Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18.
Kalista menabok punggung Sergio karena menurutnya itu terlalu norak. Hal itu jelas membuat Sergio sebal, tapi dia patuh. Berbalik menarik Kalista pergi.
"Enggak jadi. Balik lagi kerja," ucap Sergio seenak udel.
Begitu mereka masuk lift, Kalista tertawa terbahak-bahak.
"Komuk banget lo, anjir." Kalista menirukan ekspresi Sergio. "Kalian semua saya pecat😑. Idih, lo kira lo sapa?"
"Gue bisa, njir! Tinggal ngadu ke Mami!"
Mereka berdua kompak tergelak, kembali ke lantai mereka. Kali ini Sergio mengantar Kalista ke ruangan Julio walau itu melewati ruangannya sendiri.
"Gue kira lo bakal mendem sendiri terus," ucap Sergio saat membukakan pintu untuknya. "Tapi kalo dipikir lagi lo kan pernah guling-guling di karpet ngaduin bokap lo ke Oma sama Opa."
Kalista menjulurkan lidah dengan mata juling yang menggemaskan. "Itu namanya senjata wanita."
Manfaatkan semua yang ada.
"Gue enggak ngelarang mereka ngomong tapi jangan deket gue bisik-bisik. Langsung aja atau jauh-jauh, biar gue enggak denger."
"Emang lo tuh ajaib." Sergio mengacak-acak rambut Kalista. "Kalo gitu lagi, ngadu ke gue, hm? Lain kali gue tempeleng orangnya."
"Gak." Kalista menepuk tangan Sergio untuk menyingkir dari gagang pintu. "Nanti gue ngadunya ke Kak Julio. Kalo Kak Julio yang ngomong 'kalian semua saya pecat', gue bikin bangkrut sekalian kantor lo. Kasih pecat semua orang."
Sergio mengerutkan kening. "Emang lo sama bokap lo satu darah."
Tak mau peduli, Kalista mengusirnya.
"Terima kasih gue mana, monyet?!"
"Makasih, anjing. Muach, I don't love you."
Monyet, gerutu Sergio tapi senyam-senyum kembali ke ruangannya.
*
Begitu pintu ruangan terbuka, Kalista langsung berdiri menyambut kemunculan Julio diikuti sekretarisnya.
"Pagi, Pak."
"Pagi, Adek," jawab Julio manis.
"Hehe, Kak Julio maksudnya."
Julio tertawa kecil. Sejenak dia bicara pada sekertarisnya tentang jadwal hari ini lalu membiarkan wanita itu pergi sementara Julio menuju mejanya.
"Aku denger hari ini ada yang ngadu," singgung Julio.
Kalista langsung cengengesan. "Bukan saya, Pak—Kak. Itu Sergio. Saya enggak ngadu, curhat doang."
Jawaban Kalista membuat Julio tertawa lagi. "Kamu ini emang cocok ngelawak, yah." Julio meletakkan tangannya di pinggang, menatap Kalista bangga. "Bagus. Lain kali kalo ada yang ngomong, ngadu lagi. Oke?"
"Hehe. Aku emang orangnya suka curhat, Kak."
Kalista memang dari dulu suka mengadu. Cuma, Kalista tidak pernah mengadukan soal diejek anak gundik. Selain dari itu, Kalista selalu mengadu. Dalam segala urusan malah. Saat masih di sekolah dulu, Kalista pernah disakiti secara fisik oleh anak laki-laki dan ia mengadu pada Bu Direktur sampai orang itu diskors.
Jadi tenang saja. Kalista bakal selalu mengadu untuk hal-hal yang mengganggunya.
"Tapi, Kak Julio serius enggak marah, kan?"
"Hm? Soal?"
"Ya soalnya Sergio ngancem bakal mecat semuanya. Boongan sih tapi yah ... lebay."
Julio tertawa, lagi. "Jauh lebih mending mecat sepuluh orang daripada kantor kita kejatuhan bom dari langit."
Ringisan mewarnai wajah Kalista sebab tahu itu maksudnya pasti Rahadyan.
"Anyway," Julio menarik kursinya untuk duduk, "mobil baru kamu, itu harganya ngalahim mobil saya. Om Rahadyan beneran enggak mikir yah kalo manjain kamu."
"Besok aku ganti, Kak."
"Hm? Enggak usah." Julio tersenyum. "Pamer uang emang cara paling bagus nyumprl mulut orang."
Padahal Kalista tidak pernah berniat pamer. Ia pakai mobil itu ya karena itu yang diberikan Rahadyan. Bahkan Kalista pernah berkata mau jalan kaki saja agar tidak dikatai terlalu mengandalkan harta orang tua, tapi Rahadyan malah histeris. Dia bilang kalau Kalista mendengar sindiran orang soal betapa glamor hidupnya, maka semua orang itu bakal dia kirimi pembunuh bayaran.
