"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Kekhawatiran Arka
"Kalau kamu tidak bisa menerima saya sebagai suami kamu, setidaknya jaga kehormatan saya di depan orang lain"
Kalimat itu terus saja berputar-putar di benak Feby. Membuat perasaan bersalah di dalam dirinya semakin besar. Setelah berselisih paham dengan Arka, Feby terus mengurung dirinya di dalam kamar. Di atas ranjang, gadis itu diam membisu seraya memeluk erat kedua kakinya.
Ia membiarkan dinginnya AC di dalam kamar bercampur dengan dinginnya sikap Arka pagi tadi.
Feby masih mengingat dengan jelas, tatapan mata Arka yang menunjukkan sebuah kekecewaan. Tatapan itu begitu tajam dan menusuk jantungnya menciptakan sesuatu yang terasa sangat menyesakan.
Feby melirik sebuah benda kecil yang samar-samar berkilau terkena cahaya matahari dari celah jendela. Benda itu tergeletak di samping meja tempat tidurnya. Saat melihat benda tersebut dada Feby menjadi semakin sesak.
Sebuah benda kecil yang mengikat ia dan Arka dalam hubungan suami istri. Benda tersebut adalah cincin pernikahannya dan Arka.
Sejak ia menikah dengan Arka, ia tidak pernah sekalipun memakai cincin pernikahan itu.
Orang-orang pasti menganggap cincin pernikahan adalah sebuah benda yang sakral. Namun Feby, tidak pernah menganggap begitu. Gadis itu selalu meletakkan cincin pernikahannya dan Arka di atas meja tanpa sedikitpun berniat untuk memakainya. Bahkan sekedar melirik saja tidak.
Berbeda dengan Arka. Feby selalu melihat cincin tersebut tersemat di jari pria tampan itu. Sejak pertama kali mereka menikah, hingga sekarang Arka tidak pernah melepaskan cincin tersebut. Hal itu semakin membuat Feby merasa bersalah.
Kringgg....
Lamunan Feby langsung buyar seketika saat mendengar hp miliknya berdering. Gadis itu menghapus jejak air mata di pipinya dengan kasar.
Ada sebuah panggilan masuk dari hp Feby. Gadis itu langsung mengambil hp tersebut. Ia berharap Arka yang menelponnya. Namun ternyata itu bukan panggilan dari Arka.
Bagaimana bisa ia berharap seperti itu? Sedangkan ia sama sekali tidak memiliki nomor Arka! Dasar konyol!
Panggilan tersebut ternyata dari Ibu Feby. Feby sempat ragu untuk mengangkatnya karena ia takut Ibunya mengetahui apa yang terjadi di antara ia dan Arka.
"Apa jangan-jangan Mas Arka ngasih tau Ibu apa yang terjadi?" Gumam Feby dengan wajah cemas.
Namun pada akhirnya ia memilih untuk mengangkatnya karena ia tau betul seperti apa sifat Ibunya. Ibunya pasti akan terus mencecarnya dengan banyak pertanyaan jika ia tidak mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, assalamu'alaikum Feb..." Ucap Saras begitu telepon tersambung.
Feby berdehem beberapa kali untuk menghilangkan suara serak. Ia tidak mau jika Ibunya mengetahui bahwa ia baru saja menangis.
"Ya wa'alaikumsalam Bu. Ada apa?" Jawab Feby berusaha bersikap normal.
"Nggak, Ibu cuma kangen sama kamu Feb..." Mendengar itu hati Feby langsung bergetar seketika.
"Aku juga kangen sama Ibu..." Saut Feby dengan mata berkaca-kaca.
"Feb? Kamu baik-baik saja kan?" Tanya Saras dengan nada khawatir.
Sudah hal yang wajar bagi seorang Ibu untuk bisa merasakan apa yang tengah dialami oleh anaknya.
Sekuat apapun Feby berusaha menyembunyikan kesedihannya, Ibunya dengan mudah mengetahui hal tersebut hanya dengan suaranya saja.
'Tidak ada yang baik-baik saja Bu' Batin Feby.
