Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul
Demi Apapun Aku Lakukan, Om
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Om Marcos," ucap Wanda dengan nada yang mengharapkan pengertian. Entah mengapa, di lubuk hati terdalamnya, ia ingin menyampaikan bahwa mereka seharusnya tidak terjebak dalam situasi ini terlalu lama.
Namun alih-alih mengerti, Tuan Marcos malah mengerucutkan wajahnya, seolah berusaha memahami perasaan Wanda yang begitu rumit dan tidak terjangkau.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan sekarang, Wanda?" tanya Tuan Marcos, mencoba mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada.
Ia menyadari bahwa situasi yang mereka hadapi sekarang sangatlah berbahaya dan tentu saja, pilihan yang akan mereka buat selanjutnya akan menentukan nasib mereka berdua. Dalam detik-detik yang menegangkan itu, Wanda merasakan gelombang perasaan yang menghempasi nya. Ia tak tahu harus merasa bersalah, takut, atau malah menikmati semuanya ini. Namun satu hal yang pasti, keadaan ini seolah menjadikan mereka semakin erat, saling memahami, dan tidak mungkin untuk melepaskan satu sama lain.
"Kita harus menyelamatkan diri kita, Om. Dan kita harus melalui ini bersama-sama," bisik Wanda dengan harapan yang nyata tergambar dalam mata yang sayu.
"Om Marcos, hentikan! Biarkan aku yang melanjutkan permainan ini," pinta Wanda sambil menjambak rambut tuan Marcos yang berada di antara selakangan nya. Tuan Marcos tidak bergeming. Pria itu justru semakin mengobrak-abrik pertahanan Wanda dengan permainan nya. Sesekali pria itu menyesap dan menekannya.
Dengan sekuat tenaga, Wanda mendorong tubuh tuan Marcos hingga pria itu terhenti mempermainkan tubuh Wanda. Sekarang giliran Wanda yang akan membuat pria itu meminta ampun kepada nya karena merasakan sensasi nikmat yang Wanda berikan.
"Aouh, ya, Wanda!" desah Tuan Marcos tak tertahan ketika Wanda langsung memahami apa yang dia inginkan.
Dia menatap sayu ke arah Wanda, wanita yang telah mencuri hatinya, yang dengan begitu lincah dan cekatan bisa menguasai perasaan yang menderu-deru di dalam dirinya. Wajah Marcos penuh ekspresi puas, kedua bola matanya menatap menawan saat mereka bersama-sama menyelami dunia indah yang mereka bangun bersama.
Di balik kisah asmara ini, terbentuk rasa percaya dan kebersamaan yang lebih dari sekadar harta dan kekayaan, sebuah ikatan yang membuat Tuan Marcos merasa menjadi pria yang paling beruntung di dunia.
"Wanda," Tuan Marcos menyebut nama gadis itu. Saking tidak tahannya pria itu menekan kepala Wanda hingga benar-benar benda tumpul yang besar dan panjang tersebut amblas ke dalam mulut mungil nya.
Kamar hotel berbintang itu terasa semakin pengap meski AC sudah bekerja keras menyejukkan udara. Napas mereka saling bertaut, mengisi ruang dengan desir dan bisikan yang sulit diungkap kata. Semua terasa begitu indah, seperti alunan nada yang hanya bisa dimengerti oleh hati yang sama. Tanpa ikatan resmi, mereka memilih untuk berbagi, memberi dan menerima tanpa beban janji.
Dinding-dinding kamar menyimpan diam-diam setiap sentuhan, setiap gelak halus yang tercipta dalam pergulatan mereka. Aturan dan norma yang biasanya mengikat seperti lenyap begitu saja, tergantikan oleh hasrat untuk menikmati kebahagiaan sekejap yang tulus dan saling menguntungkan. Ini bukan tentang ikatan, tapi tentang keindahan yang mereka ciptakan bersama, meski hanya untuk sesaat.
*****
Tuan Marcos merapikan kerah bajunya yang basah setelah mandi, wajahnya serius saat berkata,
"Sudah kuterima transferan mu tadi. Kalau masih kurang, aku akan beri lagi."
Di sudut kamar hotel yang mewah, Wanda masih terbaring di ranjang empuk, tubuhnya terbungkus bedcover yang terasa makin berat menekan kulitnya yang masih polos. Dengan tangan gemetar, ia meraih ponsel dan membuka aplikasi bank, matanya membelalak saat melihat jumlah uang yang masuk.
