Urban legend bukan sekadar dongeng tidur atau kisah iseng untuk menakuti. Bagi Klub Voli SMA Higashizaka, urban legend adalah tantangan ritual yang harus dicoba, misteri yang harus dibuktikan.
Kazoi Hikori, pemuda kelahiran Jepang yang besar di Jerman. masuk SMA keluarganya memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, namun tak pernah menyangka bergabung dengan klub voli berarti memasuki dunia gelap tentang legenda-legenda Jepang. Mulai dari puisi terkutuk Tomino no jigoku, pemainan Hitori Kakurenbo, menanyakan masa depan di Tsuji ura, bertemu roh Gozu yang mengancam nyawa, hingga Elevator game, satu per satu ritual mereka jalani. Hingga batas nalar mulai tergerus oleh kenyataan yang mengerikan.
Namun, ketika batas antara dunia nyata dan dunia roh mulai kabur, pertanyaannya berubah:
Apakah semua ini hanya permainan? Atau memang ada harga yang harus dibayar?
maka lihat, lakukan dan tamat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkyMoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arashiyama
Setelah sampai di villa yang mereka sewa. Shin menggendong Yume masuk ke dalam kamar. Terdapat tiga kamar di dalam villa satu lantai itu. Yume akan bersama Shin, Ryota dengan Yasuhiro dan Hikori dengan Ichi.
Mereka ke kamar masing-masing Hikori membereskan barang yang tidak banyak Ichi terduduk dengan pandangan kosong.
"Jangan melamun," tegur Hikori.
"Aku hanya tak habis pikir baru saja kita mengalami hal yang mengerikan dan sekarang di Kyoto pun kita kembali di mengalami hal yang tak mengenakkan. Apa kita sudah terkena kutukan?"
"Sudahlah ini hanya sedang sial Ryota sendiri bahkan tidak tahu kenapa tiba-tiba berada di sana."
"Hiko, kita hampir mati kau tahu!"
Belum sempat Hikori menjawab suara dentuman seperti langkah kaki besar terdengar. Mereka saling pandang buru-buru keluar kamar. Mereka juga melihat Ryota dan Yasuhiro yang baru keluar. Tiba-tiba teriakan kesakitan terdengar dari kamar Shin. Mereka bergegas menghampiri sumber suara.
Yasuhiro mencoba membuka pintu kamar yang untungnya tidak dikunci. Mereka melihat Shin yang terduduk lemas dengan darah yang keluar dari mulutnya sedangkan diseberang Shin. Yume menempel ke tembok, kepalanya menyentuh langit-langit. Yume menatap mereka tajam dengan tawa yang menggema memenuhi ruangan.
"Aku akan membawa kalian ke neraka!" Lalu dia tertawa terbahak-bahak, siapapun yang mendengar suara tawanya pasti ketakutan. Ryota dan Yasuhiro membawa Shin, menuntunnya untuk keluar kamar. Tapi saat mereka ingin keluar Yume perlahan turun kebawah dengan senyuman yang benar-benar mengerikan.
Mereka perlahan mundur sedangkan Hikori dan Ichi yang memang tak sepenuhnya masuk keluar mencoba mencari bantuan.
Yume sudah sampai di bawah dia merangkak dengan cara kayang, rambutnya menjuntai sampai bawah tatapan matanya terfokus pada mereka, sedangkan senyumannya semakin merekah.
Jantung mereka berdetak tak karuan, mereka mundur sampai punggung mereka menyebut dinding. Yume yang mendekati mereka perlahan berlari menerjang mereka.
Mereka menangis Yasuhiro yang paling ketakutan, Shin sudah lepas dari pegangan mereka sedangkan Ryota menahan Yume yang ingin mencakar tubuhnya.
"Bantu aku!" Ucap Ryota kesusahan.
Yasuhiro membuang semua rasa takutnya dia mengunci leher Yume, sialnya entah kenapa wanita ini jadi lebih kuat sekarang. Ryota meraih tirai tipis yang berada di sampingnya dia mengikat tangan Yume yang untungnya berhasil. Walaupun saat ini tenaga Yume lebih besar tapi mereka berhasil mengikat Yume ke ranjang.
Tangan dan kakinya sudah terikat kedua tangannya terikat di sisi ranjang. Tapi kaki dan badannya tidak dapat diam terus bergerak tak karuan bahkan ranjangnya berderit karena kekuatan Yume yang sangat besar.
"Mati, mati, mati, mati," Yume terus mengatakan hal itu berulang kali.
Di sisi lain Hikori dan Ichi mendatang rumah warga yang lumayan jauh dari villa mereka berlari tanpa alas.
Mereka mengerikan pada warga tentang Yume yang kerasukan dan mobil mereka yang tiba-tiba berada di terowongan. Untungnya setelah mendengar penjelasan mereka warga berbondong-bondong untuk membantu Hikori dan teman-temannya.
Salah satu warga menelpon pendeta yang berada di kuil yang tak jauh dari tempat mereka. Kini Hikori, Ichi dan beberapa warga menuju ke villa. Mereka masuk ke kamar Yume. Di sana terlihat Yume yang terikat di ranjang yang seperti ingin melepaskan diri.
Merasakan ada orang masuk dia membalikkan kepalanya melihat ke arah mereka, matanya melotot senyum lebar. "Ikut denganku ke neraka."
Salah satu warga menutup kamar Yume. "Kenapa bisa seperti ini," dia bertanya pada Hikori sedangkan Ichi berkeliling mencari Yasuhiro dan yang lainnya.
