panas..!!"
:
"Aaaaaa.. ampun Abaaaaang..!!!! Dingiiiin..!!"
"Kapok atau tidak???" Bentak Bang Arma.
"Sama siapa kamu disana?"
"Nadia mau di ajak ngamar sama Bang Pras." Ucap jujur Nadia.
"Terus??? Kamu mengiyakan??" Tanya Bang Arma berang.
Nadia pun mengangguk pelan.
"Kenapa kamu mengiyakan?"
"Mana ada om-om bisa sayang sama Nadia. Buktinya Abang selalu marah sama Nadia. Nadia juga pengen di sayang, Nadia juga tau kalau Abang hanya sayang sama Mbak Riris."
Hati Bang Arma merasa terpukul mendengar jawaban Nadia. Ia tidak habis pikir kenapa Nadia tidak pernah bisa percaya padanya. Bang Arma mengarahkan pandangan mata Nadia agar menatap matanya juga.
"Kapan Abang tidak sayang. Abang pernah memandikan mu, mengganti pakaianmu, menjagamu saat sakit, rela berkelahi menghajar anak-anak yang mengganggu mu. Di hari pertama kamu masuk TK.. Abang yang mengantarmu. Abang juga pernah mengambil rapot SMA mu. Apa itu bukan rasa sayang??" Kata Bang Arma.
Nadia berlinang air mata saat kesadarannya sudah mulai pulih. "Itu hanya rasa sayang antara kakak untuk adiknya. Selamannya Nadia hanya akan menjadi anak-anak di mata Abang."
"Benar..........."
Nadia terisak mendengarnya, ia memalingkan wajahnya berusaha menghalau air mata.
Bang Arma kembali mengarahkan wajah Nadia agar menatapnya, ia menautkan keningnya pada kening Nadia. "Benar, tapi itu dulu. Sekarang perasaan ini sudah berubah, perasaan Abang ini adalah perasaan pria dewasa pada wanita yang sudah membuatnya jatuh hati. Abang sayang, cinta sama Nadia. Apa Abang tidak punya perasaan yang sama untuk Abang?"
"Sejak dulu Nadia suka sama Abang, tapi kenapa sekalipun Abang tidak pernah cemburu sama Nadia." Protes Nadia.
Bang Arma memejamkan matanya sejenak. Kepalanya tiba-tiba pening merasakan polosnya bumil semacam Nadia.
.
.
.
.