Arga, menyandang gelar casanova dingin yang tidak suka terikat hubungan, apalagi pernikahan. Maka diusianya yang sudah matang belum juga menikah.
Namun, kematian Sakti membuat dia harus menikahi Marsha. Wanita yang sedang mengandung benih milik sang adik.
Menikahi wanita yang tidak dia cintai, tidak mengubah kelakuan Arga yang seorang casanova suka bersenang-senang dengan para wanita.
Kebaikan, perhatian, dan keceriaan Marsha mengubah Arga secara perlahan sampai dia merasa tidak tertarik dengan para wanita diluar sana.
Namun, semua berakhir saat Valerie bangun dari koma panjang. Arga lebih mementingkan sang kekasih dari pada Marsha yang sedang hamil besar.
Arga merasakan penyesalan saat Marsha mengalami koma setelah melahirkan. Ketika sadar sang istri pun berubah menjadi sosok yang lain. Tanpa Arga duga Marsha kabur membawa Alva, bayi yang selama ini dia besarkan.
Akankah Arga bisa mendapatkan Marsha dan Alva kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Kelahiran Bayi Marsha
Bab 18
Marsha dibawa ke rumah sakit ditemani oleh Bu Djoko. Dia mencoba menghubungi Arga, tetapi malah dimatikan dan saat dihubungi kembali nomor sudah tidak aktif.
"Aduh, Pak Arga ini bagaimana, sih? Istri mau melahirkan malah sulit dihubungi," gumam Bu Djoko menggerutu ala emak-emak yang sedang kesal.
"Bagaimana, Bu? Apa pihak keluarga pasien sudah bisa dihubungi?" tanya seorang perawat yang tadi membantu dokter kandungan menangani pertolongan pertama kepada Marsha.
"Belum bisa, Sus. Suaminya sulit sekali dihubungi," jawab Bu Djoko dengan gelisah.
"Pasien harus segera dioperasi cesar agar nyawa bayi dan ibunya bisa selamat," ucap perawat itu masa gelisahnya dengan Bu Djoko.
"Orang tua atau saudara pasien mungkin bisa dihubungi," lanjut perawat itu.
Bu Djoko pun memeriksa kontak di handphone milik Marsha. Ada nama ayah dan ayah mertua. Wanita setengah paruh baya itu memilih menghubungi kontak dengan nama ayah.
"Assalamualaikum," salam Bu Djoko.
"Wa'alaikumsalam. Marsha? Kok, suaranya beda, ya?" Suara di seberang sana.
"Saya bukan Marsha, Pak. Saya Martini tetangganya Marsha, biasa dipanggil Bu Djoko," sahut Bu Djoko.
"Loh, kenapa handphone anak saya ada pada Ibu?" tanya Bagas.
"Saat ini Marsha sedang ada di rumah sakit hendak melahirkan, tetapi dia dalam keadaan tidak sadarkan diri dan ketuban sudah pecah sejak tadi. Dokter menyarankan untuk segera melakukan operasi casar untuk mengeluarkan bayinya," jawab Bu Djoko.
"Arga mana?" tanya Bagas dengan nada khawatir.
"Itu dia masalahnya, Pak. Aku menghubungi Bapak karena Pak Arga sulit dihubungi sedangkan nyawa anak dan istrinya saat ini sedang terancam," jawab Bu Djoko mulai kembali tersulut emosi.
"Kurang ajar si Arga. Kalau terjadi apa-apa kepada anakku akan aku balas berkali-kali lipat!" Bagas sangat geram.
"Dokter meminta pihak keluarga untuk memberikan persetujuan tindakan operasi saat ini. Bagaimana, Pak?"
"Tolong kasih panggilan ini kepada dokter atau pihak berwenang yang akan melakukan operasi untuk Marsha," kata Bagas dengan cepat.
Setelah pembicaraan yang cukup alot akhirnya dokter melakukan tindakan untuk melakukan operasi cesar dan Bagas saat itu juga berangkat ke ibu kota, 3 jam lebih cepat dari rencana tadi pagi.
***
Valerie menonaktifkan handphone milik Arga setelah mematikan adanya panggilan dari nomor Marsha. Dia tidak mau kalau sampai Arga pergi meninggalkan dirinya. Wanita itu melihat Arga sedang tertidur di sofa yang belakangan ini kurang tidur karena dia selalu ingin pipis tiap setengah jam sekali kalau malam hari. Sebenarnya perawat menyarankan memakai pampers untuk orang dewasa, tetapi dirinya tidak mau. Wanita itu lebih baik meminta Arga untuk menggotongnya ke kamar mandi. Dengan begini dia merasa diperhatikan dan di sayang oleh kekasihnya.
Valerie mencium pipi Arga, lalu menggerakkan kursi roda ke arah samping. Arga memberikan kursi roda yang canggih untuk Valerie. Jadi, tinggal sedikit menggerakkan tangan benda itu akan bergerak sendiri ke arah mana yang diinginkan.
