Setelah mengetahui sebuah rahasia kecil, Karina merasa bahwa ia akan mendapatkan banyak keuntungan dan tidak akan rugi saat dirinya mendekati Steve, pewaris dari perusahaan saingan keluarganya, dengan menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat mungkin tidak akan ditolak oleh Steve. Sebuah pernikahan yang mendatangkan keuntungan bersama, baik bagi perusahaan maupun secara pribadi untuk Karina dan Steve. Keduanya adalah seseorang yang sangat serius dan profesional tentang pekerjaan dan kesepakatan, ditambah keduanya tidak memiliki perasaan apa pun satu sama lain yang dapat mempengaruhi urusan percintaan masing-masing. Jadi, semuanya pasti akan berjalan dengan lancar, kan? * * Cerita ini hanyalah karangan fiksi. Baik karakter, alur, dan nama-nama di dalam tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theodora A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17
•
Setelah semuanya rencana 'liburan' mereka tidak lagi berjalan sesuai dengan harapan, keempat penghuni mansion ini memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan berkumpul di tepi kolam renang yang ada di halaman belakang.
"Jangan terlalu dipikirkan, ibu baca dari berita katanya lockdown ini hanya akan berlangsung sementara. Kita bisa mencoba menikmati waktu sebaik mungkin selama tinggal di mansion ini, kedengaran tidak terlalu buruk, kan," ibu Karina berbicara dari tempatnya berdiri di dekat pemanggang barbekyu. Dia mengenakan celemek merah dengan motif bunga-bunga yang menggemaskan, dengan sarung tangan kotak-kotak berwarna senada. Sebuah tusuk sate tampak di dalam genggamannya. Karina menyukai pemandangan yang ia lihat saat ini. Ibunya terlihat seperti seorang ibu-ibu normal seperti ini. "Lihat sisi baiknya saja. Situasi ini memberi kita lebih banyak waktu untuk dinikmati bersama, kan? Ini akan menjadi waktu yang menyenangkan untuk bersantai bersama seperti dulu-dulu. Hanya kita saja, para ibu dan anak-anak."
"Madison benar. Ditambah lagi, rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kali ibu melihatmu yang tidak terburu-buru pergi meninggalkan rumah untuk urusan pekerjaan." Ibu Steve berkata, sambil sibuk mengoleskan bumbu pada daging yang ada di atas pemanggang. "Jika harus jujur, saat ini lebih terasa seperti liburan yang sesungguhnya untuk ibu."
Karina menghela napas pelan, dan senyum getir langsung muncul di wajahnya. Tentu saja ibu mereka bisa berkata seperti itu. Mereka termasuk ke dalam satu persen orang teratas di seluruh Australia, berasal dari keluarga yang kaya raya dan terlepas dari kerasnya hidup yang mengerikan. Sementara di luar sana ada banyak sekali orang-orang dengan ekonomi menengah kebawah yang berjuang untuk menghidupi diri dan keluarga, karena pada situasi seperti ini jelas akan ada banyak pekerja yang di-PHK. Sungguh ironis karena dibalik semua carut marutnya kehidupan, ada orang-orang kaya seperti mereka yang sama sekali tidak terpengaruh, yang bisa dengan santai berjemur di bawah sinar matahari dan memanggang barbekyu di halaman belakang mansion seolah-olah ini hanyalah liburan yang diperpanjang.
Karina dan Steve saling berbagi tatapan datar, namun tidak satu pun dari mereka mencoba untuk menjelaskan situasi seperti apa yang sedang dihadapi dunia ini kepada ibu mereka. Keduanya hanya duduk diam di kursi berjemur, tepat di bawah payung yang ukurannya terlalu kecil untuk melindungi tubuh mereka dari sinar matahari, walupun keduanya sudah duduk dengan posisi yang benar-benar saling menempel.
Agak jauh dari tempat mereka duduk, sepasang pelayan berdiri, menatap kedua ibu mereka yang sedang menyiapkan bahan-bahan untuk makan siang dengan wajah penuh rasa bersalah. Kedua ibu mereka meminta pelayan-pelayan tersebut untuk berdiri saja, bahkan ibu Karina meminta mereka untuk kembali saja ke dalam mansion, mengatakan bahwa mereka ingin menyiapkan semuanya sendiri. Tapi kedua pelayan tersebut tetap berada di sana dan berdiri dengan postur yang sangat siaga, siap untuk maju dan membantu kapan saja diperlukan.
"Tapi proyek yang sedang perusahaan kita kerjakan jadinya akan selesai lebih lama," sela Steve, sambil berdiri dari kursi. Dia melepaskan jubah mandinya, meletakkannya di sandaran kursi dan menuju kolam renang. Steve mengenakan baju renang berlengan panjang berwarna hitam dan swim jammer berwarna senada. "Pandemi ini akan menunda seluruh proses produksi, dan sekarang semua yang sudah kita rencanakan dengan matang menjadi sia-sia dan tidak pasti."
