NovelToon NovelToon
The Killer?

The Killer?

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cherry_15

Sebuah kasus pembunuhan berantai terus saja terjadi di tempat yang selalu sama. Menelan banyak nyawa juga membuat banyak hati terluka kehilangan sosok terkasih. Kasus tersebut menarik perhatian untuk diselidiki. Namun si pelaku lenyap tanpa sebab yang jelas dan justru menambah kekhawatiran penyelidik. Kasus ini menjadi semakin rumit dan harus segera dipecahkan!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Dare of Dare

...PERINGATAN...

...Chapter ini mengandung sedikit adegan dewasa tingkat ringan. Untuk pembaca dimohon kebijakannya dalam membaca. Terimakasih, selamat menikmati…...

...***...

Bragh! Meja digebrak dengan keras oleh tangan kekar yang mengepal. Dapat ku lihat sekunjur tubuh pria yang melukai tangannya sendiri dengan menggebrak meja itu bergetar, urat-urat mulai timbul di lehernya, giginya mengretak. Sungguh, sosok pria yang biasanya tak berekspresi kali ini terlihat mengerikan bagai binatang buas yang sedang mengamuk. Sepertinya dia geram dengan hal yang ku katakan sebelumnya, entah dimana salahku.

“Kemarin kau pergi begitu saja membuatku kewelahan melayani banyak pelanggan seharian, dan sekarang kau ingin meminta ijin libur!? Kau ini tidak niat kerja ya!?” Aumannya dengan sangat mengerikan. Baru kali ini aku melihatnya amat marah, padahal dulu dia selalu menawari ku untuk izin bekerja jika aku sakit.

“Tapi Leo, hari ini aku ada urusan penting. Ini demi membersihkan nama baik kita dan membuktikan bahwa kita bukan pelaku dari kasus pelanggan keracunan itu. Jika kamu lelah, sebaiknya istirahat saja. Biarlah kita tutup dulu sehari,” aku mencoba membujuknya agar memberi izin libur.

“Kau gila ya!? Kita baru buka selama satu bulan, Picho. Dan baru beberapa hari lalu kedai ini tutup! Jika jadwal buka kedai kita tidak konsisten, bagaimana bisa pelanggan percaya sama kita? Bagaimana jika ada pelanggan yang tidak datang lagi karena kita sering tutup!? Cobalah fikirkan sampai ke sana!”

Aku terdiam sejenak, mencerna setiap sastra yang Leo lontarkan. Yang dikatakan Leo ada benarnya juga. Kami tidak boleh terlalu sering menerbangkalaikan kedai ini. Apalagi kami baru saja buka bulan lalu. Jika kinerja kami sudah tidak maksimal, kami bisa saja kehilangan pelanggan setia.

Tapi janjiku dengan Arron atau Julian ini tidak bisa ditunda, mengingat bahwa pria pemabuk itu adalah detektif yang sibuk, juga kekhawatiranku bahwa dia akan semakin tidak percaya padaku karena aku mengulur waktu dan terkesan mencari alasan untuk lari. Apa yang harus kulakukan agar kondisi kedai dan nama baikku bisa terselamatkan?

Aku menghela nafas pasrah sebelum menyuarakan isi fikiranku “Begini saja, bagaimana jika kita bikin jadwal kerja agar tidak sama-sama lelah? Kau ambil jadwal dari pagi hingga siang, dan aku melanjutkannya hingga malam? Waktu kosong bisa digunakan untuk beristirahat atau berkegiatan diluar kedai. Apakah jika seperti itu masih ada pihak yang dirugikan?”

“Kau ingin menghapus waktu kebersamaan kita, Picho? Sudah bosan kau memasak bersamaku?”

“Baiklah, khusus hari ini saja! Aku janji nanti siang akan datang untuk ambil jadwal hingga malam, hari ini saja, ku mohon beri aku izin untuk pergi ke psikolog sebentar bersama Arron! Dia mengancam akan melaporkan kita ke polisi jika aku tak menerima tantangannya,” aku terus berusaha memohon perizinan dari Leo. Aku paham yang Leo rasakan saat ini, aku bisa merasakannya dengan jelas. Tapi dalam kondisi darurat seperti ini untuk sementara ada yang harus dikorbankan. Ku harap Leo mengerti.

