NovelToon NovelToon
Time Travel Dokter Modern Ke Zaman Kuno

Time Travel Dokter Modern Ke Zaman Kuno

Status: sedang berlangsung
Genre:TimeTravel / Reinkarnasi / Zombie / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita
Popularitas:249.8k
Nilai: 4.9
Nama Author: Lily Dekranasda

Di tengah dunia yang hancur akibat wabah zombie, Dokter Linlin, seorang ahli bedah dan ilmuwan medis, berjuang mati-matian untuk bertahan hidup. Laboratorium tempatnya bekerja berubah menjadi neraka, dikepung oleh gerombolan mayat hidup haus darah.

Saat ia melawan Raja Zombie, ia tak sengaja tergigit oleh nya, hingga tubuhnya diliputi oleh cahaya dan seketika silau membuat matanya terpejam.

Saat kesadarannya pulih, Linlin terkejut mendapati dirinya berada di pegunungan yang asing, masih mengenakan pakaian tempurnya yang ternoda darah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Linlin Melakukan CPR (Revisi)

Yi Hang berjalan di samping Linlin, sesekali meliriknya yang tampak begitu antusias mengamati sekeliling desa. Jalan setapak yang mereka lalui cukup lebar, dengan rumah-rumah kayu berdiri kokoh di kanan dan kiri. Beberapa penduduk duduk di depan rumah, ada yang berbincang santai, ada pula yang sibuk dengan pekerjaan mereka.

Linlin menarik napas dalam, menikmati udara segar yang terasa jauh lebih bersih dibandingkan dunia asalnya yang penuh dengan polusi. “Tempat ini sangat damai… aku suka,” ujarnya sambil tersenyum.

Yi Hang menoleh sekilas, menatapnya sebelum kembali melihat ke depan. “Kalau kau suka, kau bisa tinggal lebih lama.”

Linlin menoleh padanya dengan ekspresi menggoda. “Oh? Apa kau ingin aku tinggal?”

Yi Hang langsung berdeham dan mengalihkan pandangan. “Aku hanya bilang… kalau kau mau.”

Linlin terkikik. “Aku baru di sini sebentar, tapi kau sudah ingin aku tinggal lebih lama? Jangan-jangan kau sudah mulai menyukaiku?”

Yi Hang menghela napas, tapi rona merah samar di wajahnya tidak bisa ia sembunyikan. “Kau terlalu percaya diri.”

“Tapi kau tidak menyangkal,” goda Linlin lagi.

Yi Hang mengabaikannya dan terus berjalan, membuat Linlin semakin tertarik untuk mengusiknya. Namun, sebelum ia bisa mengatakan sesuatu lagi, beberapa penduduk mulai memperhatikan mereka.

Seorang pria tua yang sedang menganyam keranjang melirik Yi Hang dan menyapanya. “Yi Hang, kau membawa orang baru ke desa kita?”

Yi Hang mengangguk. “Dia… temanku.”

Linlin tersenyum ramah. “Halo, Paman.”

Orang tua itu mengangguk sambil tersenyum. “Jarang sekali ada orang asing di sini. Selamat datang.”

“Terima kasih,” balas Linlin sopan.

Tak jauh dari sana, seorang ibu muda yang sedang menjemur pakaian menatap Linlin dengan penuh rasa ingin tahu. “Nona, dari mana kau berasal?”

Linlin berpikir sejenak, lalu menjawab dengan santai, “Dari tempat yang jauh.”

Ibu muda itu mengangkat alis. “Tempat yang jauh? Sejauh apa? Kota sebelah?”

Linlin hanya tersenyum. “Bisa dibilang begitu.”

Sebelum ibu itu bisa bertanya lebih lanjut, seorang anak kecil berlari ke arah mereka dan menarik lengan Yi Hang. “Kakak Yi Hang! Kakak Yi Hang!”

Yi Hang menunduk sedikit. “Ada apa, Xiao Bao?”

Anak laki-laki bernama Xiao Bao itu mengerjapkan mata bulatnya yang penuh semangat. “Ibu menyuruhku menanyakan apakah kakak mau makan malam di rumah kami nanti?”

Yi Hang tersenyum tipis. “Sampaikan terima kasih pada ibumu, tapi mungkin lain kali.”

Xiao Bao cemberut. “Kenapa? Kakak selalu menolak.”

Yi Hang mengusap kepala anak itu. “Aku ada urusan.”

Xiao Bao menoleh ke Linlin, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu. “Siapa Kakak ini? Kenapa dia bersama Kakak Yi Hang?”

