NovelToon NovelToon
Meraih Mimpi

Meraih Mimpi

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Keluarga / Persahabatan
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: isha iyarz

" Tapi sekarang kamu jauh dari abang. Siapa yang melindungimu kalo dia kembali merundung? " Arya menghela napas berat. Hatinya diliputi kebimbangan.
" Kalo dia berani main tangan pasti Diza balas, bang! " desis Diza sambil memperhatikan ke satu titik.
" Apa yang dia katakan padamu? " Arya menyugar rambut. Begitu khawatir pada keselamatan adiknya di sana. Diza menghela napas panjang.
" Mengatakan Diza ngga punya orang tua! Dan hidup menumpang pada kakeknya! " ujarnya datar.
" Kamu baik-baik saja? " Arya semakin cemas.
" Itu fakta 'kan, bang? Jadi Diza tak bisa marah! " pungkasnya yang membuat Arya terdiam.
Perjuangan seorang kakak lelaki yang begitu melindungi sang adik dari kejamnya dunia. Bersama berusaha merubah garis hidup tanpa menerabas prinsip kehidupan yang mereka genggam.
Walau luka dan lelah menghalangi jiwa-jiwa bersemangat itu untuk tetap bertahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isha iyarz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30

Udara pagi menembus kulit. Segara merapatkan kedua tangan di pangkuan. Sekitar masih gelap, cahaya lampu masih menerangi teras dan pojok-pojok rumah. Sebuah bayangan muncul dari arah jalan raya. Berbelok memasuki halaman.

Arya mengenakan peci dan sarung, membawa sekantong kue masuk setelah memberi salam. Sedikit terkejut saat melihat Segara yang duduk menikmati kopi di dekat jendela ruang tamu.

" Sudah bangun? Tidurmu nyenyak? " Arya mendekat. Meletakkan kantong diatas meja. Segara mengangguk.

" Kau semakin religius sekarang! " Segara menatap salut pada Arya yang menarik tirai jendela depan. Lelaki yang setahun lebih muda darinya itu hanya terkekeh pelan.

" Bukankah kita belajar bersama waktu di panti? Madrasah milik ustadz Mubas masih ada 'kan? " tukas Arya seraya duduk di kursi panjang di hadapan Segara.

Lelaki itu meraih gelas kopi yang masih mengepulkan uap panas. " Aku tidak begitu tertarik mendalami agama sepertimu! " Segara terlihat acuh. Arya menghela napas panjang.

" Aku harus tahu untuk mendidik Diza. " ujarnya datar. Sarat makna. Dan Segara mengalihkan tatapannya dari wajah Arya. Tak tahan. Ada energi yang tak bisa dia taklukkan dimata lelaki itu. Segara tak ingin mendebat kali ini.

" Mau ikut aku ke toko? " Arya bangkit dari duduknya. Melangkah menuju kamar berganti baju.

" Tentu saja! Kau pikir aku koki yang akan memasakkanmu makanan di rumah, heh? " Segara membawa gelas kopinya ke dapur.

Arya tertawa. Memasukkan juadah basah ke dalam piring dan membuat kopi. Mereka duduk menikmati sarapan pagi itu sambil bercakap-cakap ringan.

" Aku bisa membuatkanmu rumah pribadi, Ar! Cari saja lokasinya. Kau tak harus menumpang seperti ini! " Segara menatap atap dapur dari seng yang terlihat barang lama itu. Arya tersenyum.

" Aku ngga nyangka kamu bisa sekaya itu sekarang. Tapi selama pak Surya tidak mengusir kami biar saja dulu tinggal di sini " Arya menyesap kopinya pelan.

" Sampai kapan? Tunggu anak-anaknya meriung heboh menyuruh pergi? " Segara menatap gusar.

" Mereka tidak seperti itu! " Arya tertawa. " Lagi pula aku bisa pindah ke ruko jika itu terjadi. " Arya bangkit membawa gelas kosong keujung dapur dan mencucinya.

" Ayo, berangkat! " ajaknya sambil menutup jendela dan masuk ke kamar mengambil jaket juga tas pinggang. Segara mengikutinya dari belakang.

" Motor butut ini juga hibah dari bosmu? " Segara melirik bodi motor ketika mereka sudah melaju di jalan raya.

" Bukan. Motor tetangga di toko. Udah rusak, dia males bawa kebengkel terus. Dikasi ke aku. Aku coba aja ganti mesin, servis sana ganti ini itu. Akhirnya bisa dipake. " Arya tertawa lebar. Segara hanya menggeleng.

Bengkel dan rental yang dimiliki Arya berdampingan. Berada dalam deret toko di ujung komplek sebuah perumahan. Posisi strategis karena nyaris di pusat kota kecil itu. Tidak jauh dari sekolah, kantor polisi, bank dan beberapa gedung pemerintahan yang ada di jalan utama.

Bengkel sudah buka. Seorang remaja sedang menyapu area luar ketika mereka tiba. Arya langsung ke rental sebelahnya. Segara ikut masuk. Memperhatikan keadaan toko yang tidak begitu besar namun isinya cukup lengkap.

" Ngga buka fotocopi sekalian, Ar? " Segara menoleh.

" Udah ada diujung. Lagi pula sparepartnya mahal. Kalo ada kerusakan, biaya perbaikan manggilin tukang servisnya kadang ngga sebanding penghasilan dua minggu. " tutur Arya sambil meraih beberapa bundel ketikan yang akan dia selesaikan.

" Kamu tolong kerjakan ini saja! " Arya terkekeh mengulurkan dua map berwarna biru. " Mau diambil hari ini ketikannya " ujarnya sambil menyalakan komputer.

