Kekasih Ku, Suami Adikku

Saat ini, Ditto, Alena, Raffa dan Dewi tengah berkumpul di ruang tamu. Mereka tengah membicarakan tanggal pernikahan yang akan di adakan oleh Raffa dan Liana.

"bagaimana Nak Raffa? Kapan kau akan menikahi Liana? Ayah harap, kau bisa secepatnya memutuskan hal ini. Karena ayah tidak ingin orang lain mengetahui jika Liana hamil di luar nikah." ucap Ditto.

"aku akan kembali berbicara dengan kedua orang tua ku ayah. Tidak mungkin aku mengambil keputusan ini seorang diri. Dan aku harap, kalian tidak mengundang orang luar untuk saksi pernikahan ku dengan Liana. Karena aku menikahi gadis itu hanya untuk status." jawab Raffa.

"tapi Nak, jika orang-orang tidak mengetahui soal pernikahan Liana, itu percuma. Karena yang ayah ingin, semua orang mengetahui jika kelak perut Liana membesar, mereka akan mengira jika itu anak mu."

Raffa menghembuskan nafasnya kasar. Bagaimana pun juga, Raffa masih ingin bebas memiliki hubungan dengan Alena. Bukankah itu salah satu janji Alena?

"tapi ayah, aku masih ingin menjalin hubungan dengan Alena. Karena aku begitu mencintainya. Aku tidak akan rela meninggalkan Alena."

Ditto terdiam, dia tahu jika Raffa menikahi Liana hanya untuk membebaskan dirinya dari gunjingan semua orang. Dan dia tidak bisa memaksa Raffa untuk mencintai putri bungsunya tersebut.

Dan seharusnya, Ditto bersyukur karena Raffa mau menikahi Liana yang sudah jelas tengah mengandung benih dari pria lain.

"bagaimana jika pernikahan kalian di adakan di sini? Bukankah kau akan tinggal di kota bersama Alena? Dan tidak ada satu pun teman kalian yang akan mengetahui jika kau sudah menikah dengan Lian. Dan, biarkan Lian tinggal di sini bersama kami." ucap Ditto.

Raffa terdiam, dia mencoba menimbang apa yang baru saja Ditto katakan padanya. Dan setelah Raffa berpikir, apa yang Ditto katakan memang cukup masuk akal.

"baiklah, aku akan menikahi Liana di sini. Dan jangan undang terlalu banyak orang."

Ditto tersenyum, dia benar-benar lega saat memiliki solusi untuk masalah yang Liana timbulkan. Meski dia tahu, dia harus mengorbankan salah satu putrinya.

"yasudah, keputusan sudah di buat. aku dan Alena harus segera kembali ke kota. Dan lagi, kedua orang tua ku sudah menelepon ku dan menanyakan kepulangan ku. Hanya saja, bisakah kalian memberi aku waktu berbicara dengan Liana sebelum aku kembali ke kota?"

"tentu saja Raffa, silahkan naik ke kamar Liana." sambung Dewi.

Raffa bangkit dari duduknya. Hanya saja, saat dia hendak melangkah, tiba-tiba saja Alena memegang lembut pergelangan tangannya.

Raffa menunduk, dia menoleh ke arah Alena yang saat ini tengah menatapnya. Dia tahu jika Alena khawatir jika dirinya akan berbuat macam-macam pada Liana.

"ada apa sayang?"

"Raff, apa aku perlu ikut dengan mu?"

"tidak perlu. Sebaiknya, kau berkemas, karena kita akan segera kembali ke kota."

"tapi ..."

"ssttt .. Aku tidak akan melakukan apapun pada adikmu, kau tenang saja."

Alena mengangguk, dengan Raffa yang mulai berlalu dari sisinya. Dewi dan Ditto menatap pada Alena. Dia tahu, sebenarnya, Alena berat memutuskan hal ini. Hanya saja, dia peduli pada Liana dan tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada adik satu-satunya tersebut.

"Nak, maafkan kami yang lagi-lagi harus melukai hati mu." ucap Dewi.

Manik sehitam jelaga milik wanita paruh baya tersebut bahkan sudah terlihat berair.

