”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17 - Daster
Tak ada percakapan di antara keduanya. Hanya suasana sunyi di dalam ruangan. Ada kegugupan yang jelas terasa dari cara Moza memeluk Elden saat berada di gendongannya.
"Kenapa? Takut?" tanya Elden.
Kedua tangan Moza mengalung sempurna di leher Elden. "Gak kok, tapi makasih."
"Buat apa?"
"Buat tetap jadi Elden."
Moza diturunkan di ranjang, Elden pun melepas pakaiannya, dia juga melepas pakaian milik Moza. "Ini udah hampir jam tiga, Sayang. Lusa aja pas malam Minggu, kita mulai." Bisik Elden, jarak wajahnya masih sama dekat dengan Moza yang terlentang di bawah kungkungannya.
Moza memeluk Elden. "Yakin?"
"Iya, aku capek banget. Ini udah terlalu pagi."
"Oke deh, makasih ya? Udah ngerti aku,"
"I love you."
"Love you too."
Saat keduanya berpelukan, Elden berbisik di telinga Moza. "Besok, besok gak usah telponan sama cowok."
"Kamu tau?"
"Tau."
"Itu teman dekat aku pas aku masih kecil, kita gak ada apa apa." Balas Moza. Sekarang kepala gadis itu sepenuhnya tertumpu di lengan Elden yang membentang.
"Aku tetap gak suka," tekan Elden.
"Tapi, kan..."
"Kalo maksa, aku gak main-main. Aku buat kamu desah sampe capek." Bisik Elden yang membuat Moza merinding, tapi peringatan itu cukup membuat Moza tersenyum.
"Oke janji, gak akan telpon dia lagi."
"Kalo ada masalah, curhat sama aku." Balas Elden, pria itu mengusap puncak kepala Moza dengan lembut. Sementara Moza tersenyum simpul.
"Kamu juga."
"Oke deal, Sayang."
****
Keesokan harinya.
Devano masih terlelap, Ourel sengaja memberikan obat tidur kepada pria itu atas perintah Jagur.
Gadis cantik itu bergerak menelpon genk Jehuda, terutama Niel. Yah, sebelum keluar dari apartemen, Ourel segera melakukan panggilannya.
"Halo?"
Suara halus itu terdengar jelas di telinga Niel. "Ya?"
"Niel, gue Ourel. Gue mau cabut. Bilangin ke Elden, soal wajah gue jangan sampe kelihatan."
"Tunggu, lo habis ngapain?"
"Habis sama Devano."
Tak ada sahutan dari Niel. "Okay, no problem. Gue ngerti kok."
"Okay, see you."
Panggilan segera Ourel akhiri, saat gadis itu meraba ke atas nakas, obat anti hamilnya tiba-tiba saja hilang. Ourel terdiam. Dia harus segera memesan ke apotek. Gadis itu meminta Jagur untuk mengantarkannya kembali ke hotel dimana ia seharusnya berada.
Jagur pun segera mengantarkannya.
"Tuan, bisa belikan saya obat?" tanya Ourel. Jagur pun mengernyitkan dahinya. "Maksudnya pil anti hamil?" tanyanya.
"Benar."
"Bukannya semalam, saya sudah sediakan?" tanya Jagur. Ourel keringat dingin. "Ya Tuan. Saya bahkan sempat lihat, tapi ketika saya bangun di pagi harinya, tiba-tiba saja pilnya tidak ada."
Terdiam sejenak.
Jagur tau, pasti Devano yang mengambilnya. "Nanti saya cek cctv-nya."
"Terima kasih, Tuan."
Segera Ourel diantar ke apotek terdekat. Di sana Ourel malah bertemu dengan Mirna. Gadis itu sempat saling tatap dengannya.
"Heh, tunggu!" Mirna yang baru saja papasan dan lebih dulu melangkah maju darinya, segera menghampiri Ourel. "Lo? Lo cewek yang pernah mau dijodohkan sama Elden 'kan?"
Ourel tak menjawab. "Salah orang."
Mirna memundurkan langkahnya, masih mengamati wajah Ourel dengan seksama. "Gak, gue ingat bener! Lo Ourel!"
"Bukan."
Melihat Jagur di belakangnya, Mirna tertawa. "Lo mau bohong sama gue?" tanya Mirna.
"Gue gak bohong."
"Lo Ourel yang dulu mau dijodohkan sama Elden kan?"
"Okay, but gue bukan siapa siapanya keluarga Elden."
