Bukan keinginan untuk menjadi istri pengganti. Karena ulah saudara tirinya Zahra harus menjadi korban akibat saudara tirinya tidak hadir di acara pernikahannya membuatnya menggantikan dirinya untuk berada di pelaminan.
Pria yang menikah dengan Zahra tak lain adalah Dokter bimbingannya dengan keduanya sama-sama praktik di rumah sakit dan Zahra sebagai Dokter coast. Zahra harus menjadi korban untuk menyelamatkan dua nama keluarga.
Merelakan dirinya menikah dengan orang yang tidak dia sukai. Tetapi bukannya niatnya dihargai dan justru. Suaminya menganggap bahwa dia memanfaatkan keadaan dan tidak. Tidak ada kebahagiaan dalam pernikahan Zahra.
Bagaimana Zahra menjalani pernikahannya dengan pria yang membencinya, pria itu awalnya biasa saja kepadanya tetapi ketika menikah dengannya sikap pria itu benar-benar menunjukkan bahwa dia tidak menyukai Zahra?"
Apakah Zahra akan bertahan dalam rumah tangganya?
Jangan lupa ngantuk terus mengikuti dari bab 1 sampai selesai.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 Sudah Menjadi Takdir
Zahra akhirnya sudah tiba di kediaman orang tuanya. Naldy tidak ikut mampir dan hanya mengantarkannya saja. Di saat Zahra membuka pintu harus berpapasan dengan Tasya yang ingin keluar.
Tatapan mata Tasya begitu tajam melihat saudara tirinya itu. Zahra berusaha mengabaikan dan berlalu dari hadapan Tasya tetapi dicegah oleh Tasya dengan mendorong bahu Zahra.
Plak
Tasya tanpa permisi bahkan memberi tamparan di pipi mulus putih itu dengan amarah yang begitu besar. Zahra cukup kaget dengan wajah miring ke samping dan memegang pipinya.
"Berani sekali kau mempermalukanku dan membuat orang-orang berpikiran bahwa aku adalah pelakor!" tegas Zahra.
"Kau seharusnya mendapat julukan seperti itu karena aku merebut calon suamiku. Kau benar-benar wanita tidak tahu diri!" umpat Tasya dengan amarah menggebu-gebu.
Zahra memejamkan mata dan membuang nafas perlahan ke depan, kemudian kembali menegakkan posisi wajahnya dan sekarang sudah saling menatap dengan Tasya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu hah! kau tidak terima dengan apa yang aku katakan? itu adalah dirimu yang sebenarnya. Kau wanita sudah menghancurkan kebahagiaanku dan merebut calon suamiku!" tegas Tasya merasa dirinya ditantang.
"Aku tidak pernah merebut calon suamimu. Aku juga tidak akan menikahnya jika bukan karena untuk menyelamatkan dua nama keluarga akibat perbuatanmu. Jika kamu mendapat julukan dari orang-orang lain karena perbuatanmu mendekati suamiku dan itu adalah konsekuensi yang harus kau dapatkan," tegas Zahra.
"Apa katamu? berani sekali kau menyebut kata suami di hadapanku. Kau seharusnya sadar bahwa laki-laki yang baru saja kau sebutkan itu pria yang sangat mencintaiku!" tegas Tasya semakin kepanasan dengan pernyataan Zahra.
"Aku sangat sadar dengan apa yang barusan aku katakan, tetapi kau tidak bisa menyangkal jika memang pria yang baru saja kau katakan adalah pria yang sangat mencintaimu sudah menjadi kenyataannya bahwa dia adalah suamiku!" tegas Tasya.
"Kau...." Tasya ingin kembali melayangkan tangannya ke wajah Zahra.
Hal itu tidak terjadi ketika seorang pelayan tiba-tiba berada di sekitar mereka.
"Maaf Nona Zahra, tuan dan nyonya sudah menunggu Nona," ucap pelayan tersebut dengan menundukkan kepala.
"Baiklah," sahut Zahra.
Pelayan itu juga langsung pergi dan kemudian disusul oleh Zahra.
"Zahra, kau harus tahu seperti apa dirimu di rumah ini dan posisimu seperti apa?" langkah Zahra terhenti ketika mendengar perkataan Tasya.
"Kau tidak pernah dianggap dan tidak akan ada yang peduli kepadamu, dari kecil sampai saat ini. Jadi jangan menyombongkan diri dan menegaskan kepadaku bahwa pria yang mencintaiku adalah suamimu. Zahra kau lupa jika dirimu bertahan hidup sampai saat ini hanya untuk dikorbankan. Jadi jangan terlalu menikmati peranmu," ucap Tasya dengan sinis membuat Zahra tidak merespon perkataan itu dan memilih melanjutkan langkahnya.
***
Zahra bersama dengan kedua orang tuanya di ruang tamu dan juga ada neneknya Karunia.
"Papa senang bisa melihat kamu baik-baik saja setelah pernikahan kamu. Hanya saja Papa tidak tahu apa alasan kamu melepas cadar kamu," ucap Wildan basa-basi dengan putrinya itu.
"Ini hanya masalah pribadi dan tidak ada urusannya dengan agama. Zahra melepasnya bukan berarti membencinya," jawab Zahra tidak ingin banyak bicara dan apalagi harus menjelaskan secara rinci.
