Saat tragedi mengambil jiwanya, Syifa menemukan dirinya yang masuk ke dunia novel sebagai seorang antagonis yang secara obsesif mengejar protagonist pria bahkan berencana untuk menghancurkan hubungannya dengan sang kekasih.
Pada akhirnya dia akan mati terbunuh karna alur itu, oleh sebab itu untuk menghindarinya, dia selalu menghindari pria itu.
Namun bagaimana jika tiba-tiba alurnya berubah, pria itu malah memperhatikannya..
"Tidak! ini tidak ada dalam plot!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Begitu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, Kayden segera melajukan mobil ke arah yang membuat Syifa terkejut.
"Mau kemana? Jangan bilang kamu mau nyulik aku?"
"Nyulik? Lucu ah.. kamu pikir aku kurang kaya apa?"
"Yah trus mau kemana? Kamu gak antar aku ke kampus?"
"Emangnya aku bilang kalau aku mau antar kamu ke kampus?"
Syifa mengingat kembali –pria itu hanya mengatakan bahwa dia akan menjemputnya hari ini dan yap.. dia tak mengatakan mau membawanya kemana.
"Trus mau kemana ini?," tanya Syifa tak sabaran.
Kayden tak langsung menjawab. Ia justru menambah kecepatan, membuat deru mesin terdengar lebih tegas di telinga Syifa. Jalanan pagi itu cukup lengang, hanya beberapa kendaraan yang melintas, seolah kota sengaja memberi ruang bagi keputusan sepihak seorang Kayden.
Syifa mendengus kesal. “Hei! Aku serius. Kalau kamu nggak mau jawab, aku turun sekarang.”
Kayden melirik sekilas, sudut bibirnya terangkat tipis. “Di tengah jalan? Kamu mau bikin aku masuk berita kriminal pagi-pagi?”
“Daripada kamu bawa aku entah ke mana,” balas Syifa ketus.
"Kayden, aku nggak suka hal aneh kayak gini."
Pria itu menghela napas pelan, seakan akhirnya memutuskan untuk berhenti bermain teka-teki. “Aku cuma mau ngajak kamu sarapan.”
Syifa menoleh cepat. “Sarapan?”
“Iya. Sarapan,” ulang Kayden datar, seolah itu hal paling wajar di dunia.
“Kamu bikin aku panik cuma buat sarapan?”
“Kamu yang kepikiran hal aneh sendiri,” balasnya santai.
Syifa ingin memukul dashboard mobil. “Aku punya kelas pagi.”
“Kelasmu jam sembilan. Sekarang baru setengah tujuh,” jawab Kayden tanpa menoleh, jelas sudah memperhitungkan semuanya.
Syifa terdiam. Ia benci mengakui bahwa Kayden selalu tahu celah untuk memojokkannya. Mobil akhirnya berhenti di sebuah kafe kecil yang tampak tenang, jauh dari hiruk-pikuk pusat kota. Bangunannya sederhana, tapi hangat, dengan jendela besar dan papan kayu bertuliskan Morning Dew.
“Kafe?” tanya Syifa ragu.
“Tempat ini bagus,” ujar Kayden sambil membuka sabuk pengamannya.
Mereka masuk ke dalam. Aroma kopi dan roti panggang menyambut hangat. Kafe itu masih sepi, hanya ada satu dua pelanggan. Kayden memilih meja di sudut dekat jendela.
“Pesan aja apa yang kamu mau,” katanya sambil menyerahkan menu.
Syifa melirik menu tanpa benar-benar fokus. “Kamu aneh.”
“Kenapa?”
“Kamu beneran mulai tertarik sama aku? Kayaknya cuma bercanda, kan?.”
Kayden mengangkat alis. “Aku tersinggung.”
“Syukurlah.”
Kayden terkekeh pelan.
Setelah memesan, suasana kembali hening. Syifa mengaduk sendok kecil di cangkir air hangat yang disajikan pelayan. Ada banyak pertanyaan di kepalanya, tapi ia ragu untuk mengucapkannya.
“Kamu kenapa?” tanya Kayden akhirnya.
“Apa?” Syifa mendongak.
“Kamu dari tadi kelihatan tegang.”
'Ya mana mungkin aku gak tegang diseriusin sama orang yang bakal buat aku mati.. ya meskipun secara tidak langsung....' ucap Syifa dalam hati namun tak memberikan jawaban apapun pada Kayden.
Beberapa saat kemudian, mereka tak menyadari –Wenda masuk ke kafe yang sama dan duduk di meja yang bersebelahan dengan mereka namun posisinya membelakangi Kayden dan secara otomatis membuat Syifa bisa melihatnya.
Tatapan Wenda begitu tajam pada Syifa, tanpa mengetahui bahwa jiwa Syifa yang sekarang belum mengetahui bagaimana wajah Wenda.
'Nih cewek kenapa ngeliatain aku kayak mau makan aku sih?'
Berulang kali Syifa tak sengaja bertatapan dengan Wenda, tatapannya terus membuatnya merasa janggal seolah melewatkan sesuatu.
"Fa? Syifa?, kamu ngelamunin apa sih sampai gak jawab pertanyaan aku"
Nada Kayden yang agak tinggi itu membuat Syifa langsung berhenti melirik Wenda.
"Gimana? Kita jalan bareng setelah kelas kamu selesai?"
"Boleh.. ajak aku juga dong.."
Bukan.. bukan Syifa yang menjawab, tapi Wenda..