Linlin berjongkok dan tersenyum pada bocah itu. “Namaku Linlin. Aku teman Kakak Yi Hang.”

Xiao Bao tampak berpikir sejenak sebelum mendekatkan wajahnya ke Yi Hang dan berbisik (tapi tetap terdengar oleh Linlin), “Kakak, apa dia calon istrimu?”

Linlin tertawa mendengar pertanyaan polos itu, sementara Yi Hang langsung terbatuk-batuk. “Dari mana kau dapat pikiran seperti itu?”

Xiao Bao mengedikkan bahu. “Bibi-bibi di desa bilang kalau seorang pria membawa seorang wanita asing ke desa, berarti mereka akan menikah.”

Yi Hang menutup mata, menghela napas dalam sebelum berkata, “Jangan dengarkan gosip mereka.”

“Tapi Kakak Yi Hang jarang sekali dekat dengan wanita,” kata Xiao Bao polos.

Linlin tertawa lebih keras. “Benarkah? Wah, berarti aku wanita spesial, dong.”

Yi Hang memijat pelipisnya, merasa menyesal mengajak Linlin keluar. “Kita lanjutkan jalan-jalan,” katanya buru-buru, meninggalkan Xiao Bao yang masih tersenyum jahil.

Setelah mereka berjalan cukup jauh, Linlin melirik Yi Hang dengan tatapan menggoda. “Jadi… kau memang tidak pernah dekat dengan wanita lain?”

Yi Hang mendesah. “Kenapa kau tertarik dengan hal itu?”

Linlin mengangkat bahu. “Aku hanya ingin tahu. Kau pria yang cukup menarik, tapi kelihatannya tidak pernah berusaha mencari pasangan.”

Yi Hang menoleh, menatap Linlin dalam-dalam sebelum akhirnya menjawab, “Aku punya alasan.”

Linlin mengangkat satu alis. “Alasan seperti apa? Jangan-jangan kau punya trauma cinta?”

Yi Hang tersenyum tipis, tapi tidak menjawab langsung. “Daripada membahas itu, lebih baik aku tunjukkan sesuatu padamu.”

Linlin mengernyit. “Apa itu?”

Yi Hang melangkah lebih cepat. “Ikut saja.”

Linlin mengikuti dengan rasa penasaran. Mereka berjalan melewati beberapa rumah sebelum akhirnya tiba di tepi desa, di mana hutan kecil terbentang luas. Yi Hang berjalan menuju sebuah pohon besar di tengah rerumputan hijau.

Linlin memperhatikan sekeliling. “Apa yang ingin kau tunjukkan padaku?”

Yi Hang menepuk batang pohon besar itu. “Dari sini, kau bisa melihat pemandangan desa dengan lebih baik.”

Linlin mendongak, melihat cabang-cabang kokoh yang tampak cukup kuat untuk dipanjat. Ia tersenyum. “Apa kau mengajakku memanjat pohon?”

Yi Hang menatapnya, menantang. “Kau takut?”

Linlin terkekeh. “Jangan meremehkanku.”

Tanpa menunggu, ia mulai memanjat dengan lincah. Yi Hang sedikit terkejut, tapi kemudian ikut naik. Mereka sampai di cabang yang cukup besar untuk diduduki, dan dari sana, Linlin bisa melihat hampir seluruh desa.

“Wow…” Linlin mengagumi pemandangan itu. “Tempat ini benar-benar indah.”

Yi Hang duduk di sampingnya, menatap desa yang terbentang di depan mereka. “Aku sering datang ke sini setelah berburu.”

Mereka duduk dalam diam selama beberapa saat, menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup lembut.

Yi Hang lalu berkata, “Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa bisa mempercayaimu.”

Linlin menoleh, sedikit terkejut. “Benarkah?”

Yi Hang mengangguk. “Kau berbeda dari orang-orang di desa ini. Aku tidak tahu dari mana asalmu, tapi aku bisa merasakan… kau bukan orang biasa.”

Linlin menahan senyum. “Dan bagaimana kalau aku memang bukan orang biasa?”

Yi Hang menatapnya dalam-dalam. “Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu.”

Linlin tersenyum misterius. “Kalau begitu, kau harus tetap dekat denganku.”

Yi Hang tersenyum tipis, lalu kembali menatap pemandangan desa di bawah mereka.

Linlin dan Yi Hang akhirnya turun dari pohon besar setelah menikmati pemandangan desa yang damai. Udara sore yang sejuk membuat suasana semakin menyenangkan.

“Aku tidak menyangka desa ini seindah ini,” ujar Linlin dengan senyum puas. “Dulu aku tinggal di tempat yang penuh polusi. Bahkan, langit biru seperti ini pun sulit ditemukan.”

