Kisah seorang wanita yang mencari kebahagiaan setelah perceraian.
Kara Gantari seorang gadis yang menikah dengan Adi Saputro karena permintaan sang kakek disertai ancaman tidak akan mendapatkan warisan. Setahun kemudian Kara diceraikan oleh Adi karena sudah mendapatkan warisannya.
Pertemuannya dengan seorang CEO yang gesrek, pecinta dangdut, melokal luar dalam, membuat Kara pusing tujuh keliling tapi Rayden adalah pria yang sangat memuja Kara. Kehidupan keduanya pun diuji dengan tragedi.
Apakah Kara dan Rayden akan menemukan kebahagiaannya?
Cerita ini murni halu milik author
Follow Ig ku di hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Dengan Rayna
Rayden menatap wajah Kara dengan tatapan menyelidik. Masa sih gadis di depannya ini belum disentuh oleh mantannya? Padahal Rayden sudah siap jika Kara sudah tidak perawan karena baginya resiko jatuh cinta sama janda ya dapat yang sudah tidak bersegel.
"Kara, apa kamu sudah tidak perawan? Sebenarnya aku tidak masalah sih soalnya tahu kamu itu Jen..." Rayden mengentikan ucapannya melihat wajah Kara semakin memerah.
"You've got be kidding me!" serunya tertahan. "Kamu masih perawan?"
Kara hanya terdiam. Rayden hanya mengembuskan nafas panjang.
"Ini... benar-benar di luar ekspektasi Kara" Rayden mengusap wajahnya kasar. "Oh my God! Oh my God!"
Kara hanya mengalihkan pandangannya ke arah jendela rumah yang masih menunjukkan hujan deras di luar.
Rayden berdiri dan berjalan mondar-mandir tidak jelas. "Fix! Kamu nikah sama aku!"
Kara melongo. "Haaaahhhh? Hanya karena aku masih segelan?"
"Bukan, Kara sayang. Aku sudah jatuh cinta duluan bahkan tadi aku sudah bilang aku tidak perduli kalau selaput daramu sudah hilang karena wajar lah kamu sudah menikah sebelumnya. Tapi ini? Benar-benar membuat aku shock! Blessing banget aku!" Rayden hampir memeluk Kara namun gadis itu beringsut.
"Kita majukan saja acara menikahnya, toh kamu juga gak diapa-apain juga. Ngapain juga pakai masa Iddah kalau dia memang tidak menyentuh kamu."
Kara menatap Rayden yang dengan santainya bilang seperti itu.
"Aku telpon papa biar kita dua Minggu lagi menikah!"
Kara hanya bisa menganga.
"Rayden..."
Rayden lalu menghampiri Kara dan berlutut.
"Kara Gantari, will you marry me?" tanya Rayden serius. "Cincin menyusul."
Kara terbahak. "Ray, mana ada lamaran cincin menyusul." Kara memegang tangan Rayden. "Terimakasih Ray."
Rayden melongo. "Terima kasih gimana?"
"Terimakasih sudah melamar diriku menjadi istrimu."
"Lalu jawabannya?"
"I will marry you."
Rayden langsung memeluk Kara. "I love you Kara Santanku."
Kara tertawa kecil. "Sepertinya aku akan susah memintamu untuk mengganti nama panggilanku."
Rayden lalu menatap Kara. "Itu panggilan kesayanganku untukmu." Pria bermanik abu-abu itu lalu mencium kening Kara.
***
Abe melongo ketika mendengar Rayden ingin memajukan tanggal pernikahan.
"Kamu kenapa minta dimajukan tanggalnya? Jangan bilang kamu sudah icip-icip Kara?"
"Aattaaahh Papaku yang terkadang Durjana. Aku masih waras ya pa. Aku hanya ingin mempercepat saja karena ngapain menunda niat baik."
Abe hanya diam saja. Pasti ada sesuatu sama nih bocah.
"Kamu tanyakan pada Kara. Apa dia sudah bersedia menikah dengan mu?"
"Aku sudah melamarnya kemarin" jawab Rayden.
"Pakai cincin?"
"Baru tadi aku pasang."
Abe menepuk jidatnya. "Putraku memang ngawur!"
"Aku sudah memperoleh semua berkas Kara dan sekarang papa tolong kirim berkasku supaya bisa segera diurus oleh Jake."
***
Kara terkejut melihat seorang wanita cantik berambut hitam dan bermata abu-abu mirip dengan Rayden datang ke hotel Star mencari dirinya.
Wanita cantik itu duduk dengan elegan di hadapan Kara dan kini keduanya berada di sebuah longue.
"Apa kamu yang bernama Kara Gantari?"
"Iya betul saya Kara. Maaf, ibu siapa ya?"
Wanita itu tertawa. "Jangan ibu ah! Bikin saya jadi tua. Saya Rayna Takahashi, saya kakak Rayden."
