Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Periksa Kandungan Sama Pak Dokter
...Happy Reading.......
Kini tepat di bulan ke empat kehamilan Kinar. Suster Kinar sedang duduk di bangku besi depan ruang Anggrek dan asik membaca di ponselnya ketika seseorang menarik lengannya pelan. Perempuan itu tersentak, dan langsung memudarkan ekspresi kagetnya ketika tahu yang menarik kengannya adalah Dokter Radit.
"Kita mau kemana, Mas?" tanya Suster Kinar terus mengikuti langkah Dokter Radit yang menarik tangannya.
"Ruang Dokter Leni," sahut Dokter Radit singkat.
"Ngapain, Mas?" tanya Kinar lagi.
"Periksa kandungan?"
"Hah?"
Mereka sudah sampai di depan ruang dokter kandungan, sehingga Kinar tak kagi menyuarakan tanya.
"Eh, Dokter Radit... Ada apa?"
Suster Leni yang sedang duduk menekuri handphone segera beranjak dari temoat duduknya dan menghampiri Dokter Radit.
"Loh ada Suster Kinar juga. Ada perlu apa nih?" tanya Dokter Leni begitu Kinar menampakkan diri dari balik punggung Dokter Radit.
"Periksa kandungan," jawab Dokter Radit datar.
"Hah? Oh... Iya, ya saya paham. Ayo Suster Kinar berbaring, kita akan periksa kandungannya. Mau USG, Dok?" ucap Suster Kinar karena melihat dua tangan oarng di depannya ini bersentuhan. Lebih tepatnya, Dokter Radit yang menggenggam tangan Suster Kinar.
Kinar segera dibantu berbaring di atas ranjang periksa yang tertutup tirai hijau.
"Maaf, saya buka sedikit bajunya ya, Sus!"
Kinar mengangguk. Dokter Leni pun membuka sedikit baju bagian perut Kinar, memberikan sedikit gel di area perut dan menekan alat USG di sana.
Kinar dan Dokter Radit memfokuskan pandangan pada monita di samping kanan brankar.
"Wah, sudah terdengar tuh detak jantungnya. Kalian dengar, kan?" ucap Dokter Leni berbinar.
Dua manusia calon orang tua itu mengangguk singkat. Kinar menatap monitor dengan senyum haru, sedang Dokter Radit masih tanpa ekspresi.
"Kandungan saya sehat kan, Dok?" tanya Kinar menoleh pada Dokter Leni.
"Alhamdulillah, semuanya baik-baik saja, Suster. Kayaknya ini cowok deh, lihat! Hidungnya mancung nih kayaknya," jelas Dokter Leni sembari menunjuk layar monitor yang menunjukkan gambar hitam putih yang telah mulai terbentuk sosok manusia kecil.
"Apa berat badannya normal, Dokter Leni?" Kali ini pertanyaan dilontarkan oleh Dokter Radit yang dari tadi hanya diam.
"Sejauh ini berat badannya Suster Kinar lumayan untuk usia kandungan 4 bulan ini," jelas Dokter Leni membersihkan sisa gel di perut Suster Kinar.
"Ehm... Maaf kalau saya lancang, Dokter Radit! Apakah kalian sudah menikah?" tanya Dokter Leni menatao ragu pada Dokter Radit di hadapannya.
Kinar yang mendengar pertanyaan itu sudah gelisah. Namun, jawaban lelaki itu setelahnya juga membuat Kinar tak percaya.
"Iya!" sahut Dokter Radit datar.
"Ah, selamat untuk kalian kalau begitu. Saya berjanji tidak akan membeberkan pernikahan kalian kalau memang ingin dirahasiakan," ucap Dokter Leni dengan senyum meyakinkan.
"Tepati kata-katamu itu! Kalau sudah, kami permisi. Terima kasih atas bantuannya, Dokter Leni!" ucap Dokter Radit dengan ekspresi datarnya.
"Terima kasih, Dok. Kami permisi!" Kinar ikut berpamitan dengan melempar senyum kecil pada Dokter Leni.
Setelahnya, dua irang itu berlalu dari ruang dokter kandungan itu. Menyisahkan pertanyaan di benak Dokter Leni.
"Dokter Radit memang tak tertebak," gumamnya menggeleng.
****
Kinar dan Dokter Radit sedang menikmati makan malam mereka dengan khidmat. Sesekali ada obrolan berupa pertanyaan dari lelaki itu tentang pekerjaan Kinar dan apa Kinar kesulitan selama masa kehamilan.
