Kehidupan yang semula diharapkan bisa mendatangkan kebahagiaan, rupanya merupakan neraka bagi wanita bernama Utari. Dia merasakan Nikah yang tak indah karena salah memilih pasangan. Lalu apakah Utari akan mendapatkan kebahagiaan yang dia impikan? Bagaimana kisah Utari selanjutnya? simak kisahnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Bertemu Dengan Bu Dewi
Hana seketika menegang, dia masih ingat penampilan Utari tadi, dia seketika merasa marah. Ia merasa sangat iri dengan perubahan Utari.
"Kalau ketemu dia memang kenapa? Kamu nyesel diceraikan dia?"
"Kamu ngomong apa, sih?" Akmal bertanya dengan gigi terkatup. kedua tangannya mengepal, terlihat jelas dia sedang menahan amarah. Dia tidak ingin menimbulkan keributan yang tidak perlu di rumah sakit.
Bu Dewi tidak ingin terlibat dengan masalah antara Hana dan Akmal. Dia diam-diam menyelinap keluar.
Bu Dewi juga sama seperti Hana dan Akmal. Dia masih terngiang dengan penampilan Utari tadi. Dia terlihat sangat berkelas dan anggun. Bu Dewi benar-benar tidak menyangka dengan perubahan Utari. Ia lantas mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Utari. Namun, lima kali mencoba, panggilannya tidak dapat tersambung. Bu Dewi menggerutu, tapi dia tidak patah semangat, ia langsung mengirim pesan pada Utari, berharap pesannya segera dibalas.
Dia ingin bertemu dengan Utari dan memastikan sesuatu. Dia sangat yakin, Utari masih mencintai Akmal dan sekarang dia hanya sedang marah dan bermain tarik ulur. Bu Dewi lupa jika Utari lah yang menggugat Akmal.
Usai mandi, Utari mengambil ponselnya dari tas, dia menghela napas panjang melihat layar ponselnya hitam. Dia lupa untuk mengisi daya. Utari mengisi daya ponselnya dan menyalakannya. Tak lama hpnya terus berbunyi. Ada beberapa panggilan dari Bian, mama Sukma, Dewa dan juga Bu Dewi.
Utari mengabaikan pesan bu Dewi dan memilih mengirim pesan pada mama Sukma dan Dewa. Setelah memastikan semua pesannya terkirim, Utari baru membuka pesan dari Bu Dewi. Seulas senyum sinis terbit dari bibirnya yang tipis.
Utari dengan santai membalas pesan Bu Dewi. Dia menyanggupi bertemu dengan mantan mertuanya itu besok.
Utari turun, ia berpapasan dengan Bian yang membawa nampan, hendak naik ke kamarnya.
"Loh, kamu kok turun?" Bian mengerutkan keningnya. Utari tersenyum lebar.
"Aku mau makan di bawah aja sama kamu, Ok!" ujar Utari.
Bian menghembuskan napas dengan pasrah dan lalu berbalik membawa nampannya turun. Utari tertawa melihat tingkah Bian.
Di meja makan, Utari duduk di sebelah Bian. Keduanya makan dalam diam. Setelah selesai, Bian memberikan vitamin dan suplemen yang harus diminum Utari. Utari menerimanya sambil mengucapkan terima kasih.
"Tari, besok aku ada urusan ke luar kota. Gimana kalau kamu ikut aku, aku khawatir kamu akan pingsan lagi, sedangkan di rumah ga ada aku."
"Aku nanti bakalan minta mbak Lisa buat temenin aku, jangan khawatir. Aku sudah baik-baik saja, Bi."
"Tapi aku masih ga tenang mau ninggalin kamu sendirian."
"Bian, ya ampun. Aku bukan istri kamu, tapi kamu segitunya, nanti gimana kalau calon kamu tahu, kamu kaya gini ke aku?" tanya Utari bercanda. Dia hanya sedang mengalihkan pembicaraan, karena dia tidak bisa mengendalikan jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih kencang.
Siapa yang tidak senang mendapat perhatian seperti itu? Akan tetapi Utari sadar diri, dia hanyalah seorang janda yang memiliki anak satu. Utari terlalu memandang rendah dirinya. Padahal Bian memperlakukan dia selayaknya ratu.
Bian tidak menanggapi pertanyaan Utari. Dia tahu jika Utari selalu merasa rendah diri dengan statusnya yang janda, tapi bagi Bian, dia sama sekali tidak keberatan.
***
Pukul 10, Utari sudah bersiap bertemu dengan Bu Dewi. Bu Dewi telah menentukan tempat pertemuannya dan mengirim pesan pada Utari. Lisa sudah standby sejak keberangkatan Bian pagi tadi.
"Mbak Lisa ga apa-apa 'kan nemenin saya sebentar?"
"Lama juga ga apa-apa, Mbak Utari. Kan saya memang dipekerjakan untuk menemani mbak Utari."
Utari tersenyum dan lalu mengajak Lisa segera berangkat ke tempat pertemuannya. Papa Tama sudah menyiapkan mobil khusus untuk Utari selama di kota ini. Mobil yang digunakan adalah sebuah sedan berwarna putih.
Setibanya ditempat yang ditentukan, Lisa dan Utari keluar secara bersamaan dari mobil. Utari mengedarkan tatapannya mencari keberadaan mantan ibu mertuanya.