Kara mengangguk. "Senang bertemu dengan mbak Rayna."
"Pantas si kampret itu kesengsem sama kamu, Ra. Kamu ada sesuatu yang mirip almarhum mama saya."
"Mr Takahashi juga bilang seperti itu" jawab Kara.
"Papa maksudnya?" tanya Rayna. "Papa sudah bertemu kamu ya?"
"Iya mbak. Sekitar sebulan lalu."
"Apa yang membuat kamu mau menerima si sontoloyo itu? Kamu mantan istrinya Adi Saputro kan? Kenapa kamu cerai sama dia? Apa karena Rayden lebih kaya dari mantan kamu?" cecar Rayna yang gayanya mirip dengan Rayden.
Kara menganga mendengar deretan pertanyaan itu. "Saya jawab satu-satu ya mbak. Saya dan mas Adi menikah karena dijodohkan dan dia punya kepentingan harta karena almarhum kakek mengancam kalau mas Adi tidak menikah, warisan dicoret."
Rayna menatap Kara dengan serius.
"Ketika kakek dan kedua mertua saya meninggal, saya langsung diceraikan karena tujuannya sudah tercapai."
Rayna masih belum berkomentar.
"Saya menerima Rayden karena adik mbak itu orangnya persisten dan saya melihat ketulusan di diri Rayden. Bukankah lebih bahagia jika kita dicintai oleh seseorang?"
"Jadi, kamu mau sama Rayden itu bukan karena kami keluarga siapa?" tanya Rayna serius.
"Saya malah tidak tahu siapa keluarga Takahashi itu siapa dan baru tahu ketika Rayden melamar saya. Dia bercerita banyak tentang keluarga anda, mbak."
Rayna tersenyum. Gadis ini bahkan tidak pernah meminta sesuatu dengan Rayden, tidak seperti si kulit pucat itu! Rayna memang menyelidiki siapa Kara dan memeriksa semua kartu kredit adiknya.
Satu-satunya barang mahal diluar kebiasaannya adalah sebuah ponsel keluaran terbaru yang merk-nya berbeda dengan milik Rayden dan kini Rayna tahu ponsel itu buat siapa. Jake sudah menceritakan kepada Rayna.
"Apa kamu tetap bekerja jika sudah menikah dengan adikku?" tanya Rayna.
"Saya tetap bekerja karena saya menyukai pekerjaan saya. Bukankah mbak Rayna juga begitu?" senyum Kara manis.
Rayna tersenyum tipis. "Sebagai wanita, kita harus kuat dan memiliki pegangan baby, sebab kita tidak tahu apa yang terjadi di depannya."
Kara mengangguk.
"Mbaaakk!" teriak Rayden yang baru datang ke area vip longue.
Rayden langsung memeluk Kara yang terkejut mendapatkan pelukan dadakan.
"Kamu nggak papa kan sayang? Mbakku belum minta ginjal kamu kan?" tanya Rayden heboh sambil memegang kedua bahu Kara dan memindai gadis itu.
Plak!
"Sembarangan! Kampret kamu duduk dulu!" hardik Rayna yang sukses mengeplak kepala adiknya.
"Mbak sama papa sama saja! Kalau aku jadi be*go gimana?" sungut Rayden sambil mengusap belakang kepalanya dan kini dia duduk di samping Kara.
"Kamu mah gak bakalan be*go tapi makin sinting!" umpat Rayna.
"Mbak tuh..." Suara Rayden menghilang ketika sebuah tangan mengusap belakang kepalanya dengan pelan. Wajah Rayden merona ketika tahu siapa yang melakukannya.
"Astagaaaaa Ray! Kamu tuh bukan anak ABG! Baru dielus gitu saja udah baper!" ledek Rayna.
"Mbak Rayna tidak tahu rasanya! Ini pertama kalinya Kara Santanku menyentuh kepalaku" cengir Rayden.
Rayna memutar mata malas. "Kara Santan? Seriously?"
"Panggilan sayangku untuknya" senyum Rayden.
"Apa tidak ada panggilan lain yang lebih mesra gitu?" tanya Rayna.
"Gak ada!" sergah Rayden judes.
"Kara, kalau kamu akhirnya bersama dengan anak satu ini, mbak akan bahagia karena sudah ada yang mau mengurus anak bandel yang suka seenaknya sendiri."
Rayden menatap kakaknya yang cantik itu. "Mbak merestui aku sama Kara?"
"Aku tidak heran kalau kamu jatuh cinta dengan Kara. Ada sesuatu yang mirip mama" jawab Rayna.
"Papa pun bilang gitu tapi apa, aku belum tahu."
Kara hanya menatap kedua kakak beradik itu.
"Ohya Kara, apa kamu tahu kalian akan menikah Minggu depan dan semua undangan sudah tersebar?" senyum Rayna.
Kara melotot. "AAAPPAA?"
***
Yuhuuu Up Pagi Yaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️