" Wah, sok bossy! " Segara mendumel tapi dia segera duduk menunggu mesin pintar itu booting. Arya duduk ke lantai dan mulai memeriksa kerusakan dua laptop di dalam rak kayu di sebelahnya.

Sesekali mereka berbincang mengisi kekosongan saat berhenti dari aktifitas masing-masing.

*****

Diza menoleh Zeta yang terlelap di sebelahnya. Setelah lelah bertanya bagaimana caranya mereka bisa menemukan Tama. Diza menghela napas panjang. Memejamkan mata. Berpikir, apa yang kira-kira bisa membawanya mendekati lelaki penguasa kota di masanya itu.

Gadis itu menoleh. Kursi belakang bus kosong. Kernet duduk menghitung uang di ujung dekat pintu. Gadis itu beranjak pindah tempat. Kernet dengan kaos biru cerah menoleh.

" Mau turun di mana, dek? " tanyanya ramah. Diza menggeleng.

" Saya mau tanya, Danser itu nama tempat atau jalan? " Diza menggeser duduk ke tengah kursi.

" Danau Seruni. Nama jalan, dek. Eh, ngga usah kesana. Lokasi berbahaya, isinya preman semua. " Kernet memperhatikan Diza dengan serius.

" Tapi alamat teman saya disitu, bang! Cara aman buat kesana gimana? " Diza terlihat antusias. Kernet tampak berpikir sejenak. Sekali lagi memperhatikan Diza.

" Ehm, nanti saya kirim orang buat jemput! Tapi ingat, jangan sampe malam di tempat itu! Kamu terlihat gadis baik-baik! " Kernet tampak khawatir. Diza tersenyum menyampaikan terima kasih.

Bus memasuki terminal ke dua. Walau samar, Diza masih mengingat bahwa perjalananannya diusia lima tahun itu sangat jauh. Entahlah memang jarak atau karena usianya begitu belia untuk perjalanan tanpa orang tua.

Mengisi bahan bakar, singgah makan, untuk kemudian kembali melanjutkan perjalanan. Terminal ketiga, kernet mendekati Diza yang sudah kembali di samping Zeta dan sedang terkantuk-kantuk di tempatnya.

" Ayo, turun! " Kernet menyentuh pundak Diza. Kedua gadis itu tersuruk-suruk mengikuti langkah lebar sang kernet. Hari menjelang sore. Lalu lalang kendaraan dan orang-orang di terminal sangat ramai.

Seorang lelaki kurus dengan rambut sebahu yang dibiarkannya meriap tampak menunggu kedatangan mereka. " Namanya Chon. Dia akan menjemput, menemani dan mengantar kalian kembali ke sini. Hari sudah sore " kernet menatap langit sebentar. " Menginap dulu di penginapan sekitar sini. Besok pagi lanjutkan perjalanan kalian! " kernet itu menatap Diza dan Zeta bergantian.

" Bawa mereka kembali, Chon! " Kernet menepuk keras bahu lelaki dengan celana kebesaran itu. Chon mengangguk acuh. Diza mengulurkan ongkos. Dan menolak ketika kernet hendak mengembalikan sisanya. Dia sangat terbantu dengan sikap kernet ini.

Mereka melihat kepergian lelaki itu kembali ke bus lalu saling menoleh. Chon mengulurkan tangan. Diza mengangkat tangan di dadanya. Chon mengangguk mengerti. " Chon " ujarnya ikut meletakkan tangan di dada.

" Diza. Ini Zeta! " Diza menunjuk gadis dengan sweater hijau mint disebelahnya. Chon mengangguk. Lalu melangkah mendahului. Mereka beriringan menjauhi terminal. Tiba di barisan toko yang hampir separuhnya warung kopi. Di tengah deretan toko terdapat sebuah penginapan dengan nama Murah dibagian atas.

Diza dan Zeta saling berpandangan saat Chon hendak memasuki tempat itu. Diza buru-buru menarik baju Chon agar berhenti. " Bisa antar ke tempat itu langsung? " harap Diza. Chon terkejut.

" Lupa pesan bang Edo tadi? Menginap dulu. Besok kuantar! " tegas Chon.

" Bagaimana, Ze? " Diza meminta pendapat Zeta. " Terserah! " sahut gadis itu malas.

" Kami akan tetap turun nanti malam menuju jalan itu. Terserah ngga mau anter! " Diza melewati Chon yang melotot menuju resepsionis. Zeta menarik sudut bibirnya. Menoleh Chon acuh.

Setelah mendapat nomor kamar, kedua gadis itu segera menaiki tangga sambil menggendong ransel masing-masing. Chon yang merasa diabaikan hanya menatap nanar hingga keduanya menghilang dari pandangannya.

1
Dhedhe
deg²an bacanya ..ikut berimajinasi 🤭🤭
Iza Kalola
wow woww... sport jantung..🫠
Iza Kalola
penuh misteri 🫠
Aisha Lon'yearz
thanks dukungannya, kaka
Iza Kalola
cukup menegangkan dan aku suka cerita yang seperti ini... semangat thor, masih nungguin kelanjutan ceritanya./Determined/
Iza Kalola
keren, semoga makin banyak yg baca karya ini. semangat selalu author/Determined/
Aisha Lon'yearz
makasihhh 😊
Jasmin
lanjut Thor
Jasmin
aku suka, aku suka... gaya bahasa yg enak dan gak bisa di lewatkan per kata 🥰
Jasmin
mantap Thor
Jasmin
Arya 💥
Jasmin
keren Thor ..
Jasmin
keren
Fannya
Aku suka banget ceritanya, terus berinovasi ya thor!
Daina :)
Ditunggu cerita baru selanjutnya ya, thor ❤️
Kieran
Membuat mata berkaca-kaca. 🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!