Kali ini Leo yang menghela nafas pasrah sebelum membuka suara “Baiklah jika keadaannya sedarurat itu. Silahkan, bersihkan nama baik kita dan kembali lagi kemari setelahnya. Masa depan kita ada di tanganmu, Picho. Aku percayakan segalanya padamu.”

Aku tersenyum manis sambil mengangguk yakin. Ruang dadaku dipenuhi oleh tekad yang membara. Aku sudah banyak merepotkan Leo dengan cara terlalu sering izin kerja, takkan ku biarkan rasa kecewa menghadiri hati sahabatku sebagai sebuah buah tangan hasil tangkapanku. Aku harus bisa meluruskan kesalahpahaman publik terhadap kami, dengan cara apapun!

...***...

Bragh! “Tidak mungkin!” Amuk Julian sambil menggebrak meja. “Anda pasti salah mendiagnosa hasil pemeriksaannya!” Lanjutnya tidak puas dengan hasil yang diberikan psikolog pada kami. Yah, aku juga terkejut sih dengan hasilnya, tapi tak perlu sampai mengamuk begitu kan?

“Mohon anda tenang dulu, pak Arron. Saya tidak salah memutuskan hasil. Hasil pemeriksaan memang menunjukkan bahwa tidak ada satupun yang terkena delusi dari anda berdua,” ujar si psikolog yang sempat mengadakan pemeriksaan terhadap kami. Periksa keadaan mental ke psikolog sangatlah mahal, namun karena kemarin aku telah mentraktir Julian sekarang ia lah yang membayar semuanya.

“Tapi bagaimana bisa anda mendapatkan hasil yang sama dari sudut pandang yang berbeda?” Julian mewakili niatku untuk menanyakan hal yang paling membuatku terkejut.

“Saya punya penjelasan tersendiri yang sebaiknya tidak diberitahu. Tapi intinya, pak Arron tidak sedang dalam pengaruh mabuk saat menyaksikan keanehan malam itu, walaupun anda minum banyak alkohol. Pak Picho juga tidak berdelusi dengan apa yang selama ini ia lihat. Anda berdua tidak salah,” jawab psikolog itu yang justru malah semakin menambah pertanyaan dalam benak kami.

Pemikiranku sama dengan apa yang Julian tanyakan pada sang psikolog. Sudut pandang kami berbeda, aku bisa melihat Taira sedangkan Julian tidak. Lantas mengapa hasil pemeriksaannya sama-sama tidak ada yang salah lihat? Tidak ada yang terkena delusi di sini?

Lalu mengapa aku bisa melihat hal yang tak bisa Julian lihat? Apakah Taira bukan manusia dan aku melihatnya karena aku mempunyai kemampuan atau yang biasa disebut dengan indigo? Tapi aku bisa merasakan sentuhannya dengan jelas, dan sesekali aku mampu mendengar suara detak jantungnya. Taira jelas berbeda dengan arwah-arwah itu! Lalu sebenarnya makhluk seperti apa Taira itu?

“Ijin bertanya sebelumnya… Jika saya bisa melihat bahkan berbincang dengan Taira sedangkan kak Arron tidak bisa melihatnya, berarti hanya satu sudut pandang saja yang berbeda dengan saya. Di sini saya hanya ingin memastikan, apakah anda juga pernah bertemu dengan gadis yang bernama Taira sebelumnya? Mungkin beliau pernah kemari untuk bertanya tentang psikologis pembunuh dan cara untuk menangkapnya?” Tanyaku dengan sopan kepada psikolog yang memeriksa kami berdua.

Saat ini, hanya kemungkinan itu yang ada di benakku tentang sebab si psikolog tidak menyalahkan sudut pandang manapun. Mungkin dia juga adalah seseorang yang memiliki kemampuan sepertiku, atau mungkin Taira pernah menampakkan wujudnya dihadapan psikolog ini? Mungkin saja Taira hanya memperlihatkan wujudnya pada orang-orang khusus yang menurutnya penting untuk diajak diskusi tentang kasus ini.