"Aku baik-baik saja Bu" Namun itulah jawaban yang keluar dari mulut Feby. Gadis itu sama sekali tak mau membuat Ibunya khawatir dengan kondisinya.
Meskipun pernikahan diantara ia dan Arka hanya sebatas kertas saja, akan tetapi hubungan diantara kedua orang tuanya dan orang tua Arka tidak demikian. Sejak dulu, Ayah Feby dan Om Tama sudah berteman baik. Persahabatan mereka sudah terjalin bahkan sebelum Feby lahir. Feby tidak mau merusak persahabatan diantara mereka berdua.
"Kamu nggak usah bohong sama Ibu Feb. Ibu tau pasti ada sesuatu yang terjadi diantara kamu dan Arka. Apapun itu, kamu bisa ceritakan semua sama Ibu"
"A-apa maksud Ibu? Kenapa Ibu tiba-tiba ngomong gitu?" Tanya Feby terbata-bata.
"Kamu udah dua hari ini nggak berangkat sekolah kan? Arka udah ceritain semuanya sama Ibu" Ucap Saras.
Hal itu sontak membuat jantung Feby langsung berdegup. Wajahnya langsung berubah menjadi semakin cemas.
"A-apa yang Mas Arka ceritain ke Ibu?" Tanya Feby.
"Dia bilang kalau kamu udah dua hari nggak masuk sekolah karena sakit. Dia juga tanya ke Ibu biasanya kalau kamu sakit obatnya apa. Dia itu suami yang perhatian banget sama kamu Feb" Jelas Saras dari sambungan telepon.
Feby langsung mengerutkan keningnya. "Ibu lagi bercanda ya? Kapan dia nanya gitu ke Ibu? Dia aja nggak pernah dateng ke rumah Ibu"
"Memangnya kalau mau nanya harus dateng ke rumah? Kan bisa lewat telepon Feb. Kemarin Arka nelpon Ibu, terus tadi pagi dia juga baru aja nelpon katanya mau nganterin surat ke sekolah kamu biar kamu nggak di alpa sama guru" Papar Saras panjang lebar.
Feby langsung diam membisu mendengar itu. Hatinya berdesir mengetahui sisi lain Arka yang selama ini tidak ia ketahui. Jadi selama ini Arka memperhatikannya? Di balik sifat dingin pria itu, ternyata masih ada keperdulian padanya. Mengapa ia tidak menyadari itu?
"Feb kok kamu diem aja sih? Ada apa? Jangan bilang kalau kamu bertengkar sama suami kamu?" Cecar Saras dengan suara cempreng.
"I-iya Bu..." Jawab Feby dengan lirih.
Feby bisa membayangkan seperti apa reaksi wajah Ibunya setelah mendengar jawaban darinya.
Ibunya pasti akan marah. Jika saja ia bicara langsung dengan Ibunya, dia pasti akan langsung mendapatkan amukan dari Ibunya.
"Feb kamu itu ya! Pasti kamu yang bikin salah kan?! Apa yang kamu perbuat sampai Arka marah sama kamu hah?! Cerita sama Ibu Feb!" Amuk Saras membuat Feby menjauhkan hp dari telinganya karena suara cempreng dari Saras langsung menusuk ke dalam telinganya.
"Kemarin aku nggak berangkat sekolah, terus teman aku dateng ke rumah buat jenguk aku tapi Mas Arka tiba-tiba marah" Jelas Feby.
"Pasti dia marah karena ada alasannya Feb. Arka itu pria yang dewasa dia nggak mungkin marah gitu aja kalau kamu nggak buat kesalahan. Lebih baik kamu bicara baik-baik sama dia. Kamu minta maaf dengan cara baik-baik kalau perlu, perhatiin dia. Arka pasti bakalan maafin kamu Feb"
Feby menghelakan napasnya. Bagaimana Ibunya bisa tau? Apakah Ibunya ini seorang paranormal?
"Atau nggak, kamu coba beri dia ruang dan waktu agar kemarahannya reda"
"Iya Bu... Ya udah aku mau istirahat dulu. Kepalaku sakit banget. Assalamualaikum" Feby langsung mematikan sambungan telepon sepihak.