Pada titik ini, Karina bahkan tidak berusaha menyembunyikan fakta bahwa ia sedang memperhatikan Steve. Ia menatapnya secara terang-terangan, mengamati pria itu dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan alis yang sedikit terangkat dan sorot mata terkesan. Steve benar-benar memiliki postur tubuh yang bagus. Dengan baju renang yang ketat dan ngepas di badannya, Karina bisa melihat bentuk otot-otot perutnya, otot lengannya, bahunya yang lebar dan pinggul yang ramping. Kakinya terlihat jenjang tanpa celana formal yang biasa menutupinya, sangat jenjang seakan-akan panjangnya setara dengan lebar properti ini. Karina tidak pernah tahu bahwa pinggang Steve sekecil itu. Bagaimana bisa Steve tidak memiliki kekurangan sama sekali?
"Tapi, aku rasa lebih banyak waktu bersama seperti ini memang tidak ada salahnya." Lanjut Steve sebelum dia melompat dan menyelam ke dalam kolam. Air yang terciprat dari lompatannya bahkan sampai ke kaki Karina, membuatnya sedikit mendengus. Dasar tukang pamer, pikir Karina.
"Bergabunglah bersamanya, Karina." Ujar ibunya, menunjuk ke arah Steve yang baru saja muncul kembali ke permukaan kolam renang, menyibak tetesan air dari rambutnya seperti anjing kecil yang basah kuyup. Steve terlihat sedikit terengah-engah dan mengusapkan tangan ke wajahnya, mendorong rambutnya ke belakang. Dan entah kenapa Steve terlihat sangat keren saat melakukannya. Karina merutuki dirinya, mengapa ia tidak bisa berhenti menatapnya? "Ibu akan memanggil kalian ketika makan siang sudah selesai."
Karina merasa tidak ada salahnya untuk berenang. Cuacanya bagus dan ideal, tidak terlalu panas dan tidak terlalu mendung. Karina kembali menatap ke arah Steve yang sudah kembali menyelam, berenang dengan kepala di bawah air dan tangan yang mengepak serta kaki yang menendang. Karina kembali menggerutu di dalam hatinya. Apakah Steve pikir dia sedang berada di perlombaan Olimpiade? Benar-benar tukang pamer.
"Kalau begitu, aku akan ikut berenang bersama Steve." Ujar Karina sambil berdiri, melepaskan jubah mandinya dan menjatuhkannya di atas kursi. Karina mengenakan setelan renang yang cukup mirip dengan Steve, dan itu membuatnya sedikit kesal. Ia mengenakan baju renang berlengan panjang berwarna hitam dengan garis biru di sisi kiri dan kanannya, serta celana renang pendek berwarna hitam. Sebelum masuk ke kolam, Karina memanggil pelayan dan meminta mereka untuk membawa keluar sebotol wine.
Tidak seperti Steve, Karina memilih untuk memegang tangga besi dan perlahan-lahan menurunkan dirinya ke dalam air. Tidak perlu terlalu berlebihan. Lagipula, dirinya jarang berenang.
Karina berdiri diam dan melihat Steve yang baru setengah jalan berenang ke arahnya, tangannya yang panjang terlihat naik turun di permukaan air yang beriak. Karina memperhatikan bagaimana kepala Steve tetap berada di bawah air sepanjang waktu, dan tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya.
Ketika Steve mencapai sisi tangga kolam, dia muncul ke permukaan. Dan tepat saat itu juga Karina menghilang ke dalam air. Steve kembali mengibaskan air dari rambutnya, sama sekali tidak melihat ada sesuatu yang aneh di dalam kolam.
Steve meletakkan tangannya yang terlipat di tepian kolam, sambil kembali mengusap wajah dan mendorong rambutnya yang basah ke belakang. Dia memutuskan untuk beristirahat dan mengatur napas sejenak sebelum kembali menyelam ke dalam air.
Di sekelilingnya, permukaan air tampak cukup tenang. Steve tidak menyadari suara gemericik pelan dan bayangan yang mendekat ke arahnya dari bawah air. Bayangan itu semakin dekat dan akhirnya berhenti di dekat pangkal kakinya.
Sedetik kemudian, Steve mengeluarkan jeritan paling memalukan dalam hidupnya ketika sebuah tangan memegang pergelangan kakinya dan dengan kasar menariknya, membuatnya seketika merosot masuk ke dalam air.
Awalnya dia meronta-ronta, berusaha untuk berpegang pada tepian kolam namun gagal karena tangannya yang licin.
Dalam sepersekian detik, air memenuhi paru-paru Steve. Dia dapat merasakan klorin di lidahnya, dan penglihatannya kabur ketika dia membuka mata dan berusaha melihat di dalam air. Mulutnya membuka untuk mendapatkan oksigen, mengeluarkan gelembung-gelembung udara yang melayang tanpa tujuan ke permukaan.
Walaupun tidak jelas, Steve dapat melihat bayangan seseorang yang sekarang berenang tepat di atasnya, dengan tangan yang terulur untuk menarik bajunya.