“Pak Picho sebelumnya pernah bilang bahwa tujuan Taira memburu pembunuh berantai tersebut adalah karena kakaknya telah dibunuh, bukankah begitu?” Tanya sang psikolog dengan santun, memastikan kembali percakapan yang telah kami lalui di sesi pemeriksaan personal beberapa jam lalu. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan pelan, karena memang kami sempat membahas itu tadi.

Sang psikolog tersenyum ramah sebelum melanjutkan kalimatnya “Gadis itu sempat kemari beberapa kali untuk menanyakan tentang karakteristik pembunuh dan cara mereka menyembunyikan buktinya, ia juga sering menceritakan tentang anda sebagai rekan yang membantunya mencari pembunuh tersebut.”

“Lalu mengapa aku yang tak bisa melihatnya juga dibilang normal? Logikanya jika lebih dari satu orang yang bisa melihatnya sedangkan aku tidak, berarti ada yang tak beres denganku dong?” Tanya Julian, lagi-lagi mewakili pertanyaan di dalam benakku.

“Pak Arron memang tidak salah lihat, malam itu Taira memang tidak memperlihatkan wujudnya pada anda. Namun terkait alasan lengkap dibalik keanehan ini, saya tidak bisa menyampaikannya sebab gadis itu meminta saya untuk merahasiakannya. Saya hanya bisa menyampaikan pada anda sekalian bahwa tidak semua hal yang terjadi di dunia ini bisa diterima oleh logika, terkadang seseorang harus menerima keadaan dengan perasaan dan kepercayaannya sendiri,” jawab sang psikolog yang tidak memberikan jawaban namun memberikan petuah yang aku sendiri belum mengerti apa maksudnya.

“Jika sudah tidak ada lagi yang ingin kalian tanyakan, saya pamit undur diri. Saya memiliki janji temu lagi dengan pasien lain,” lanjutnya sambil merapihkan beberapa berkas dihadapannya. Aku dan Julian hanya bisa saling melempar lirikan heran.

Menyadari bahwa psikolog itu sedang mengusir kami secara halus, aku dan Julian sepakat tanpa berdiskusi untuk keluar dari ruangan tersebut dan mencari tempat lain untuk berdiskusi secara berkelanjutan. Toh hari masih menunjukkan pukul sembilan pagi, aku masih memiliki banyak waktu untuk berbincang dengan Julian sebelum kembali bekerja di kedai siang nanti. Mengingat aku hanya diberi ijin setengah hari oleh Leo pagi tadi.

...***...

“Yah… hasilnya tidak ada yang salah lihat! Lalu bagaimana cara menentukan pemenang dari game ini?” Gerutu Julian tak puas dengan hasil pemeriksaan psikolog tadi, ia menendang kaleng kosong yang ada disekitarnya sembari sesekali menjilat ice cream cokelat yang ia beli setelah keluar dari ruang psikolog.

Aku menatap hangat ke arahnya sambil sesekali meminum susu kotak yang juga ku beli tak jauh dari tempat Julian membeli ice cream tadi, lalu berkata “Ini kan game yang kau ciptakan sendiri, jadi terserah padamu ingin mengambil keputusan seperti apa.”

“Tak bisa seperti itu dong! Tak adil jika aku seenaknya saja menentukan siapa pemenang dari game ini! Aku tak mau bermain curang!” Protesnya.

“Jika begitu, kita perlu satu orang lagi untuk menjadi juri yang adil ga sih?” Tanyaku sedikit memberi usul.

“Kalau bisa jurinya jangan orang yang kita kenal agar tidak memihak,” timpal Julian menambahkan usul dariku.

“Orang asing yang asal kita temui di jalan maksudmu?” Tanyaku. Tak lama kemudian ada perempuan yang bentuk tubuhnya cukup indah melintas di hadapanku dan juga Julian.