Yi Hang menoleh padanya, sedikit penasaran. “Kau benar-benar berasal dari tempat yang jauh, ya?”

Linlin terkekeh. “Bisa dibilang begitu.”

Saat mereka berjalan kembali ke desa, suara tawa anak-anak terdengar di kejauhan, bercampur dengan suara obrolan para penduduk yang sedang bersantai. Namun, kebahagiaan itu tiba-tiba terganggu oleh jeritan melengking.

"Aaaahhh!!"

Linlin dan Yi Hang saling berpandangan sejenak sebelum dengan refleks langsung berlari menuju sumber suara.

Sesampainya di sana, mereka melihat seorang wanita berlari tergesa-gesa sambil menangis. "Tolong! Anak-anak jatuh ke dalam sungai!"

Penduduk desa segera berhamburan menuju lokasi kejadian. Beberapa anak kecil terlihat menangis di tepi sungai, sementara seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun tergelincir ke dalam sungai yang cukup dalam.

"Ibuuuuu!! Tolong!!"

Suaranya terdengar putus-putus sebelum tubuh mungilnya terseret arus sungai yang deras.

"Seseorang tolong anakku!" Ibu anak itu berteriak histeris, berusaha maju ke sungai, tetapi beberapa penduduk menahannya.

Yi Hang bersiap turun ke sungai, tetapi sebelum ia sempat bergerak, Linlin sudah lebih dulu melompat ke dalam air tanpa ragu.

Penduduk desa terkejut. Seorang gadis muda langsung terjun ke dalam sungai yang cukup deras seperti itu?

Yi Hang tercengang. “…”

Namun, yang bersangkutan sudah dengan cekatan berenang melawan arus. Kecepatan Linlin luar biasa, jauh lebih cepat daripada perenang biasa. Dengan gerakan lincah, ia meraih bocah itu dan menariknya ke atas.

Di saat yang sama…

[Misi darurat: Selamatkan anak yang tenggelam. Hadiah: 10 poin kebaikan.]

Linlin mengabaikan suara sistem di kepalanya. Fokusnya hanya satu: menyelamatkan bocah ini.

Begitu Linlin berhasil membawa anak itu ke tepi sungai, Yi Hang langsung turun untuk membantu menarik mereka ke daratan. Sang ibu segera memeluk anaknya erat, menangis tanpa henti.

Yi Hang menatap Linlin dengan cemas. “Kau tak apa-apa?”

Linlin menyibak rambut basahnya dan tersenyum kecil. “Aku baik-baik saja… bagaimana anak itu?”

Namun, saat mereka melihat bocah itu, tubuhnya sudah lemas dan tidak bergerak. Air terus menetes dari tubuh mungilnya, dan wajahnya terlihat pucat.

“Anakku! Tolong bangun!” Sang ibu mengguncang bahu anaknya dengan putus asa. “Seseorang panggil tabib! Anakku tidak bergerak!”

Penduduk desa mulai panik. Beberapa bergegas menuju rumah tabib, sementara yang lain hanya bisa berdiri dengan wajah pucat, tak tahu harus berbuat apa.

Linlin segera maju dan berlutut di sisi anak itu. “Biar aku yang menangani.” Suaranya tegas, penuh keyakinan.

Ibu anak itu menatapnya dengan ragu. “Tapi… Nona… kau bukan tabib. Bagaimana jika kau malah—”

“Percayalah padaku.” Linlin memotong, tatapannya tajam. “Jika terlambat, dia bisa…” Ia sengaja menggantungkan kalimatnya.

Sang ibu gemetar, air mata terus mengalir di pipinya. Ia menatap wajah Linlin, lalu bocah kecilnya yang tergeletak tanpa gerakan.

“Tolong… anakku… kumohon…!” isaknya, akhirnya menyingkir, memberikan ruang.

Yi Hang berdiri tepat di belakang Linlin, tangannya mengepal. Matanya terus mengawasi setiap gerakan gadis itu.

“Jangan memaksakan diri.” Suaranya rendah, penuh perhatian.

Linlin menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil. “Percaya padaku, Yi Hang.”

Yi Hang menghela napas. Tentu saja aku percaya… “Aku hanya tidak ingin kau terluka.”

Linlin segera menempelkan dua jarinya di leher anak itu, lalu di pergelangan tangannya. Tidak ada denyut. Wajah bocah itu pucat, bibirnya membiru.

[Analisis tubuh… Tidak ada denyut jantung. Cairan memenuhi paru-paru. Pemilik, lakukan CPR segera.]

