NovelToon NovelToon
Dijual Paman, Dibeli Mafia Arogan

Dijual Paman, Dibeli Mafia Arogan

Status: tamat
Genre:Pernikahan Kilat / Beda Usia / Roman-Angst Mafia / Dijodohkan Orang Tua / Tamat
Popularitas:75.5k
Nilai: 5
Nama Author: Senja

Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.

Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.

Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.

Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17

Pagi itu, suasana di rumah besar milik Edward terasa berbeda dari biasanya. Tidak ada ketegangan, tidak ada teriakan perintah, tidak ada wajah masam Edward yang biasa menghantui setiap penghuni rumah.

Edward, pria yang dikenal dingin dan sulit tersenyum, pagi itu terlihat begitu tenang. Bahkan, ia bangun lebih awal dari biasanya, menatap wajah Ara yang masih terlelap di sampingnya.

Ada senyum kecil di sudut bibirnya saat melihat istrinya itu mengerutkan hidung karena cahaya matahari menembus tirai kamar.

Tanpa banyak bicara, Edward mendekat dan membopong tubuh Ara yang masih terbungkus selimut. Ara membuka mata perlahan, menatap wajah suaminya dengan bingung.

“Kau tidak perlu membopongku setiap pagi,” ucap Ara pelan, suaranya masih serak. “Aku bisa berjalan sendiri.”

Edward menatapnya sekilas, lalu menjawab dengan nada datar namun lembut, “Aku tahu. Tapi aku ingin melakukannya. Anggap saja ini olahraga pagi.”

Ara tersenyum geli. “Olahraga yang satu ini aneh sekali,” candanya sambil menatap wajah serius Edward.

Edward hanya mengangkat bahu. “Aneh tapi menyenangkan.”

Ia terus melangkah menuju kamar mandi dan menurunkan Ara dengan hati-hati. Tak lama setelahnya, terdengar suara air mengalir dan tawa kecil Ara yang jarang terdengar di rumah itu.

Beberapa saat kemudian, setelah keduanya selesai bersiap, Edward kembali membopong Ara menuju ruang makan. Aroma roti panggang dan kopi hitam memenuhi udara.

Di atas meja makan panjang yang elegan, sudah tersaji berbagai hidangan dari omelette, sosis panggang, hingga salad segar.

Ara melongo. “Wah, banyak sekali makanannya,” katanya kagum. “Siapa yang menyiapkan semua ini?”

Edward menarik kursi untuk Ara, lalu duduk di seberangnya. “Koki pribadi,” jawabnya singkat. “Kau pikir aku punya waktu untuk memasak?”

Ara tertawa kecil, menatap suaminya dengan tatapan hangat. “Tentu saja tidak. Kau kan seorang suami, bukan koki.”

Edward tersenyum tipis. Ada rasa senang yang aneh di dadanya saat mendengar tawa itu. Mungkin karena tidak pernah melihat Ara tertawa dengan begitu lepas.

“Silakan makan,” katanya sopan.

Ara mulai menyantap sarapan dengan lahap. Edward hanya memperhatikan dalam diam, melihat bagaimana setiap suapan tampak membuat wanita itu bahagia.

“Pelan-pelan saja,” ucap Edward lembut. “Kau bisa tersedak kalau terburu-buru.”

Ara menatapnya dan tersenyum. “Aku lapar sekali, Edward. Rasanya sudah lama tidak makan dengan tenang begini.”

Edward mengangguk pelan, tapi pikirannya sibuk. Ia masih memikirkan percakapannya dengan Alana kemarin. Tentang terapi itu. Tentang bagaimana ia harus mengatasi masalah yang selama ini ia sembunyikan dari siapa pun. Ia tahu cepat atau lambat, ia harus jujur pada Ara. Tapi bagaimana?

Setelah beberapa menit, ia memberanikan diri membuka suara.

“Ara,” panggilnya pelan.

Ara menatapnya dengan wajah lembut. “Ya?”

Edward meneguk air putih, mencoba menyembunyikan kegugupannya. “Bagaimana kalau setelah sarapan kita jalan-jalan? Di taman belakang.”

Ara terkejut. “Jalan-jalan?” Ia nyaris tak percaya. “Kau mau mengajakku jalan-jalan?”

Edward mengangguk singkat. “Ya. Aku ingin... menghabiskan waktu bersamamu.”

Kata-kata sederhana itu cukup membuat Ara terdiam sejenak sebelum tersenyum.

“Baiklah. Aku ikut.”

Beberapa saat kemudian, mereka berjalan di taman luas yang berada di belakang rumah. Taman itu sangat indah, dipenuhi bunga mawar, anggrek, dan air mancur kecil di tengahnya. Udara pagi masih segar, burung-burung berkicau di pepohonan.

“Indah sekali,” ucap Ara dengan mata berbinar. “Aku tak tahu taman ini sebesar ini.”

Edward menatap wajah istrinya yang tampak bahagia. “Kau menyukainya?” tanyanya lembut.

Ara menoleh dan mengangguk. “Aku sangat menyukainya. Rasanya seperti bukan di rumahmu yang dingin itu.”

Edward terkekeh pelan. “Mungkin karena aku baru belajar membuat rumah ini terasa hidup.”

Mereka berjalan perlahan hingga sampai di sebuah bangku kayu di bawah pohon sakura yang baru mulai berbunga. Edward menggenggam tangan Ara dan menuntunnya duduk.