Entah benar atau tidak, tapi Kalista tahu papanya memang kurang obat.
"Kalista, tolong bikinin minum. Cokelat susu."
Kalista buru-buru berdiri, pergi membuatkan minuman untuk Julio. Sempat Kalista panik karena ingat susunya habis, tapi ternyata semua sudah terisi kembali, termasuk dua kotak susu rendah lemak dan full cream.
Sekalian, Kalista membuat untuk dirinya sendiri juga.
"Silakan, Kak."
"Thank you." Julio fokus pada layar komputernya. "Ohya, Kalista, gimana minggu nanti? Kamu dateng, kan?"
Eh? Minggu nanti apa, yah?
"Ke acara ulang tahun Mami—aw, sori. Sergio belum bilang?" Julio menoleh. "Sori, sori. Aku kira tadi udah dikasih tau."
"Aku diundang ke acara ulang tahun Maminya Kak Julio?"
"Kamu kan mau bantuin Sergio soal Astrid, right?" Julio mengambil cokelat buatan Kalista dan menyesapnya. "Nanti kamu dateng sebagai pacarnya Sergio. Tapi nanti Sergio ngajak kamu pura-pura enggak tau, yah. Aku beneran ngira udah dikasih tau."
Kalista pikir ajakan kencan. Tapi yah ia sudah berjanji pada Sergio jadi Kalista mengangguk. Gadis itu kembali ke kursinya, diam menunggu diperintah.
Cukup lama Kalista diam, membiarkan Julio fokus. Memandangi ekspresi Julio yang berubah-ubah saat melihat pekerjaannya itu sangat menghibur. Mau dia mengerutkan kening, mau dia berdecak kesal, bahkan ketika termenung, Kalista memuja ketampanannya.
"Kalista, minum."
Kalista beranjak lagi, buru-buru pergi mengambilkan air dingin. Saat memerintah singkat pun dia ganteng.
Hadeh, memang susah kalau berhubungan dengan wajah.
"Huft!" Julio mengembuskan napas kasar seraya menyandarkan punggungnya pada kursi. "Kamu bisa mijit?"
Kalista menyengir, langsung datang ke belakang Julio untuk memijatnya. "Capek, Kak?"
Julio mendongak ke belakang. "Kamu enggak marah disuruh-suruh?"
Haduh, cowok ganteng bisa saja. Dihamili pun Kalista mau, masa mijitin enggak bisa? Tapi tentu saja Kalista tidak mengatakan itu karena Julio bisa menganggapnya sosiopat.
"Kata Sergio kalo bos nyuruh jilat kaki juga harus mau, Kak."
"Sembarangan." Julio terkekeh.
"Ngomong-ngomong, Kak," Kalista sudah menahannya dari tadi, "aku mau nanya soal Sergio."
"Hm?"
"Kok dia dijodohin sama Astrid, sih? Kayak, emang harus yah mereka nikah?"
*
Julio mengerutkan bibirnya karena pertanyaan Kalista itu. Pikirnya dia sudah tahu karena itu juga bukan sebuah rahasia, namun ternyata Sergio tidak banyak bicara mengenai dirinya sendiri pada Kalista.
"Enggak sih," jawab Julio setelah memikirkannya. "Enggak kayak gitu. Bukan perjodohan harus karena sesuatu."
Kalista bergumam paham sambil terus memijat bahu Julio. "Terus maksudnya gimana, Kak? Kok maksa banget Sergio nikah? Padahal kan Sergio enggak mau."
"Kenapa? Cinta kamu terhalang tunangan Sergio, yah?"
"Sembarangan!" Kalista spontan memukul bahu Julio, membuat Julio terkejut.
Tentu saja, Kalista lebih terkejut pada dirinya sendiri.
"Maaf, Pak. Maaf. Spontan. Saya ngiranya ngobrol sama Sergio." Kalista buru-buru menjauh. Bahkan membungkuk, takutnya dikira bertindak kasar pada atasan.
Dirinya sudah cukup payah kemarin, jadi tidak boleh lebih payah lagi.
Tapi berbeda dari dugaan Kalista, Julio malah tertawa. Pria itu menutup wajahnya, menggeleng-geleng tak sanggup.
Demi apa pun, anak ini sangat lucu. Entahlah. Dia tidak melucu tapi segala kelakuannya membuat Julio terhibur. Dia tidak profesional dan tidak bersinar dalam hal yang serius, namun dia benar-benar menghibur hingga rasanya seluruh hal menjengkelkan di kenapa Julio hilang.
"Pijitin saya lagi, buruan." Julio memerintah setelah ia puas tertawa.
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