Linlin mengabaikan suara sistem di kepalanya. Ia sudah tahu harus berbuat apa. Sebagai mantan dokter bedah, keahliannya di bidang medis tidak perlu diragukan. Tapi mendengar konfirmasi dari sIstem membuatnya semakin yakin—tidak ada waktu tersisa.

Penduduk desa mulai mengerumuni mereka, wajah-wajah panik dan bingung terlihat di antara kerumunan.

“Dia masih hidup, kan?” bisik salah satu warga dengan suara gemetar.

“Kenapa dia tidak bergerak?” tanya yang lain dengan cemas.

Seorang pria tua berdeham, matanya menatap Linlin dengan keraguan. “Nona, kau yakin tahu apa yang kau lakukan?”

Linlin tidak menanggapi. Ia mengangkat dagunya sedikit, mengambil napas dalam, lalu mulai menekan dada anak itu.

Satu… dua… tiga… empat…

Linlin terus menekan dada anak itu dengan ritme yang stabil, mengikuti prosedur yang sudah tertanam di kepalanya sebagai seorang dokter bedah. Setiap tekanan diberikan dengan presisi, memastikan jantung anak itu kembali berdetak.

Namun, penduduk desa yang mengelilingi mereka tampak kebingungan. Mereka belum pernah melihat metode penyelamatan seperti ini.

“Apa yang Nona itu lakukan?” bisik seorang wanita tua dengan alis berkerut.

“Sepertinya mencoba menghidupkan kembali anak itu?” sahut yang lain dengan ragu.

“Tapi kenapa ditekan-tekan seperti itu? Bukankah justru bisa membunuhnya?”

Beberapa mulai berbisik ketakutan, takut Linlin justru memperparah keadaan.

Linlin tahu mereka belum pernah melihat metode penyelamatan ini.

Yi Hang yang berdiri di samping Linlin langsung menoleh tajam ke arah mereka. “Diam dan jangan ganggu dia.”

Suara dinginnya membuat penduduk desa terdiam seketika.

Linlin masih fokus menekan dada anak itu. Keringat mulai membasahi dahinya, tetapi ia tidak berhenti. Setelah beberapa kali tekanan dada, ia bersiap memberikan napas buatan. Ia mencondongkan tubuhnya, hendak meniup udara ke dalam mulut anak itu—

Namun tiba-tiba, sebuah tangan besar menahan pergelangan tangannya.

“Jangan.”

Linlin tersentak dan menoleh ke samping, menatap Yi Hang yang kini memandangnya dengan ekspresi serius. Matanya yang tajam penuh dengan peringatan.

“Apa maksudmu? Aku harus melakukannya atau anak ini bisa mati!” Linlin membalas, suaranya penuh urgensi.

Yi Hang menggeleng, masih tidak melepaskan genggamannya di tangan Linlin. “Jika kau melakukannya, kau harus menikahi anak itu ketika dia dewasa.”

Linlin terdiam.

“…HAH?!”

Suaranya nyaris naik satu oktaf. Ia menatap Yi Hang dengan ekspresi tidak percaya, lalu menoleh ke penduduk desa. Tidak ada yang menyangkal kata-kata Yi Hang.

[Pemilik, pernyataan itu benar! Di zaman ini, tindakan itu sangat tabu. Kau akan dianggap telah 'mencemari' anak itu dan harus bertanggung jawab. Konsekuensinya, kau akan dianggap bertanggung jawab dan harus menikahinya nanti. Hukum adat di sini memang begitu.]

Linlin merasakan darahnya mendidih. Gila! Kenapa aturan di zaman ini begitu aneh?!

Ia mengepalkan tangan, menatap Yi Hang dengan tatapan menusuk. “Aku tidak punya waktu untuk perdebatan ini! Anak ini masih tidak sadarkan diri, dan setiap detik sangat berharga!"

Yi Hang menatapnya lekat-lekat, lalu menghela napas pelan. “Aku tahu… Tapi kita harus mencari cara lain.”

Tanpa membuang waktu, Linlin segera menoleh pada ibu anak itu. “Apakah anak ini punya ayah? Saudara laki-laki? Atau siapapun yang bisa membantuku?”

Ibu anak itu masih terisak, tetapi dengan cepat menunjuk seorang pemuda yang berdiri di antara kerumunan. “Dia! Dia kakaknya!”

Linlin segera menarik pemuda itu mendekat, membuatnya berlutut di sampingnya.

“Dengar, aku akan menekan dadanya untuk memompa jantungnya kembali, dan setelah aku bilang ‘tiup’, kau harus meniup udara ke dalam mulutnya. Setelah itu, lepaskan. Kita akan ulangi beberapa kali sampai dia sadar. Mengerti?”