“Eh mbak, mbak, mbak, mbak, mbak! Maaf, boleh kami minta waktunya sebentar?” Spontan Julian memanggil perempuan itu berulang kali sambil menarik lengannya. Gadis itu menghentikan langkahnya sejenak lalu menghadap ke arah kami.

“Ada apa ya kak?” Tanya wanita tersebut.

“Itu, maaf… hmmm… tapi anda tipe saya banget. Boleh minta kontak ponselnya kah?” Jawab Julian yang malah semakin membuat perempuan itu bingung dan ketakutan.

Spontan aku memukul pelan kepala pria berandal yang ada dihadapanku ini dengan harapan fikiran liarnya segera sirna, lalu aku berkata “Bodoh! Bukan itu yang harusnya kau sampaikan padanya! Sepertinya kau harus mengurangi alkohol agar otakmu menjadi lebih jernih!”

“Justru aku begini karena belum minum alkohol hari ini!” Sentaknya mencoba membenarkan diri. “Hmm… maaf nona, tadi saya tidak fokus. Bukan itu yang ingin saya sampaikan sebenarnya,” lanjutnya memberikan klarifikasi pada perempuan itu.

“Baik, apa yang bisa saya bantu?” Tanya perempuan itu, untung dia tidak lari karena takut dengan rayuan Julian.

“Kami sedang bermain game dan membutuhkan juri untuk menentukan siapa pemenangnya,” jawabku dengan santun dan ramah sambil tersenyum manis pada wanita itu.

“Begini permainannya…” Julian mulai menceritakan seluruh kisah tentang game ini hingga menjelaskan tentang hasil aneh dari pemeriksaan psikolog tadi.

“Jika seperti ini hasilnya, lalu siapa yang sebaiknya dianggap sebagai pemenang?” Tanyaku setelah Julian menyelesaikan penjelasannya. Gadis itu mencoba mencerna setiap hal yang kami uraikan lalu mempertimbangkan jawabannya dengan serius.

“Poin inti dari game-nya kan untuk mencari bukti apakah kak Picho berpotensi untuk membunuh orang tanpa sadar atau tidak. Meskipun kalian berdua sama-sama tidak salah lihat dan tidak sedang berdelusi, artinya kak Picho tetap tidak bisa disalahkan dong? Karena sosok yang ia lihat bukanlah pengaruh delusi dan psikolog juga pernah melihat sosok yang sama, jadi kak Picho terbukti tidak memiliki potensi untuk membunuh tanpa ia sadari,” jawab gadis itu panjang lebar menjelaskan sudut pandangnya.

“Jadi penenangnya adalah Picho?” Tanya Julian. Wanita itu mengangguk.

“Tapi itu hanya sudut pandangku loh ya. Karena game ini menyangkut kasus yang serius, menurutku jangan terburu-buru menentukan hasil, sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk membuktikan kebenarannya secara adil,” saran dari gadis itu sebelum berpamitan dan akhirnya pergi dari pandangan kami.

Aku dan Julian lagi-lagi saling melempar pandangan heran setelah wanita itu pergi. Sedikit mencerna setiap perkataannya dan mengasumsikannya dalam benak masing-masing. Secara garis besar gadis itu bilang bahwa aku terbukti tidak bersalah, namun ia juga menyarankan untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut sebelum mengambil keputusan dari kasus yang rumit ini. Menambah pertanyaan dalam kepalaku yang mulai penat ini.

“Jadi bagaimana?” Tanyaku pada Julian.

“Untuk sementara aku anggap kau yang menang dan bebas dari tuduhan, tapi kau tetap masih dalam pengawasan ku untuk jaga-jaga jika ada hal yang tak diinginkan terjadi. Tenang, aku tidak akan melaporkanmu pada pimpinan polisi kok. Setidaknya tidak sampai aku menemukan bukti yang jelas bahwa kaulah pembunuhnya,” jawab Julian masih belum bisa melepaskan ku dari kecurigaannya walau sudah mengakui bahwa aku menang.