"Besok saya ada pertemuan penting dengan manager rumah sakit cabang Bandung. Jadi, selama saya pergi diharapkan kamu bisa menjaga diri dan anak saya," ucap Dokter Radit ketika ia selesai menandaskan nasi di piringnya.
"Untuk berapa hari, Mas?" tanya Kinar.
"Paling 3 atau 4 hari," sahut Radit singkat.
Kinar mengangguk. Tiba-tiba ia merasa sedih mengingat 3 atau 4 hari ke depan nanti ia akan sendirian di apartemen ini. Duh, kok dia manja banget sih, biasanya juga dia sendirian waktu di kontrakan lamanya.
"Kenapa?" tanya Dokter Tadit melihat wajah mendung Kinar.
Kinar menggeleng cepat. Segera melanjutkan makannya. Radit mengendik bingung, perempuan dan pola pikirnya selalu tak pernah Radit paham.
Setekah makan malam, Kinar membantu Radit mengemasi barang-barang yang akan lelaki itu bawa selama di bandung. Kinar memasukkan 5 stel kemeja dan 5 celana bahan nya. Tidak lupa beberapa obat, dan minyak angin kalau-kalau lelaki itu masuk angin. Kinar juga memasukkan peralatan mandi Radit, yang sudah lelaki itu dekatkan di dekat koper kecilnya.
"Mau nitip sesuatu?" tanya Dokter Radit sambil menutup resleting kopernya.
"Kalau gak ngerepotin sih, bawain makanan khas Bandung aja, Mas!" sahut Kinar.
Radit mengangguk. Lalu mereka siap-siap untuk tidur melihat jam sudah menunjuk angka setengah 10. Kinar membaringkan diri di sisi biasanya, dan Radit memilih untuk bersandar di kepala ranjang sembari berkutat dengan handphonenya.
Kinar berbaring miring menghadap Dokter Radit. Memperhatikan lelaki itu yang tampak fokus dari benda layar pipih di tangannya. Kinar menyusuri dengan netranya wajah rupawan lelaki yang berstatus suaminya itu. Lalu ketika netranya berhenti pada bibir merah alami, yang tak jarang menyentuh rokok itu, membuat Kinar tiba-tiba menelan ludah kesat. Lalu, bayangan-bayangan percintaan mereka hadir di ingatan Kinar, membuat sesuatu di bagian bawahnya tiba-tiba berdenyut. Kinar mengatur napasnya yang tiba-tiba memburu. Radit yang mendengar itu disertai gerakan Kinar yang tak bisa diam itu, membuat Radit menoleh dengan netra tajam nya pada Kinar yang wajahnya memerah.
"Kenapa kamu?" tanya Dokter Radit menelisik wajah Kinar yang memerah.
Kinar tak menjawab. Ia bangkit dari posisi berbaringnya, dan memandangi Dokter Radit dengan bibir tergigit gelisah. Duh, masa dia harus ngaku kalau dia pengen itu sih? Kan malu!
"Ehm... Itu, Mas...."
"Ngomong yang jelas, Kinar!" ucap Dokter Radit kesal.
"Itu... Aku...."
Kinar menghentikan ucapannya. Memilih menelisik wajah lelaki yang duduk berhadapan dengannya di atas ranjang itu. Entah dapat keberanian darimana, Kinar sudah mendekatkan diri, dan mengalungkan lengan di leher lelaki itu, diikuti dengan bibirnya yang menempel dengan bibir Radit yang mulanya membeku terkejut. Lalu, naluri lelaki itu menuntunnya membalas kecupan Kinar itu dengan ciuman panjang.
Kinar terengah-engah ketika mereka menyudahi aksi ciuman itu. Kinar menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memanas dan pastinya memerah.
"Kalau pengen... Ngomong yang jelas makanya, sehingga saya yang memulainya, Kinar!" bisikan lembut lelaki itu dan sentuhannya di pinggang Kinar membuat malam itu mereka habiskan dengan berbagi keringat hingga jarum jam menunjuk di angka 2 dini hari. Keduanya baru telelap dalam posisi berpelukan setelah menyelesaikan sesi panas itu, yang bangak didominasi oleh sang ibu hamil itu. Esok pagi rasanya Kinar malu menampakkan wajahnya di hadapan Dokter Radit, mengingat betapa ia begitu mendamba.
"Ini pasti hormon, kan? Bukannya aku yang ngebet banget!" batin Kinar sebelum memejamkan mata menyelami mimpi menyusul sang suami yang telah lebih dulu terlelap.
...Bersambung.......
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!