"Sudahlah! menyuruh kamu datang ke rumah ini bukan untuk basa-basi seperti ini. Jika kamu disuruh datang ke rumah dan pasti ada sesuatu," ucap Syakira terlihat kurang nyaman jika harus berbicara dengan intens kepada anak tirinya itu.
"Lalu kenapa Zahra dipanggil dan ada apa?" tanya Zahra sebenarnya juga malas berbasa-basi.
"Tasya sudah kembali dan seharusnya kamu sudah tahu apa yang akan menjadi topik pembicaraan ini," sahut Syakira.
"Apa maksud Mama?" tanya Zahra.
"Tasya akan melanjutkan hubungannya dengan Naldy. Tasya akan menikah dengan Naldy. Semua ini sudah dibicarakan dengan keluarga Naldy, mereka tidak ingin ada perpisahan karena memang keluarga mereka tidak ada perceraian. Tasya jika tidak ingin hanya menjadi istri sirih tanpa adanya ikatan sah dalam pernikahan secara agama maupun negara. Jadi kamu juga harus memberikan surat persetujuan untuk pernikahan Tasya dan Naldy," tegas Syakira tidak ingin basa-basi dengan Zahra.
"Jadi karena ini Zahra dipanggil ke rumah ini?" tanya Zahra sebenarnya sudah bisa menduga.
"Zahra, kamu hanya sementara untuk menggantikan Tasya di pelaminan, dan hubungan mereka tidak akan berpengaruh apapun itu. Jangan memperbesar masalah atau bertanya atau bahkan tidak setuju, bagaimanapun mereka harus menikah," ucap Syakira.
"Papa juga setuju dengan semua ini?" Zahra langsung melihat kepada ayah kandung yang berada di hadapannya itu.
"Papa juga tidak menginginkan semua ini terjadi. Jika kamu tidak ingin harus bermadu dengan kakak kamu sendiri, maka kamu yang akan mengajukan perceraian, kamu juga berhak menemukan pasangan yang sesuai dengan keinginan kamu," ucap Wildan ternyata memberikan pendapat begitu lempeng tanpa memikirkan bagaimana perasaan putrinya
Zahra sampai tidak bisa berkata-kata, hanya memberitahu seolah dirinya begitu sangat menyedihkan. Rumah yang seharusnya menjadi tempatnya berlindung dan ternyata justru mendukung penuh keinginan suaminya untuk berpoligami.
"Zahra sebenarnya keputusan ada pada kamu. Tasya tidak mempermasalahkan jika memang kamu dan Naldy tidak berpisah dan dia harus menjadi istri kedua, tetapi kembali lagi kamu yang mengambil sikap atas semua ini," ucap Karunia.
"Lalu bagaimana jika aku tidak setuju dengan apapun. Aku tidak akan bercerai dan juga tidak akan mengizinkannya untuk berpoligami?" tanya Zahra.
"Apa maksud dari perkataan kamu? pria yang kamu nikahi itu bukanlah milik kamu. Kamu harusnya tahu diri sedikit, jangan membesar-besarkan masalah dengan keegoisan kamu seperti ini," sahut Shakira langsung emosi.
"Keegoisan apa? siapa yang egois?"
"Aku harus bertanggung jawab untuk 2 nama keluarga dan sekarang aku juga harus bertanggung jawab untuk Tasya. Kalian memintaku untuk menikah dengan laki-laki yang seharusnya menikah dengannya, dia pergi dan meninggalkan hari pernikahannya dan aku harus bertanggung jawab atas semuanya dan sekarang harus berpisah karena dia sudah kembali,"
"Ini pernikahan dan bukan permainan!" tegas Zahra.
Zahra merasa tidak ada gunanya banyak-banyak berbicara dengan keluarganya yang tidak pernah mendukungnya dan lebih baik berdiri dari tempat duduknya dan meninggalkan ruang tamu.
"Zahra tunggu!"
Wildan langsung menyusul putrinya itu.
"Zahra kamu jangan pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam kepada papa," Wildan berhasil menahan jarah dengan berdiri di hadapannya.
"Zahra terkadang berpikir? sebenarnya Zahra masih dianggap anak atau tidak. Jika Mama atau Tasya memperlakukan Zahra seperti itu mungkin Zahra bisa menerima, karena Zahra bukan darah dagingnya, tetapi Papa adalah ayah kandung Zahra. Lalu kenapa Zahra tidak pernah mendapat keadilan dan harus selalu dikorbankan?" tanyanya mengeluarkan isi hatinya dan ini pertama kali dia mengungkapkan semua itu kepada sang ayah.
"Kamu salah persepsi. Papa tidak pernah mengorbankan kamu dalam hal apapun dan Papa tidak pernah membeda-bedakan kamu dengan Tasya. Zahra sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik," ucap Wildan.
"Lalu menurut Papa ini juga yang terbaik? setelah memerintahkan Zahra untuk menggantikan Tasya di hari pernikahannya, Zahra menjadi istri dan banyak hal yang Zahra alami sebagai istri, dia kembali dan lalu ingin menikah. Ada pilihan untuk berpisah atau ide poligami? Lalu apa papa pikir ini yang terbaik? Papa tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Zahra,"
"Zahra ini manusia dan memiliki rasa sakit hati dan terluka," ucap Zahra dengan air mata yang jatuh.
Bersambung......