The Killer?

The Killer?

01. Bisikan Misterius

“Tolong kami!”, “Sakit! Hentikan!”, “Jangan siksa kami di sini!”, “Ayah, Ibu, aku takut… Aku rindu kalian, aku ingin pulang!”, “Jauhkan pisau itu!”, “Perutku! Aku sedang mengandung, tolong berhenti merobeknya, kya!”, “Argh, sakit! Rahangku terkoyak, hentikan!”, “Apa salah kami, tuan? Mengapa anda kejam sekali menyiksa kami dengan cara yang tidak manusiawi? Lepaskan kami! Biarkan kami pulang!”, “Siapapun, tolong selamatkan kami!”

Engh…? Suara itu lagi? Dengan bulir yang mengalir dari mata sembabku lagi? Mengapa setiap malamku harus dipenuhi dengan mimpi buruk? Siapa mereka? Mengapa aku selalu saja mendengar suara mereka? Apa mereka sedang meminta pertolongan? Padaku? Mengapa harus aku? Memang apa yang bisa aku lakukan untuk membantu mereka? Memuakkan! Semakin ku fikirkan segala keanehan tersebut, hanya akan menambah pening dalam kepalaku.

Aku selalu terbangun dengan rasa sakit di kepala, juga air mata yang entah mengapa mengalir pelan di pipi tanpa disadari. Menyedihkan memang, harus mendengarkan bisikan-bisikan penuh kesakitan entah dari siapa. Dan anehnya, aku bisa merasakan penderitaan mereka yang mendalam. Rasa sakitnya tercabik-cabik, rindu akan keluarga, juga rasa takut akan mati di suatu tempat yang dingin dan gelap. Semua ini menyiksaku!

Tapi aku tidak boleh larut dalam kesedihan orang lain, bukan? Apalagi orang-orang yang sama sekali tidak ku kenal nama dan tempat tinggalnya. Sebaiknya aku fokus membahagiakan orang-orang di sekitarku saja, karena merekalah yang paling terjangkau untuk kubantu. Yup! Sebaik-baiknya manusia, adalah yang bisa berguna bagi makhluk hidup di sekelilingnya! Setidaknya itulah yang aku pahami dalam hidup ini. Dan aku adalah salah satu orang yang selalu berusaha untuk melakukan itu sebaik mungkin pada orang-orang di sekitarku.

Itulah yang membuatku memutuskan untuk tidak terlalu menghiraukan rangkaian mimpi buruk disetiap malam, dan fokus pada keseharianku dari pagi hari hingga malam kembali. Setelah menghapus air mataku dan menenangkan diri, aku beranjak dari ranjang kecil tuaku untuk merapihkannya. Setelah itu melangkah menuju kamar mandi kecil sederhana untuk membasuh wajah, membersihkan gigi, juga merapihkan rambutku yang hitam panjang sebahu dengan menyisirnya. Tak lupa mengikat sedikit poniku yang sudah menghalangi pemandangan. Netra cokelatku menangkap pantulan pria dalam cermin, dengan tahi lalat kecil di pipi sebelah kirinya sebagai pemanis.

“Ok, sudah tampan!” Pujiku pada diriku sendiri yang berada di cermin, sambil menyiapkan senyuman termanisku. Tersenyum adalah cara yang paling mudah untuk menebar kebahagiaan pada lingkungan sekitar, aku suka sekali melihat orang yang ikut tersenyum ketika melihat senyumanku.

Kaki panjangku kembali menuntun menuju kamar minimalis, telapak tanganku yang besar bergerak mengambil seragam yang sudah tergantung di pintu lemari kayu tua yang sudah lusuh namun masih nampak indah dalam pandanganku. Ku siapkan satu porsi sandwich dengan potongan beef dan sayuran juga slice cheesse diatasnya, tak lupa secangkir susu murni segar di atas meja kayu kecil yang sudah satu paket dengan kursinya, untuk sarapan singkatku. Dengan nikmat dan penuh rasa syukur, kulahap makanan sederhana yang telah kubuat hingga habis.