Setelah beberapa saat, kaki Steve akhirnya menyentuh dasar kolam dan dia menggunakannya untuk menendang dirinya naik ke permukaan, keluar dari cengkeraman sosok yang sedang berusaha menenggelamkannya itu.
Seketika Steve teringat, dirinya pernah membayangkan beberapa cara manusia menemui ajalnya saat dia masih duduk di bangku SMP. Dan dia pernah memikirkan apa cara terkeren baginya untuk mati suatu hari nanti, dan tenggelam bukanlah pilihan yang baik dalam daftarnya. Dia menolak untuk ditenggelamkan oleh pencuri yang membobol kolam renang di halaman belakang mansion ketika dirinya sedang liburan di sebuah pulau di Prancis. Jadi Steve menggeliat dengan kuat, melawan pegangan yang membebaninya hingga dia mencapai permukaan, naik dengan napas yang keras diikuti dengan batuk yang hebat.
Steve hampir saja berteriak memanggil penjaga keamanan dan melompat keluar dari kolam renang, ketika satu sosok muncul secara tiba-tiba dari dalam air tepat di hadapannya. Steve mendengar tawa terbahak-bahaknya terlebih dahulu sebelum sempat melihat wajahnya. Helaian rambut panjang menutupi seluruh wajahnya dan ketika sosok tersebut menyibakkan rambutnya ke belakang, saat itulah Steve dapat melihatnya dengan jelas.
Mata Steve membulat, menatap ke arah Karina yang terlihat sangat terhibur. Steve belum pernah melihat wanita yang merupakan istrinya itu terbahak seperti ini.
Karina tertawa sangat keras dengan kepala yang menengadah ke belakang. Matanya menghilang seiring dengan pipinya yang mengembang. Steve hanya bisa terdiam, menatapnya tak percaya.
"Ya ampun, tadi itu lucu sekali. Kamu seharusnya melihat wajahmu sendiri dan mendengar suara teriaknmu." Karina terus tertawa sampai tubuhnya oleng ke kiri dan ke kanan. "Ekspresi wajahmu tadi adalah hal terlucu yang pernah aku lihat dalam hidupku."
Kemarahan langsung membuncah di dada Steve saat dia menyadari bahwa dirinya telah dikerjai. Rasanya dia ingin berteriak, menarik Karina dan menenggelamkannya ke dalam air. Tapi saat melihat wajah tertawa wanita itu, rasanya Steve tidak tega melakunnya. Karina terlihat sangat bahagia tertawa seperti itu.
Jadi, Steve mengurungkan niatnya. Dia hanya mendengus kesal dan menyipratkan air ke arah Karina. Jika dia tidak bisa menenggelamkannya, Steve akan memilih cara ini untuk membalasnya.
Air yang dicipratkan ke arah Karina langsung masuk ke tenggorokan karena ia sedang tertawa dengan mulut yang terbuka lebar, membuatnya tersedak.
"Hei!" Teriak Karina, sudah bersiap-siap untuk melakukan serangan balik.
Steve mencoba untuk bergeser ke samping, namun Karina tidak membiarkannya bergerak jauh. Ia mengikuti Steve dan mengejarnya sambil terus mencipratkan air ke arahnya. Dengan itu, perang air pun pecah di antara mereka. Satu kebiasaan lama yang memang sulit untuk dihilangkan, karena bahkan di depan ibu mereka pun keduanya masih berusaha untuk bersaing dan menemukan siapa yang akan menang.
Hal ini terus berlanjut selama beberapa waktu, tanpa ada satu pun dari mereka yang mau mengalah terlebih dahulu. Mereka terpaksa berhenti ketika ibu Steve memanggil keduanya untuk naik dan makan siang. Steve dan Karina pun berjalan menuju tangga kolam dengan wajah kesal dan cemberut karena tidak ada yang menang.
"Lihatlah mereka merajuk seperti anak kecil," kata ibu Karina sambil tertawa saat melihat Karina dan Steve yang kini mulai berebut untuk duluan menaiki tangga kolam.
"Mereka terlihat sangat lucu dan serasi, bukan? Seperti memang sudah ditakdirkan untuk bersama," ujar ibu Steve sambil tersenyum, menata piring-piring di atas meja makan pada pondok kecil yang ada tidak jauh dari kolam.
Sisa siang itu mereka habiskan dengan baik, dipenuhi dengan tawa dan obrolan hangat. Mereka bergantian saling menyuapi satu sama lain, terlihat seperti keluarga kecil sederhana yang sedang berpiknik.
Karina tidak memiliki masalah ketika dirinya menyuapi ibu dan ibu mertuanya, tapi ia hampir berhasil membuat Steve tersedak ketika ia menyuapi suaminya itu dengan satu sendok besar salad. Steve membalasnya dengan memasukkan sumpitnya terlalu jauh ke dalam tenggorokan Karina ketika dia menyuapkan daging panggang, membuat Karina sedikit terbatuk-batuk. Kedua ibu mereka hanya bisa tertawa dan menggelengkan kepala melihat kelakuan anak-anak mereka ini.
•
•
aku mampir nih thor... semangat ya!
😭