Bu Dewi melihat Utari turun dari mobil, mau tak mau matanya bersinar penuh dengan pikiran licik. Utari segera duduk tanpa berniat menyalami Bu Dewi. Keduanya duduk berhadapan, sedangkan Lisa duduk di meja sebelah Utari.
Tidak ada yang mulai pembicaraan. Utari tampak santai memanggil pelayan, dia menatap Bu Dewi dan bertanya, "Ibu sudah pesan?"
Bu Dewi menggeleng, tadinya dia hanya ingin mengajak bertemu dengan Utari di kafe dekat rumah sakit, tapi siapa sangka, Kafe yang dia pilih, memiliki menu mahal mahal. Dia tidak berani memesan, karena uangnya pas pasan.
Utari segera memesan dua minuman dan sepiring kentang goreng. Setelah memesan, Utari meminta Lisa untuk memesan makanan juga.
Lisa tidak sungkan sekarang, dia pun memesan minuman dan sepiring nasi goreng.
Bu Dewi melirik Lisa denga tatapan tidak senang, tapi Lisa tampak tak acuh.
"Utari, bagaimana kabar kamu?" tanya Bu Dewi. Dia awalnya ingin menggenggam tangan Utari yang ada di atas meja, tapi Utari buru-buru menarik tangannya.
"Bukankah ibu bisa lihat, saya baik baik saja," jawab Utari. Dia tampak tenang dan auranya lebih berkelas.
"Utari, ibu minta maaf. Kemarin ibu terlalu banyak pikiran sehingga tidak memikirkan ucapan ibu ke kamu. Mohon jangan diambil hati," kata Bu Dewi dengan lembut. Namun, dari matanya bisa terlihat jelas jika dia tidak benar-benar tulus mengatakannya.
Utari tersenyum, "Bu, ibu mungkin sudah terlalu tua, sehingga pikun. Selama tujuh tahun lebih Utari menjadi menantu ibu, ibu memang selalu berkata kasar. Jadi untuk ucapan ibu yang kemarin, aku tidak akan mengambil hati. Anggap saja aku sedang mendengar gonggongan anjing."
Tangan Bu Dewi mengepal. Dia tentu marah mendengar ucapan Utari yang menyamakan dirinya dengan anjing, tapi demi membuat Utari kembali dibawah kendalinya, ia akan menahan semua cemoohan Utari.
"Tari, sebetulnya ibu bisa membantu hubunganmu dengan Akmal kembali membaik. Sebaiknya kamu tidak berpisah dengannya, bagaimana pun juga diantara kalian ada Nisa," ucap Bu Dewi mencoba membujuk Utari lewan nasihat.
Namun, mungkin keinginan Bu Dewi hanyalah angan angan semata. Bagaimana Utari mau jatuh ke lubang yang sama dua kali?
Keduanya terdiam saat pelayan mengantar pesanan ke meja. Utari mengambil gelasnya dan mengaduk jus Sirsak kesukaannya.
"Silahkan minum dulu, Bu."
Utari menyesap minumannya, Lisa di meja sampingnya makan dengan lahap.
Bu Dewi menyesap minumannya dan tertegun, pantas saja harganya mahal, rasanya memang sepadan.
"Bagaimana, Tari? Kamu mau 'kan rujuk sama Akmal, demi Nisa."
Utari terkekeh, dia menatap Bu Dewi dengan datar. "Sejak kapan ibu peduli dengan Nisa? Seingatku sejak Nisa lahir hingga sekarang, ibu sama sekali tidak pernah menyentuh Nisa begitu juga dengan Mas Akmal. Lalu dari mana pemikiran ibu ini keluar?" tanya Utari.
"Bukan begitu, Tari, tapi ...."
"Sudah lah, Bu. Keputusan saya sudah bulat. Mungkin surat cerai kami juga sudah diproses. Ibu sebaiknya fokus membesarkan Iqbal, cucu kesayangan ibu. Tidak perlu memikirkan saya dan Nisa." Utari melirik Lisa yang sudah selesai makan. Dia pun memanggil pelayan lagi.
"Mas, bisa minta billnya?"
"Sebentar ya, Kak, maaf mau tunai apa kartu?"
"Tunai saja, Mas." Kali ini Lisa yang menjawab.
Saat billnya tiba, Pelayan menyerahkannya pada Lisa. Lisa segera membuka tasnya dan mengambil tiga lembar uang seratusan.
"Kembaliannya buat kamu aja, Mas."
"Terima kasih, Kak."
Utari berdiri diikuti oleh Lisa. Perempuan itu sekali lagi menatap Bu Dewi, "Saya harap ibu tidak mengganggu saya lagi."
Bu Dewi merasa direndahkan, amarah yang sejak tadi dia tahan kini mulai meledak.
"Oh, sekarang kamu bersikap sombong karena kamu sudah kaya, Tari? Kamu lupa bagaimana kamu dulu? Kalau bukan anak saya yang mau sama kamu, tidak ada orang lain yang menginginkanmu," kata bu Dewi cukup lantang, sehingga menarik perhatian beberapa pengunjung.
Utari sama sekali tidak mempedulikan ucapan bu Dewi. Dia berjalan dengan anggun dan tidak pernah menoleh ke belakang. Lisa mengikutinya dengan langkah yang mantap.
utari pokoknya untuk Bian gak boleh sm yang lain 😁
ni karena mau merasakan kekayaan utari makanya di bujuk utari buat rujuk sm si akmal ...
Bagus utari jawaban yang bagus biar kapok tuh si ibu