Senyumanku kembang kempis, bingung mau senang atau kesal dengan keputusannya. Di satu sisi aku lega karena sudah diakui sebagai pemenang game ini, namun disisi lain aku juga kesal karena Julian masih mewaspadai ku. Sejujurnya aku juga ragu sih apakah aku sempat membunuh seseorang tanpa sadar atau tidak, namun sebelum ditemukan bukti yang jelas aku tidak boleh sembarangan memutuskan, kan?

1
Amelia
waduh bahaya enggak tuh 😰😰
Amelia
salam kenal ❤️🙏 semangat terus
Cherry: Salam kenal juga, Terimakasih, kamu juga semangat 🥰
total 1 replies
Husna Alifah
akhirnya author update, udh ditunggu tunggu.. btw happy birthday ya thor 🥳🥳🥳
Cherry: Makasih 🥰
total 1 replies
Husna Alifah
senang nya dpt kabar dah mau update, di tunggu ya thoor🥳
Cherry: Makasih masih mau nungguin Author yang ga konsisten ini huwuuh… 😭🙏🏻
total 1 replies
Mpit
bilang aja pemiliknya itu gk mau bayar karyawan nya ahahah
Cherry: Bisa jadi 😁😂
total 1 replies
Mpit
Iyah ayolah,, MC jngn naif/Sweat/
Mpit: rada" wkwk
Cherry: Naif kah dia?
total 2 replies
Mpit
ga tau knp, gw ngerasa Phico punya kepribadian ganda,, nebak doang 🗿
Cherry: Hayo, Picho jenis orang seperti apa? 😄
total 1 replies
Mpit
selagi enak ya gaskennn🗿
Cherry: Tim penyuka pedas, gaskeun 🤩
total 1 replies
Mpit
loh,, gak telpon polisi/manggil warga sekitar gitu?? :(
Cherry: Namanya orang panik, mana kepikiran ke situ? 😁
total 1 replies
Mpit
kan emang jatoh dari sepeda :v ga salah sih
Cherry: Ga salah kan? Hehe 😁
total 1 replies
Mpit
bisa disebut "gadis kecil" aj sih haha
Cherry: Hehe, memang kecil dan mungil sih dia
total 1 replies
Mpit
daripada koma, lanjut dialog,, lebih enak dibacanya klo ditulis dialog, lanjutannya di bawah aja
Cherry: Terimakasih atas sarannya kakak, akan ku jadikan pelajaran di karya-karya berikutnya. 😊🙏🏻
total 1 replies
Mpit
dijadiin bakso enak tuh daging
Cherry: Kalau jual bakso daging manusia, ada yang mau beli ga ya? 😂
total 1 replies
Mpit
Hooo ku kira cewek wkwk

tipe cowok gondrong, kah? /Hey/
Cherry: Hehe, aku emang suka cowok gondrong 😁
total 1 replies
Husna Alifah
huhuu, di tunggu kelanjutannya thorr
Husna Alifah: ehehe, iya maaf ya thor, lama udah ga baca, karena terlalu sibuk 🙏🏻
Cherry: Eh? Kamu masih baca karyaku? Yaampun! Aku rindu banget, udah beberapa hari tak tinggalkan jejak di sini, huhu… 😭 Makasih masih setia menunggu 😊🙏🏻
total 2 replies
Husna Alifah
gapapa thor, tetap semangat yahh
Cherry: Siap, makasih 🥰🙏🏻
total 1 replies
Husna Alifah
aku Thaira thoor...
Cherry: Ok Ok, kita coba tunggu komen dari yang lain ya… kalau belum ada yang komen lagi sampe besok, aku bakal coba bikin Picho sama Taira, hehe. Makasih dah komen
total 1 replies
Husna Alifah
terus up thor.. sedih bngt sama episode ini TwT
Cherry: Besok up lagi. Sedihnya ini episode malah kejadian beneran sama dunia nyataku. Mirip tapi ga persis. #malah curhat /plak/ 😂
total 1 replies
Husna Alifah
update terus thor.. ga sabar kelanjutannya
Cherry: Terimakasih… Jangan bosen baca ceritaku ya 🥰🙏🏻
total 1 replies
Anita Jenius
Lanjut baca dulu
Cherry: Ok, selamat membaca 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!