"Aku tidak tahu, aku tertidur temanku yang menyetir bilang kalo dia tak sengaja tersesat, lalu saat kami ingin putar balik kami melewati terowongan. Dan di sanalah kami mendapat gangguan. Ada perempuan yang mendekati mobil kami, suara yang berlari-lari di atas mobil, suara tangisan hingga akhirnya teman kami seperti ini."
"Apa terowongan yang dimaksud itu Terowongan Kiyotaki?" Tanya salah satu warga ke warga lainnya.
Mereka menengguk ludah kasar jika memang benar yang melewati itu terowongan Kiyotaki.
"Jarang sekali kita menemukan hal seperti ini, kita tunggu pendeta."
Ichi datang menghampiri Hikori. "Mereka tidak ada, mobilnya pun tidak ada tapi aku sudah mengecek kamar Yasuhiro senpai, barang-barangnya masih ada."
Hikori bernafas lega, setidaknya mereka tidak ditinggalkan jika barang-barangnya masih ada tapi kemana mereka.
"Apa mungkin mereka ke rumah sakit?" Tanya Ichi.
"Bisa jadi mungkin mereka sedang mengantar Shin senpai, kita tunggu saja," Ichi hanya mengangguk.
Tak lama pendeta dan warga datang Hikori menuntun mereka untuk masuk ke kamar. Yume masih sama bedanya peluh sudah membanjiri badannya tangan dan kaki yang terikat terluka memerah lecet. Hikori meringis walaupun dia tidak dekat dengan Yume hanya sebatas senpai satu klub voli dia merasa simpati harusnya mereka senang-senang tapi malah berakhir seperti ini.
Wajah Yume terlihat sangat pucat.
Pendeta Renshin, pria tua berwajah tenang dengan jubah keunguan dan tasbih di tangan, dia menatap Yume dengan wajah terkejut tapi pendeta itu mencoba untuk tetap tenang. Dia melirik Ichi dan Hikori. "Dia sudah bukan temanmu, kesadarannya sudah sepenuhnya diambil alih."
Yume tiba-tiba tertawa. Bukan hanya tawa seorang pria yang berat, melainkan tawa rendah, parau, dan memanjang. Tawa yang menusuk jantung siapa pun yang mendengarnya.
"Kau tahu siapa aku," ucapnya dengan suara berat, dia menatap tajam ke arah pendeta. "Aku menginginkannya! mereka yang datang padaku, mereka akan ikut denganku ke neraka!"
"Yume-senpai," ucap Hikori lirih.
Yume mendongak perlahan. Sclera-nya menghitam, irisnya merah menyala seperti arang terbakar. Darah menetes dari sudut mulutnya, namun dia tersenyum. Giginya merah karena darah.
Pendeta Renshin mengambil ranting suci sakaki yang dihiasi shide putih. Ia mulai membaca mantra, "On Abiraunken Sowaka..." Suaranya rendah namun bergema, menggetarkan udara di dalam kamar.
Yume menjerit. Bukan jerit kesakitan biasa, melainkan raungan. Suara seperti sapi yang disembelih. Seluruh tubuhnya bergetar, urat-uratnya menonjol di leher. Tali ikatannya bergoyang, namun tetap kuat.
Tanpa sadar air mata Hikori dan Ichi mengalir merasa iba pada Yume yang saat ini sedang kerasukan.
Renshin berhenti sejenak, mengusap keringat di dahinya. "Makhluk ini, bukan roh biasa. Dia gozu."
Belum sempat mereka bertanya tentang gozu, tiba-tiba Yume memekik, lalu tertawa keras. Ia memiringkan kepala dengan posisi yang nyaris mustahil, hingga terdengar suara krek. "Aku akan membawa kalian ke neraka!"
Renshin mengambil air suci, lalu memercikkannya ke tubuh Yume. Asap putih tipis muncul dari kulitnya. Ia menjerit lebih keras. "On Abiraunken Sowaka! On Abiraunken Sowaka!"
Jendela terbuka lalu tertutup dengan sendirinya, angin berhembus masuk kedalam kamar yang tidak terlalu luas ini. Dalam sekilas, melihat sesuatu di balik punggung Yume, bayangan tinggi besar dengan kepala sapi berdarah, berdiri, menatapnya. Tanduknya menembus langit-langit.
Hikori melotot tak percaya dengan apa yang dia lihat. Ichi menggenggam tangan Hikori dia berbisik. "Aku melihatnya."
Pendeta Renshin meneruskan ritualnya, kini menggunakan lonceng kecil. Suaranya nyaring, menusuk udara. Yume menggigit bibirnya sendiri hingga berdarah. Namun perlahan, tubuhnya mulai melemas. Jeritannya mengecil, menjadi isakan.
Hingga akhirnya...
Sunyi.
Yume terkulai, lemas, masih terikat. Matanya tertutup, napasnya berat, dia pingsan.
"Apa sudah selesai?" Tanya Hikori dengan suara bergetar
Pendeta Renshin menunduk, menyatukan tangan di depan dada. "Untuk saat ini, ya. Tapi dia harus dibersihkan kembali secara berkala. Roh itu belum sepenuhnya pergi. Dia hanya terusir untuk sementara."
Hikori dan Ichi mendekati Yume perlahan mereka membuka tali yang mengikat Yume, Hikori meringis melihat keadaan kulit Yume yang terikat sangat merah. Hikori bahkan bisa merasakan sakitnya hanya dengan melihatnya.
"Cepat bawa temanmu ke rumah sakit sepertinya ada masalah pada lehernya," mereka mengangguk.
"Aku akan mengantar kalian, tunggu lah aku akan membawa mobil," salah satu warga menawarkan diri untuk mereka.
Setelah menunggu sebentar Yume diangkat oleh mereka dibantu beberapa warga. Mereka pun langsung bergegas ke rumah sakit terdekat.
To be continued