Seusai sarapan, aku berpamitan dengan dua bingkai foto yang melukiskan wajah orang tuaku didalamnya, lalu berangkat mengenakan sepeda menuju tempat kerja. Yeah, orang tuaku telah tiada, mereka wafat akibat pembunuhan di masa kecilku, hingga kini aku belum bisa menemukan siapa pembunuhnya. Sejak kepergian kedua orang yang ku sayangi, aku hidup sendirian di rumah kecil yang terbuat dari kayu ini.

Tak ingin tenggelam dalam kenangan pahit, aku kembali tersenyum manis pada setiap orang yang ku jumpai di sepanjang perjalanan. Ku nikmati indahnya perkebunan di sebelah kiriku juga jernihnya sungai di sebelah kananku, tak lupa juga ku pandang pegnungan jauh di depanku yang mengitari kebun juga sungai di sekitar. Selang 15 menit aku mendayuh pedal sepeda, terhenti lah roda yang terus berputar itu di depan kedai sederhana namun bernuansa hangat dan nyaman. Itulah tempatku bekerja sebagai koki.

Aku bahagia bekerja di kedai ini. Selain memiliki rekan kerja yang menyenangkan, memasak untuk mengisi perut orang-orang yang kelaparan juga membuatku merasa berguna. Seperti yang ku katakana diawal, kebahagiaanku adalah ketika aku bisa berguna bagi makhluk hidup di sekitarku. Dan menjadi koki adalah salah satu caraku berguna bagi kehidupan banyak orang.

...***...

“Selamat pagi, Picho!” Sapa seorang pria dari belakangku dengan suara keras, membuatku terkejut dan spontan berbalik sambil menodongkan pisau daging yang sedang kuasah ke arahnya, dengan posisi kuda-kuda sempurna layaknya siap perang. Sesaat setelahnya, aku menyadari bahwa yang menyapa adalah teman dekatku. Aku mulai kembali mengambil posisi berdiri biasa dengan kedua tangan yang kuletakan di sebelah pinggul.

“Astaga, Leo! Bikin kaget saja kau! Untung tak ku bunuh beneran,” keluh ku lemas sambil memutar bola mata malas dan mengelus dadaku menahan emosi.

“Santai bro! Seram sekali respon kagetmu, aku masih ingin hidup! Seperti biasa kau selalu datang paling pagi ya… Aku jadi iri,” ucapnyanya dengan santai, sambil mulai mengecek stok bahan makanan di kulkas juga rak bumbu. Seperti tidak sedang takut mati atau merasa iri, fikir ku.

“Kau juga kan orang kedua yang datang paling pagi kemari. Tak perlu iri begitu, kita sampai kedai ini hampir bisa dibilang bersamaan,” bujukku ramah sambil tersenyum manis, agar tidak membuatnya iri lagi, walaupun aku sendiri ragu apakah pria tanpa ekspresi ini benar merasa iri atau tidak.

“Terimakasih sudah berusaha menghiburku, Cho. Omong-omong soal ‘bunuh’ yang tadi sempat kau sebutkan—,”

“Ayolah, aku hanya bercanda! Kau tidak menganggapku serius kan?”

“Aku tahu, tapi bukan itu yang ingin ku katakan. Kau hanya mengingatkanku pada kasus pembunuhan berantai yang belakangan ini sedang ramai dibicarakan,” terang Leo dengan tenang, membuat kedua alisku menyatu karena tak mengerti dengan apa yang sedang ia bicarakan.

“Pembunuhan berantai?” Tanyaku. Kali ini Leo menunjukkan ekspresi, terbelalak bingung menatapku.

“Kau tidak tahu!?” Ia malah menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lagi. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan dengan polosnya. Leo menepuk keningnya sendiri lalu berkata “Yaampun, Picho! Kau ini tak pernah mengikuti berita ya!?”