"Hah... memang segini?" bisik Wanda, jantungnya berdegup kencang. Senyum merekah dengan mata berbinar, tapi ada bayang-bayang ragu dan takut yang mengintip di balik wajahnya. Kekayaan Tuan Marcos itu bagaikan hadiah sekaligus beban yang tak mudah ia terima..
Wanda menatap kosong ke ujung jalan yang sepi. “Ini jalan yang benar untuk kesuksesan, ya? Atau aku malah tersesat?” pikirnya sambil menggigit bibir bawah.
Kepalanya berputar, penuh cemas yang sulit dihalau. Dia menutup mata sejenak, berusaha merangkai keputusan di tengah kebingungan yang membekap.
“Tapi besok pagi, kamu harus datang tepat waktu,” suara pria itu tiba-tiba memecah lamunannya. Tuan Marcos berdiri di hadapannya, tatapannya tajam dan serius.
“Perusahaan ini nggak memaafkan karyawan yang bolos atau asal-asalan.” Wanda mengangkat kepala, menatap mata hitam yang penuh kewibawaan.
“Sebagai sekretaris saya, kamu harus profesional. Jangan sampai hubungan kita di luar mempengaruhi kinerja kamu saat bekerja,” ucap Marcos dengan nada yang tak terbantahkan.
Jantung Wanda berdetak lebih kencang. Ia buru-buru mengangguk, “Siap, Tuan Marcos!”
Kata-kata itu keluar dari bibirnya, sedikit gemetar. Tuan Marcos tersenyum lebar, lalu tanpa ragu ia menempelkan jarinya ke hidung mancung Wanda, seolah menandai kemenangan kecil mereka hari itu. Wanda tertawa kecil dalam hati, tapi dada kecilnya tetap bergetar antara gugup dan berharap.
Wanda terdengar dibentak dari atas tangga, suaranya sedikit terkejut tapi masih santai.
"Lekaslah turun dan mandi! Pagi ini kamu tidak ada kuliah?" Tuan Marcos, pria berkulit sawo matang dengan senyum lebar di wajahnya, jarang sekali menunjukkan perhatian soal sekolah Wanda.
"Jam setengah sepuluh, Om! Masih sempat istirahat dulu, kok. Mager banget nih, pinggang rasanya mau lepas," Wanda menguap panjang sambil mengusap pinggangnya. Om Marcos malah tertawa kecil, penuh bangga.
"Om ini kuat, jangan remehkan! Jangan lupa minum jamu, biar enggak gampang loyo cuma karena satu ronde." Wanda cuma julurkan lidahnya sambil melepas lelah, membalas dengan ekspresi nakal.
Di depan pintu kamar hotel, Ken dan Kino berdiri sambil saling bertukar pandang, menunggu dengan sabar. Wanda mengusap lembut kening dan bibir mungilnya yang masih terasa hangat bekas ciuman Tuan Marcos. Senyum kecil mengembang di sudut bibirnya, seperti sinar mentari pagi yang menembus kelabu awan.
Ada rasa hangat berkelana di dadanya, membuatnya membayangkan hubungan mereka bukan sekadar transaksi, melainkan cerita dua hati yang tengah berani bertaut.
"Apakah ini cinta sejati, atau cuma bayang yang kusimpan rapat-rapat?" bisiknya pelan dalam hati.
Meski belum ada janji yang jelas, tuntutan Tuan Marcos agar dia berhenti bertemu pria lain terus bergaung di pikirannya. Tuan Marcos janji memenuhi kebutuhan hidupnya, asalkan hanya dirinya yang berhak memilikinya. Wanda terdiam, gelisah antara takut kehilangan kebebasan dan ingin mencoba memberi ruang pada benih perasaan yang mulai tumbuh perlahan di dalam dirinya.
Wanda berdiri di depan cermin kamar hotel, matanya menyiratkan pertanyaan yang tak berjawab.
"Akankah aku benar-benar menemukan kebahagiaan bersamanya? Ataukah ini cuma bayangan yang menipu?" gumamnya lirih, napasnya terengah seolah menimbang berat masa depan yang belum pasti.
Dengan langkah ragu, ia membuka pintu kamar dan melangkah keluar.
"Om Marcos," suaranya tiba-tiba melunak saat menatap pria matang itu, rapi dengan jas kecoklatan yang membalut tubuhnya.
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