Mariana menatap kesal kepada sang kakak. Dia tahu kakaknya ini selalu ingin memonopoli perhatian dan cinta Arga. Bahkan dirinya dilarang duduk di samping laki-laki itu. Dalam hati dia Arga masih menempati puncak tertinggi dari dahulu sejak pertama kali bertemu dengannya. Cinta dia bertepuk sebelah tangan dan yang lebih menyakitkan adalah saat dengan bangganya Valerie menceritakan kalau dia banyak dikejar-kejar oleh lelaki. Lalu, dia akan membuat para laki-laki itu bertekuk lutut dan menjadi budak cintanya.
"Ada apa?" tanya Valerie saat melihat Mariana berdiri di tangga sambil menatap ke arahnya.
"Apa benar kalau kalian akan menikah? Arga itu sudah punya istri. Mana kelakuan wanita itu sangat barbar lagi," tanya Mariana sambil berjalan mendekat ke arah sofa.
Perhatian wanita ini sesekali terarah kepada laki-laki yang sedang berbaring di sofa. Ada rasa kasihan dan juga kesal kepada Arga. Dia berpikir kalau pria ini benar-benar bodoh. Mau-maunya memaafkan wanita yang sudah mengkhianati dirinya.
"Akan aku suruh Arga untuk menceraikan dirinya," jawab Valerie dengan tatapan tajam.
Mendengar ucapan sang kakak membuat Mariana terkejut. Wanita muda itu tidak pernah menyangka kalau kakaknya menjadi lebih gila setelah sadar dari koma yang panjang.
"Aku rasa itu akan sulit. Mereka sebenar lagi akan punya anak," ungkap Mariana sambil tersenyum miring seakan mengejek keinginan sang kakak.
Wanita yang duduk di kursi roda itu tidak suka dengan kenyataan ini. Begitu sadar dari koma dia masih mendapatkan cinta dan kasih sayang dari Arga. Namun, dia marah saat tahu kalau laki-laki itu sudah menikah.
"Lihat saja nanti. Akan aku pastikan kalau Arga akan lebih memilih aku dibandingkan dengan wanita itu," ucap Valerie dengan tatapan tajam.
***
Kedua orang tua Marsha langsung datang ke rumah sakit begitu sampai di ibu kota. Tadi Bagas sempat menghubungi Barata dan Ayu tentang keadaan Marsha dan ketidakpedulian Arga terhadap putrinya. Laki-laki ini tidak bisa menutupi rasa marah. Apalagi sekarang keadaan anaknya antara hidup dan mati. Indah bahkan tidak berhenti berdoa sambil menangis agar anak dan cucunya bisa selamat.
"Bu Djoko?" Indah menyapa wanita yang sedang berdiri di depan ruang operasi.
"Iya, saya. Apa kalian orang tua Marsha?" tanya Bu Djoko saat melihat Indah dan Bagas.
"Iya, kami orang tua Marsha. Terima kasih sudah menolong putri kami," jawab Indah setelah bercipika-cipiki.
Tidak lama kemudian pintu ruang operasi terbuka dan dokter memberi tahu kalau bayinya berhasil di selamatkan. Namun, keadaan Marsha masih belum sadar," ucap dokter.
Bayi yang dilahirkan oleh Marsha berjenis kelamin laki-laki. Bayi merah itu sekarang berada di ruang bayi dengan yang lainnya. Indah menangis terharu melihat cucunya.
"Mana cucu kita?" Terlihat Ayu dan Barata berwajah cemas dan kelelahan.
Orang tua Arga baru sampai dan menuju ruang penyimpanan bayi. Tadi Indah sempat memberi tahu keadaan anak Marsha.
"Apa Arga sudah datang?" tanya Barata.
Indah mendelik kepada besannya. Dia jadi kesal kembali ketika mendengar nama menantunya itu.
"Belum. Entah ke mana dia, tidak bisa dihubungi sama sekali," jawab Indah dengan ketus.
Barata pun menghubungi putranya dan nomor itu tidak aktif. Laki-laki itu jadi ikut uring-uringan kerena kesal.
"Bu … Bu Indah. Gawat! Keadaan Marsha saat ini semakin kritis." Bu Djoko berlari mendekati Indah dan kedua besannya.
"Astaghfirullahal'adzim. Kenapa bisa terjadi?" Indah berlari ke ruang Marsha tadi di rawat.
Kedua orang tua Arga pun mengikuti dari belakang. Mereka semua takut terjadi sesuatu kepada Marsha. Mereka tidak bisa masuk ke ruangan itu karena sedang ada tim dokter yang sedang menangani istri Arga.
***
Apakah Marsha akan selamat atau tidak? Ikuti terus kisah mereka, ya!