“Di rumahku tak ada TV, kau tahu kan?” Jawabku, mencoba memberikan alasan.

“Sudahlah! Beritanya sudah lama beredar, sejak satu bulan yang lalu sering kali ditemukan korban pembunuhan yang tubuhnya sudah tak berbentuk lagi, seolah dimutilasi dan dicincang oleh pisau daging di gunung dekat kedai ini. Pihak kepolisian sudah mulai mencari tahu tentang kasus ini, namun belum menemukan pelakunya,” Leo menjelaskan dengan wajahnya yang kembali tak berekspresi, namun anehnya itu justru membuatku semakin merinding dan takut.

Aku hanya terdiam mematung mendengarkan cerita kawan dekatku ini, peluh dingin mulai terasa mengalir dari pelipisku, seketika aku hanyut dalam lamunan. Kejam sekali pembunuh itu! Membuat tubuh korbannya hancur tak berbentuk? Aku bahkan heran apa dia masih bisa disebut sebagai manusia atau tidak? Tunggu, apa? Bulan lalu? Itu kan… Tepat saat aku mendengarkan suara-suara aneh!

“Jauhkan pisau itu!”, “Perutku! Aku sedang mengandung, tolong berhenti merobeknya, kya!”, “Argh, sakit! Rahangku terkoyak, hentikan!”

Degh! Suara-suara mengerikan itu bergema lagi di relung kepalaku, membuat degup jantungku tak beraturan, rasanya seperti pasokan udara semakin menipis, sesak sekali! Kepalaku sakit, kali ini lebih parah dari yang tadi pagi. Tak mempedulikan reaksi khawatir dari pria dihadapanku, tak mendengar suaranya juga yang sedari tadi memanggil namaku, pandanganku buram dan mulai gelap. Tanpa sadar aku menggebrak meja yang ada dihadapanku, membuat Leo semakin terkejut dan khawatir.

“Pisau, mengoyak, dingin dan gelap, ingin pulang, sakit,” lidahku menari mengatakan hal-hal diluar kendali, tubuhku gemetar, dan mungkin saja wajahku telah memucat sedari tadi.

“Picho? Kau sakit? Ingin pulang saja? Biar ku buatkan surat izin sakit pada pemilik kedai ini jika perlu. Urusan dapur, percayakan saja padaku,” tanya Leo bertubi-tubi sambil menempelkan punggung telapak tangannya pada keningku, juga menawari beberapa bantuan padaku.

Aku yang tersadar saat keningnya disentuh, seketika kembali mengendalikan ekspresiku agar selalu tersenyum manis dan ramah. Aku menggelengkan kepalaku lalu berkata “Tidak, aku hanya tak habis fikir saja, kejam sekali pelaku pembunuhan berantai itu. Para korban pasti sangat merasa kesakitan dan dingin disiksa di gunung yang gelap,” dengan harapan Leo tidak terlalu mengkhawatirkanku lagi.

“Picho, aku tahu persis sikapmu yang selalu ingin terlibat dalam kesulitan orang lain dan berperan sebagai pahlawan. Tapi ku rasa dalam kasus ini, kau tak punya kuasa apapun untuk membantu, jadi ku harap kau tak perlu nekad untuk—,”

“Jika aku berhasil menangkap pelakunya, takkan ku biarkan dia hidup dengan bahagia setelah melenyapkan banyak nyawa!” Seruku dengan yakin, tanpa menghiraukan saran dari Leo.

Leo sempat terbelalak menatapku tanpa suara, sedikit memijat pelipisnya, lalu buka suara mengatakan “Aku menyesal telah bercerita soal kasus ini padamu,” sambil menghela nafas pasrah.

Tak ada lagi percakapan antara aku dan Leo setelahnya, karena sudah jam buka kedai dan seperti biasa kedai ini ramai pengunjung. Aku dan Leo fokus pada pekerjaan masing-masing di dapur, untuk menyajikan hidangan terenak bagi para pelanggan setia, serta pelanggan yang baru saja mencoba mampir kemari.