"Lo anaknya Tuan Combo kan?"
"Gak, bukan."
Mirna terhenyak. Bahkan ketika pil anti hamil itu sudah diberikan kepada Ourel, Mirna sempat melirik. Gadis itu juga tau apa fungsi pil yang Ourel beli.
"Lo beli ini buat apa!" ketus Mirna.
Ourel tak menjawab, segera mengempaskan tangannya Mirna dengan segera. "Lo sebaiknya gak perlu tau!"
Jagur lantas pergi membawa Ourel. Pria itu terdiam sejenak. "Nona, maafkan saya. Harusnya tadi saya tidak turun dari mobil."
"Gak papa, kalopun ada sesuatu dengan cewek matre itu, kita bisa bilang ke Elden."
"Saya takut dia mengadu domba Nona dengan Nona Moza."
"Gak akan, saya bisa jamin."
****
Di sekolah Liston.
Jam 9 pagi. Bel masuk baru dibunyikan mengingat hari ini adalah hari ulang tahun Liston, jadi semua siswa-siswi masuk lebih siang. Karena hanya akan merayakan ulang tahun sekolah bersama Tuan Besar Jonathan Pitch dan Nyonya Anera.
Elden tampak santai berjalan dengan tuxedonya, sementara Moza ada di sampingnya dengan sweater rajut berwarna ungu, kemeja putih dan rok di atas lutut.
Cindy yang melihat keduanya. Langsung menghadang Moza.
"Hello. Lo gak tau semalam Elden di apartemen sama Ourel, dia itu-"
"Dia kenapa?" tanya Elden dingin.
Moza pun tersenyum sinis. "Minimal kalo bikin fitnah yang berbobot, karena gue sama Elden semalam mesra di kamar. Kenapa lo jadi bawa-bawa Ourel?" tanya Moza sarkas. Seketika itu, Elden mengeratkan pelukannya pada Moza.
"Sekarang tau kan, siapa yang suka cari muka?"
Cindy menginjakkan kakinya kesal ke lantai. "Dih! Sialan sih! Bisa bisanya mereka malah bilang lagi mesra semalam!"
Selama Cindy mengumpat, bodohnya Elden dan Moza sudah pergi jauh tak mengindahkan apa yang Cindy katakan.
Tiba di kelasnya Moza. Jia menghampiri Elden.
"El, gue mau bilang thanks ya buat jasa lo. Maaf gue gak tau, ternyata yang punya Alpender juga bokap lo. Gue kira itu masih punya orang lain, paling gak deket sama Mirna."
Elden hanya mengangguk tanpa kata. Pria itu lantas mengatakan pada Jia, sesuatu yang membuat Jia sedikit tak enak hati atas sikapnya beberapa waktu lalu.
"Jasa gue gak ada apa apanya. Asal lo bisa setia, minimal sama temen lo sendiri. Karena pertemanan gak bisa ditukar sama duit, apalagi sampe jabatan."
Jleb.
Jia menunduk, dia tau dirinya salah.
"Ya, gue akuin waktu itu gue gelap karena bokap gue juga gak punya kerjaan, untung Zon nolongin gue."
Elden tak bersuara. Bahkan berkesan dingin terhadap Jia, sementara Moza tak berani berkomentar apapun, dia tahu Elden peduli sekali kepadanya.
"Nanti kalo ada bunyi bel. Kumpul di hallroom. Gue mau ke depan. Jagur masih nelpon gue," ucap Elden pada Zon. Pria itu juga mengusap puncak kepala Moza dengan lembut seraya berkata demikian.
Saat Elden berjalan ke koridor, Devano yang kesiangan jadi bulan-bulanan olehnya. "Wow, art kesiangan. Gue gak nyangka lo selain nyampah juga malas."
"Elden! Tolong jaga mulut lo!" balas Devano.
"Majikan berhak atas pembantunya. Apalagi sekolah di Liston cuma buat kalangan elit. Bukan lalat."
"Elden!"
"Gue mau, lo pake daster pas party nanti. Minta maaf sama gue seratus kali di podium, karena lo gak becus gantikan Mirna sebagai Art."
Devano memerah. "Elden! Gak, gue gak bisa."
"Okay, gue bakalan kick Mirna sekarang juga." Ancam Elden santai. Devano lantas terdiam, dia berpikir cukup lama. Mengingat dia telah merasa tidur dengan Moza semalam, pria itu tersenyum remeh. "Oke, gue ikutin permainan lo."
"Bagus, yang nurut."