Mendengar omelan Ibunya justru semakin membuat kepalanya terasa sakit! Namun satu hal yang tidak Feby mengerti, bagaimana bisa Arka menyimpan nomor mertuanya sedangkan nomor istrinya saja tidak ia simpan?
"Ishhhh! Kenapa semuanya jadi berantakan kaya gini sih?!" Dumel Feby seraya melemparkan hp miliknya di atas kasur.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Sedangkan di tempat lain, tepatnya di ruangan khusus presiden direktur Megantara Group. Arka tengah sibuk menandatangani beberapa dokumen penting. Pria tampan itu berusaha sebisa mungkin membuat dirinya tetap sibuk agar ia berhenti memikirkan Feby.
Akan tetapi, justru gadis itu selalu muncul di pikirannya. Semakin ia berusaha, semakin gadis itu muncul. Meskipun wajah Arka terlihat begitu tenang. Namun hati dan pikirannya tidak.
Arka membuka lembar demi lembar dokumen di tangannya. Ia berusaha untuk tetap fokus. Namun lagi dan lagi bayangan gadis itu terus saja menghantuinya. Bahkan untuk memahami satu lembar dokumen saja ia tidak bisa karena di otaknya saat ini hanya berisikan Feby.
Arka menutup dokumen itu dengan kasar. Tak selang berapa lama, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Permisi Pak, ini Kevin" Ucap Kevin seraya mengetuk pintu.
"Masuk" Titah Arka membuat Kevin langsung masuk ke dalam ruangan Arka.
"Maaf Pak, semua klien sudah menunggu Pak Arka di ruangan meeting" Ujar Kevin.
Arka mengerutkan keningnya. "Meeting? Hari ini saya ada jadwal meeting?" Tanya Arka.
"Iya Pak. Hari ini Pak Arka ada jadwal meeting dengan klien dari luar negeri. Dua hari lagi kan jadwal penerbangan Bapak ke Singapura. Apakah Bapak lupa?" Jelas Kevin seraya tersenyum kecil.
Arka menghelakan napasnya lalu memijat pelipisnya yang tiba-tiba saja terasa berdenyut. Karena terlalu memikirkan Feby, ia sampai lupa dengan pekerjaannya. Sial! Gadis kecil itu benar-benar membuatnya gila!
Tanpa membuang waktu lagi, Arka langsung bangkit berdiri.
"Ayo Vin," Ajak Arka dengan singkat lalu segera keluar dari ruangannya menuju ruangan meeting.
Semua orang telah menunggu Arka di ruangan meeting. Arka memasuki ruangan meeting dengan penuh wibawa. Semua orang langsung berdiri untuk menghormati Arka begitu pria itu masuk.
Arka duduk di kursi yang telah disediakan khusus untuk presiden direktur. "Silahkan duduk" Ujar Arka mempersilahkan semua orang untuk duduk kembali.
"Baik kerena Pak Arka sudah hadir, kita bisa langsung mulai meetingnya" Ucap Kevin.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Setelah kurang lebih dua jam, meeting pun akhirnya selesai. Meeting berjalan dengan lancar meskipun sempat beberapa kali Arka kurang fokus. Begitu keluar dari ruangan meeting, yang terpikirkan dalam otak Arka hanya satu. Yaitu Feby.
Entah mengapa ia merasa sangat mengkhawatirkan kondisi gadis itu. Apalagi pagi tadi ia baru saja membentak Feby. Tanpa mengucapkan kalimat apapun pada Kevin yang sedari tadi berdiri di sampingnya, Arka langsung melenggang keluar dari kantor.
Kevin pun hanya menatap kepergian Arka seraya tersenyum kecil. Sudah lebih dari tiga tahun ia bekerja bersama Arka. Namun baru kali ini ia melihat Arka tidak fokus dalam pekerjaannya. Raga Arka memang ada di sini, akan tetapi pikiran dan hatinya ada di tempat lain. Dan penyebab utama dari hal itu adalah Feby.
"Ternyata pria seperti Pak Arka juga bisa jatuh cinta" Ucap Kevin seraya terkekeh.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Arka langsung menancap mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah. Begitu sampai di rumah, ia langsung mencari Feby.