Aku harus bersikap professional dalam pekerjaanku dan melayani pembeli dengan wajah penuh senyuman manis yang ramah, tak sedikit juga dari pelangan perempuan yang terbawa perasaan olehku, aku tampan dan cocok dijadikan suami idaman kata mereka. Ada-ada saja perilaku pengunjung kedai ini, hal itu membuatku semakin bersemangat dalam pekerjaanku.

Sesekali, saat aku sedang berurusan dengan pisau daging untuk mencincang beberapa bahan makanan, aku teringat pada cerita Leo tadi pagi tentang korban pembunuhan berantai. Anehnya, kasus pembunuhan itu mirip dengan suara yang memohon pertolonganku setiap malam. Mereka kesakitan dan tersiksa karena tubuhnya tercabik-cabik oleh pisau.

Mengingat hal tersebut membuatku bertanya-tanya, apa maksud dari suara bisikan aneh itu? Dan mengapa bisikan itu muncul bertepatan pada kasus pembunuhan berantai? Mungkinkah mereka adalah korban-korban yang tak rela dibunuh dengan sadis? Apa mereka memintaku menghentikan kasus ini? Omong kosong! Apa juga hal yang bisa kulakukan untuk membantu mereka!?

Benar yang dikatakan Leo, aku tak punya kuasa untuk membantu! Biar kuserahkan saja kasus ini pada pihak yang berwajib. Dengan fikiran seperti itu, aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkan tentang kasus ini, dan tetap fokus pada pekerjaan juga keseharianku yang menyenangkan.

Terpopuler

Comments

Amelia

Amelia

salam kenal ❤️🙏 semangat terus

2024-05-17

1

Mpit

Mpit

daripada koma, lanjut dialog,, lebih enak dibacanya klo ditulis dialog, lanjutannya di bawah aja

2024-04-27

1

Mpit

Mpit

dijadiin bakso enak tuh daging

2024-04-27

1

lihat semua
Episodes
1 01. Bisikan Misterius
2 02. Penampakan Misterius
3 03. Sedikit Interogasi
4 04. Informasi Buntu
5 05. Mencoba Melupakan
6 06. Tragedi Baru
7 07. Mencari Jawaban
8 08. Misteri Baru
9 09. Arwah Nakal!
10 10. Keraguan Polisi
11 11. Penyelidikan Detektif
12 12. Interogasi Dadakan
13 13. Strategi Pengintaian
14 14. Misteri Kencan?
15 15. Perbincangan Tegang
16 16. Perang Sandiwara
17 17. Truth to Truth
18 18. Dare of Dare
19 19. Autopsi dan Saksi
20 20. Menegakkan Keadilan
21 21. Sebuah Keputusan
22 22. Api Es
23 23. Misteri Topeng
24 24. Teka-teki Menarik
25 25. Rubah Putih
26 26. Bisakah Disalahkan?
27 27. Kawan, Lawan?
28 28. Bola Cokelat
29 29. Sebuah Penyelamatan
30 30. Undangan Kencan?
31 31. Pencarian Tertemui
32 32. Karena Nama
33 33. Mencari Identitas
34 34. Keluarga Baru
35 35. Cerita Sesungguhnya
36 36. Think Midnigth
37 37. Think Midnigth (2)
38 38. Bekas Semalam
39 39. Sedikit Pertikaian
40 40. Pelanggan Aneh
41 41. Menjalankan Rencana
42 42. Ketegangan Baru
43 43. Makna Pisau
44 44. Melepas Gelar
45 45. Eine Kleine
46 46. Live Music
47 47. Sebuah Firasat
48 48. Pemandangan Terburuk
49 49. Jawaban Misteri
50 50. Dejavu
51 51. Resah Menanti
52 Thanks for 200+ Readers!
53 Rasa Rindu
54 Hilang!?
55 You Are Mine [Special Episode]
56 Kunjungan
57 Interogasi Sungguhan
58 Melepas Rindu
59 Membuat Lagu
60 Tak Berharap
61 Kabar Buruk
62 Adu Argumen
63 Sorry.
64 Update?
65 Pengumpulan Bukti
66 Mengungkit Kasus Lama
67 Memeriksa Kembali
68 Kenangan Hujan
69 Perbandingan Masa
70 Belum Tertemui
71 Special Thanks 300+ Readers!
72 Data Sejarah
73 Penyesuaian Data
74 Perang Dingin
75 Hanya Kepiting
76 Arti Hidup
77 Hal Rumit
78 Keputusan Gila
79 Rencana Gila
80 Bertukar Peran
81 Sedikit Jawaban
82 Kebohongan Dan Kejujuran
83 Anggota Baru
84 Mencari Rumah
85 Hampir Terbongkar
86 Ancaman Tegang
87 Mencoba Menghibur
Episodes