Beberapa detik, hanya suara angin yang terdengar. Lalu, Edward menarik napas panjang.

“Ara… ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu.”

Tatapan Ara berubah serius. “Ada apa, Edward?”

Pria itu tampak gugup, jarinya menggenggam ujung celana.

“Aku…” suaranya terhenti. Kata-kata terasa sulit keluar. Bagaimana ia bisa menjelaskan bahwa ia datang ke dokter kandungan hanya untuk menanyakan masalah kelelakian?

“Kau kenapa?” tanya Ara cemas. “Apa kau sakit?”

Edward buru-buru menggeleng. “Tidak, tidak. Aku baik-baik saja.” Ia tersenyum kaku. “Hanya... lupa apa yang mau kukatakan.”

Ara mengernyit curiga. “Kau yakin?”

Edward menatap matanya sebentar lalu mengalihkan pandangan. “Yakin. Sudahlah, lupakan saja.”

Ara terdiam, tapi dalam hatinya, ia tahu Edward sedang menyembunyikan sesuatu. Tatapan mata itu terlalu mudah terbaca bagi seorang wanita yang telah lama hidup di dekatnya.

Edward kemudian mengubah suasana dengan memeluk Ara dari samping.

“Ayo nikmati pagi ini,” bisiknya lembut. “Kau terlalu banyak berpikir.”

Ara bersandar di dadanya, mencoba menikmati momen itu meski pikirannya dipenuhi tanda tanya.

Sementara mereka larut dalam ketenangan taman, di tempat lain, beberapa kilometer dari sana, seorang pria berdiri di balkon tinggi, menatap foto Edward dan Ara di layar laptopnya.

Senyum sinis muncul di wajahnya.

“Jadi, Edward Frederick mulai jatuh cinta…” gumamnya pelan, nada suaranya penuh ejekan. “Si mafia dingin itu akhirnya punya kelemahan.”

Ia mengangkat ponselnya dan menekan satu nomor cepat. “Lakukan sesuai rencana,” perintahnya dingin. “Waktunya sudah tiba.”

Sambungan telepon berakhir. Di layar laptopnya, wajah Ara tampak membeku di tengah tawa. Pria itu menyandarkan tubuhnya ke kursi, matanya menyipit penuh ancaman.

“Bersiaplah, Edward,” bisiknya licik. “Aku akan mengambil segalanya darimu, termasuk wanita cantik itu.”

1
(╭☞•́⍛•̀)╭☞
ehem..
hm
hmm
hmmm
liat bintang dan baca sendiri
Opi Sofiyanti
kok "paman"????hrsnya kaka BKN sih?Edward sepupu bpa nya Alex kan???
Leny Wijaya
akhirnya tamat nih cerita ara dan edward🤣💪💪💪semngt thor cerita lain
Senjakala: Heheh siapp kakak🙏
total 1 replies
partini
ini gadis kecil smart Banggt yah
Arfano Mauza
semangaat Ara.. ntar si ed ed itu tau lho yg ditabrak bakal nangis dia💪
partini
i stil don't like theme Thor 🤣🤣🤣
Senjakala: Wkwk pie mak? mentok ideku🤣
total 1 replies
partini
i don't like theme
Kinara Widya
aku suka ceritanya
partini
hemmmm main" ni orang yah ,belum tau dia kalau ada bocil kematian yg tidak suka keluarga Frederik di sentuh
Ariany Sudjana
ada lagi pelakor ga tahu diri
Ariany Sudjana
Alex masih kecil, tapi lebih wise. Edward mafia tapi bodoh, Ara juga sama bodohnya, dia perempuan yang egois. semoga alana bisa sembuh setelah ketemu Daniel
Agunk Setyawan
Edward egois ya
Ariany Sudjana
Edward ini keputusan paling bodoh, Ara juga bodoh, meskipun Edward suami kamu, tapi kamu harusnya jangan setuju begitu saja, cobalah ber empati sama Alana. yang dibutuhkan Alana itu Daniel, papa kandung Ivy, untuk melewati masa sulit, bukannya masuk ke rehabilitasi
(╭☞•́⍛•̀)╭☞
sumpah al deg2an.. 😭
Ariany Sudjana
Edward sebaiknya tidak egois, meskipun Daniel bersalah, tapi dengan membuang Daniel ke Colombia, itu adalah kesalahan terbesar. Alana tidak butuh masuk rehabilitasi, Alana hanya butuh Daniel sebagai papa kandung Ivy, dan sebaiknya kamu turunkan egois kamu, sebelum semua terlambat dan kamu akan menyesal
(╭☞•́⍛•̀)╭☞
al lagi salapan.. seketika berhenti ngunyah 😶
Ariany Sudjana
sebaiknya Edward segera mengampuni Daniel, kasihan Alana harus berjuang sendiri pasca melahirkan, bagaimanapun kehadiran seorang suami bagi ibu pasca melahirkan itu sangat dibutuhkan
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
pdhl si alana ini cinta sendirian kan y, tapi msh bisa y dia seeffoet itu pengen ketemu ama si Daniel
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
audrey atau ivy?
Senjakala: Ivy kak ada typo nnti aku benerin🙏😊
total 1 replies
partini
kumu patut di kasih Shok terapi biar waras,, dulu aja ga mua bertanggungjawab dasar kamfreeetooo ihhhh gumuss akuhh
si babang Edward do something buat mereka berdua biar happy
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!