Pemuda itu menelan ludah dengan gugup, tangannya sedikit gemetar. “P-paham!”

Yi Hang menatap Linlin dengan ekspresi tak terbaca. Sejak awal, ia tahu gadis ini berbeda, tapi semakin lama ia mengenalnya, semakin ia dibuat kagum oleh keberanian dan ketegasannya.

Linlin tidak membuang waktu lagi. Ia mulai menekan dada anak itu dengan ritme yang stabil.

Penduduk desa menahan napas, menonton dengan tegang. Beberapa bahkan berdoa dalam hati.

Setelah beberapa siklus tekanan dada, Linlin menatap pemuda itu dan memberi isyarat. “Sekarang, tiup!”

Pemuda itu menarik napas dalam-dalam, lalu meniup udara ke dalam mulut adiknya seperti yang diajarkan Linlin.

Sekali…

Dua kali…

Tiga kali…

Tiba-tiba, tubuh anak itu tersentak.

"Uhuk!"

Suara batuk terdengar, diikuti muntahan air dari mulutnya. Napasnya tersengal, lalu—

“Ibu… Hu….”

Tangisannya pecah.

Ibu anak itu langsung menerjang, menarik putranya ke dalam pelukan. “Anakku! Terima kasih Tuhan! Terima kasih… terima kasih!” tangisnya pecah dalam kelegaan.

Penduduk desa yang tadi diam serempak bersorak lega.

Seorang wanita tua menepuk dadanya. “Ya ampun, aku pikir anak itu sudah pergi…”

Seorang pria muda menggeleng tak percaya. “Aku belum pernah melihat ada orang bisa menghidupkan kembali seseorang yang hampir mati…”

Beberapa orang mulai berbisik-bisik, tetapi kali ini dengan nada kekaguman.

“Gadis itu… dia luar biasa.”

“Apakah dia seorang tabib hebat dari luar desa?”

“Dia mungkin bukan tabib biasa…”

Linlin menghela napas, akhirnya bisa merasa lega.

Yi Hang menatap Linlin lama sebelum akhirnya mengulurkan tangan. “Kau baik-baik saja?”

Linlin menatap tangan yang terulur itu sejenak sebelum menyambutnya. “Tentu saja. Aku tidak selemah itu.”

Yi Hang mengangkat satu alis, lalu menarik tangannya dengan lembut hingga Linlin bisa berdiri tegak.

“Tetap saja, kau melompat ke sungai tanpa berpikir dua kali, lalu langsung melakukan ini. Kau benar-benar tidak tahu cara menjaga dirimu sendiri, ya?” katanya dengan nada setengah mencela.

Linlin terkekeh. “Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan.”

Yi Hang menghela napas, menatapnya dengan ekspresi rumit. “Lain kali, berhati-hatilah. Aku tidak ingin melihatmu terluka.”

Linlin sedikit terkejut mendengar nada suaranya yang terdengar tulus. Untuk sesaat, mereka saling menatap dalam diam.

1
Srie Ncii Herdiansyah
kenapa jarang up??sibuk kah?
Ayu Septiani
manisnya Linlin dan Yi Heng..... ayo lanjut up lagi thor.... semangat
Laya Anita
Recomended parah !!!!
EsTehPanas SENJA
wakakaa akhirnya saling inget yah 🤣
Rifal Taura
kasi banyak kak
Tri Wahyuanta
terus semangat
Maima Elfaam
Kecewa
Maima Elfaam
Buruk
Gibran Ganteng
jgn pisahkan mereka thor
Efa Arfa
Aamiin... semoga dilancarkan...
panty sari
lanjut
Osie
wuuuaaaww puaaass bacanya..keren lilin.. gak sabar akunu ggu action lilin menghempas para pengkhianat kekaisaran
Osie
preeet keluarga sampah..blm tau aja kalian siapa itu linln..sekali hempas habis dah kalian semua
Tiara Bella
wow....romantisnya
Osie
iyyaacch ini si putri menteri sok jumawa ntar nyungsep ndiri baru nyahok
Mineaa
yang ke empat...kira kira cahaya nya berbentuk apa ya.... penisirin akuh....,
MIA,ER
dalam mimpi😏
Mineaa
ha...ha..ha....., dasar si Linlin...bisa bisa nya...bikin kehebohan seantero kekaisaran....
Duwianto
q kasih kopi kak biar semangat ngetiknya 🤭🤭
Paramitha Tikva
Wiiiuh hari ini crazy up,, thank you Thor
Besuk isinya manipulasi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!