Updated 87 Episodes

1
01. Bisikan Misterius
2
02. Penampakan Misterius
3
03. Sedikit Interogasi
4
04. Informasi Buntu
5
05. Mencoba Melupakan
6
06. Tragedi Baru
7
07. Mencari Jawaban
8
08. Misteri Baru
9
09. Arwah Nakal!
10
10. Keraguan Polisi
11
11. Penyelidikan Detektif
12
12. Interogasi Dadakan
13
13. Strategi Pengintaian
14
14. Misteri Kencan?
15
15. Perbincangan Tegang
16
16. Perang Sandiwara
17
17. Truth to Truth
18
18. Dare of Dare
19
19. Autopsi dan Saksi
20
20. Menegakkan Keadilan
21
21. Sebuah Keputusan
22
22. Api Es
23
23. Misteri Topeng
24
24. Teka-teki Menarik
25
25. Rubah Putih
26
26. Bisakah Disalahkan?
27
27. Kawan, Lawan?
28
28. Bola Cokelat
29
29. Sebuah Penyelamatan
30
30. Undangan Kencan?
31
31. Pencarian Tertemui
32
32. Karena Nama
33
33. Mencari Identitas
34
34. Keluarga Baru
35
35. Cerita Sesungguhnya
36
36. Think Midnigth
37
37. Think Midnigth (2)
38
38. Bekas Semalam
39
39. Sedikit Pertikaian
40
40. Pelanggan Aneh
41
41. Menjalankan Rencana
42
42. Ketegangan Baru
43
43. Makna Pisau
44
44. Melepas Gelar
45
45. Eine Kleine
46
46. Live Music
47
47. Sebuah Firasat
48
48. Pemandangan Terburuk
49
49. Jawaban Misteri
50
50. Dejavu
51
51. Resah Menanti
52
Thanks for 200+ Readers!
53
Rasa Rindu
54
Hilang!?
55
You Are Mine [Special Episode]
56
Kunjungan
57
Interogasi Sungguhan
58
Melepas Rindu
59
Membuat Lagu
60
Tak Berharap
61
Kabar Buruk
62
Adu Argumen
63
Sorry.
64
Update?
65
Pengumpulan Bukti
66
Mengungkit Kasus Lama
67
Memeriksa Kembali
68
Kenangan Hujan
69
Perbandingan Masa
70
Belum Tertemui
71
Special Thanks 300+ Readers!
72
Data Sejarah
73
Penyesuaian Data
74
Perang Dingin
75
Hanya Kepiting
76
Arti Hidup
77
Hal Rumit
78
Keputusan Gila
79
Rencana Gila
80
Bertukar Peran
81
Sedikit Jawaban
82
Kebohongan Dan Kejujuran
83
Anggota Baru
84
Mencari Rumah
85
Hampir Terbongkar
86
Ancaman Tegang
87
Mencoba Menghibur

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!