"ibu.. ibu tidak perlu berkata seperti itu. Aku baik-baik saja Bu, dan lagi, aku melakukan ini semua demi kebaikan keluarga kita."

"tapi, kau bahkan rela kehilangan kekasihmu demi adikmu sendiri."

"Bu, aku tidak kehilangan Raffa. Raffa masih di sisi ku dan mencintaiku. Dan sampai kapan pun akan selalu seperti itu. Ibu jangan khawatir. Paling tidak, Raffa akan bertahan sampai anak yang di kandung Liana lahir."

"apa yang Alena katakan benar Bu. Ayah akan meminta keduanya bercerai saat Liana sudah melahirkan. Dan mereka bisa kembali menjalin hubungan setelah itu."

Dewi akhirnya mengangguk. Mungkin, ini adalah keputusan terbaik yang harus mereka ambil.

Sementara itu, saat ini Raffa sudah berada di kamar Liana. Liana tengah terduduk di atas kasur dengan pandangan yang menunduk. Gadis itupun bahkan tidak berani mengangkat wajahnya hanya untuk menatap Raffa.

"Liana .. Liana .. Bisakah kau tidak berulah sekali saja hmm? Aku sudah bahagia saat mendengar jika kau memiliki kekasih dan akan menikah dengan kekasihmu itu. hanya saja, sepertinya kau terlalu senang mengusik kehidupan ku dengan Alena."

Raffa berdiri di samping ranjang Liana. Pria itu bahkan menatap penuh kebencian pada gadis itu saat ini.

"ingat Liana. Kau jangan senang dulu karena aku menikahi mu. Aku di paksa Alena hanya untuk menyelamatkan harga diri keluargamu. Ingat, jangan sampai kau berulah setelah menikah dengan ku karena sungguh, aku muak melihatmu."

"maafkan aku kak, aku tidak bermaksud merusak hubungan mu dengan kak Alena. Aku sadar, semua ini salahku dan tidak seharusnya kalian terseret kedalam masalah ini."

Raffa tersenyum remeh mendengar kalimat yang baru saja Liana katakan. dan menurut Raffa, kalimat tersebut bahkan terdengar tidak berguna.

"lalu, apa dengan kau berkata demikian, keadaannya akan berubah? Bukankah tidak? tidak ada gunanya Liana. ucapan mu tidak akan pernah di dengar oleh orang lain. Jadi, kau tinggal menuruti apa yang aku katakan. permisi .."

Raffa segera keluar dari kamar Liana. Sungguh, berlama-lama bersama Liana membuat emosi Raffa tidak stabil. Dia ingin sekali mengangkat tangannya pada Liana.

Raffa berjalan kembali menuruni tangga, dan dia melihat Liana yang sudah duduk dengan sebuah koper di sampingnya. Raffa tersenyum pada gadis itu, dan segera berjalan mendekatinya.

"apa semuanya sudah siap?"

"sudah Raff, apa urusan mu sudah selesai?"

"sudah, dan aku tidak melakukan apapun pada adikmu."

Alena tersenyum, dia tahu jika Raffa akan selalu menepati ucapannya. Pria itu tidak pernah berbohong atau mengkhianatinya.

"yasudah ibu, ayah, kami pamit pulang sekarang. karena besok, kami harus kembali bekerja." ucap Alena.

"silahkan Nak, dan sekali lagi, terimakasih untuk apa yang sudah kalian lakukan untuk kami."

"jangan berkata seperti itu ayah, aku benar-benar hanya ingin menyelamatkan nama baik keluarga kita."

Ditto mengangguk, dia segera memeluk putri sulungnya tersebut. Alena benar-benar selalu bersikap dewasa, dan Ditto bangga padanya.

pelukan Alena beralih pada Dewi, dan dewi hanya bisa mengusap lembut punggung sempit putrinya.

"terimakasih sayang, terimakasih untuk semuanya, ibu begitu menyayangimu."

Alena mengangguk, dia menyeka butiran air mata yang keluar membasahi pipinya. sungguh, Alena begitu mencintai keluarganya.

sedangkan Raffa, pria itu pun melakukan apa yang Alena lakukan. Raffa memeluk Ditto dan Dewi bergantian sebelum keluar dari rumah milik Alena tersebut.