Langkah kaki panjangnya tertuju pada kamar Feby yang masih tertutup rapat. Pria itu berdiri di depan kamar Feby seraya mengetuk pintu kamar gadis itu.
Tok! Tok! Tok!
"Feb? Kamu baik-baik saja?" Tanya Arka.
Namun tidak ada jawaban apapun dari dalam. Pintu kamar Feby juga di kunci rapat-rapat. Hal itu semakin membuat Arka merasa cemas.
Arka melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sudah menunjukan pukul 11:45.
"Tuan Arka? Tumben pulang cepat? Apakah ada sesuatu yang tertinggal?" Tanya Mbok Ida yang melihat Arka berdiri di depan pintu kamar Feby dengan wajah gusar.
Arka menoleh ke belakang.
"Di mana Feby?" Tanya Arka to the point.
Pertanyaan dari Arka membuat Mbok Ida mengerutkan keningnya. "Loh? Bukannya Non Feby berangkat sekolah toh?"
"Dia nggak berangkat sekolah Bi. Saya sudah nganterin surat ke sekolahnya tadi pagi" Jelas Arka.
"Tapi Mbok juga nggak liat Non Feby dari tadi pagi. Pintu kamarnya juga dikunci. Mbok kira Non Feby berangkat ke sekolah sama Tuan"
"Jadi pintu kamarnya di kunci dari tadi pagi?" Tanya Arka.
Mbok Ida mengangguk. "Iya Tuan"
Tok! Tok! Tok!
"Feb! Kamu di dalem?" Tanya Arka seraya mengetuk pintu. Namun tidak ada sautan apapun dari dalam.
"Non Feby? Buka pintunya Non. Jangan bikin mbok khawatir..." Wajah wanita setengah baya tersebut langsung berubah menjadi khawatir.
Berkali-kali Arka dan Mbok Ida mengetuk pintu seraya memanggil Feby. Namun masih tidak ada sautan apapun. Yang terdengar hanya suara detak jarum jam dalam kamar Feby.
Kekhawatiran di wajah Arka tak lagi bisa di sembunyikan.
Ia pun akhirnya memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Feby.
"Minggir dulu Bi, biar saya dobrak pintunya"
Titah Arka membuat Mbok Ida langsung mundur beberapa langkah untuk memberikan Arka ruang.
BRUK!
BRUK!
BRUK!
Setelah tiga kali, Arka akhir berhasil mendongkrak pintu kamar Feby. Ia tidak memperdulikan jika pintu itu rusak. Yang ada di pikirannya hanya keselamatan Feby.
Arka langsung masuk ke dalam kamar Feby dan mencari keberadaan gadis itu di setiap sudut ruangan. Begitu pula Mbok Ida. Wanita itu mengekor di belakang Arka.
Rahang Arka langsung mengeras seketika, saat ia tidak kunjung menemukan gadis itu di manapun. Pantas saja tidak ada sautan apapun dari Feby. Karena gadis itu memang tidak ada di dalam kamarnya.
"Non Feby nggak ada di kamar Tuan! Mbok juga sudah cek kamar mandi tapi nggak ada" Ucap Mbok Ida dengan cemas.
Arka hanya diam membisu. Ia berjalan menghampiri ranjang Feby. Mata elang milik Arka menemukan sebuah surat yang tergeletak di atas ranjang Feby. Arka langsung mengambil surat itu dan membacanya.
...Jangan cari aku kalau Mas Arka masih marah. Aku bakalan pergi dulu dari rumah Mas Arka. Aku mau nenangin diri aku dulu di tempat yang nggak bakalan Mas Arka tau....
Rahang Arka semakin mengeras setelah ia membaca surat yang ditulis oleh Feby. "Sial! Kamu benar-benar membuat saya gila, Feb!"
______________________________________________
...MR. ARKA TERPANTAU ...
...SEDANG PUSING MIKIRIN TINGKAH FEBY! 🤣🤣🤣...
.......
...See you next part! Kira-kira Feby bakalan dikasih pelajaran nggak ya sama Mr. Arka?😂...