Di sebuah Desa hiduplah seorang anak perempuan yang sedari kecil sudah mandiri, seorang anak kecil yang jika menginginkan sesuatu ia akan mengusahakan sendiri untuk mendapatkan keinginannya..
Karena kehidupannya sudah sangat keras terhadapnya. Bagaimana mungkin anak kecil yang belum tau apa-apa harus hidup tanpa kedua orang tuanya.
Bagaimana kehidupan jatuh bangun yang akan dihadapinya di masa depan?.
Baca selengkapnya di Novel yang berjudul, Wanita Sukses itu.. Yatim Piatu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ar Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 - Kakek Alin
Saat ini Alin hanya tinggal bersama Nek Wati, sebelum Ibu Alin meninggal, Kakek Alin sudah pergi lebih dulu disaat usia Alin baru menginjak usia 6 tahun, itu artinya satu tahun sebelum Ibu Alin meninggal Kakek Alin sudah tidak ada lagi di Dunia ini. Seolah Ibu menyusul Kakek langsung ke Akhirat, tidak heran jika itu terjadi, karena Ibu adalah anak perempuan yang paling Kakek sayangi diantara Adik-adik perempuan Ibu lainnya.
Ibu menjadi anak perempuan pertama di keluarga Kakek dan Nenek Alin itulah kenapa Kakek sangat menyayangi Ibu Alin, Anak perempuan yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya sejak lama.
Kakek juga menjadi sosok yang sangat Alin sukai, ada banyak kenangan menyenangkan dan bahagia yang Alin rasakan saat sang kakek masih hidup, namun sangat disayangkan kakek Alin pergi begitu cepat bahkan sebelum Arin mengerti apa itu kematian, apa itu keadaan dimana kita tidak bisa lagi melihat orang yang kita sayangi untuk selamanya, patah hati yang sesungguhnya.
Kakek Alin yang berprofesi sebagai tukang becak, tidak heran jika Alin sering diajak jalan-jalan menaiki becak yang kakek Alin kendarai, saat Kakek Alin menarik becak di Desa seringkali Alin dan Sepupu Alin Anak dari Adik Ibu yang bernama Didin ikut diajak, kita berdua kerap kali diajak Kakek jalan-jalan sambil Kakek mencari penumpang.
Biasanya ketika ada penumpang yang Kakek dapatkan, Alin dan Didin akan pindah duduk dari tempat duduk becak dibagian tempat duduknya beralih duduk diatas bagian pinggiran becaknya, mereka sering melakukan itu.
Alin dan Didin juga sering Kakek ajak jalan-jalan seperti untuk sekedar membeli tembakau, atau menonton sepak bola dilapangan saat ada pertandingan sepak bola antar kampung, lalu kita berdua dibelikan buah yang sudah dipotong-potong dari penjual yang juga ikut berjualan di dekat lapangan tersebut.
Sekali lagi sangat disayangkan Kakek Alin pergi begitu cepat sebelum Alin sempat memberikan yang terbaik untuk Kakeknya tersebut.
Kakek yang bekerja sebagai tukang becak seringkali ketika pulang dari luar kota, tidak langsung makan saat lapar, justru meminum minuman kemasan untuk menghilangkan rasa dahaganya, Kakek sangat sering melakukan hal tersebut.
Hingga suatu hari Kakek jatuh sakit, cukup lama Kakek sakit dari yang awalnya ringan, masih bisa jalan, sampai titik dimana sakit Kakek membuat Kakek tidak bisa beraktivitas lagi, Ibu Alin adalah salah satu Anak yang sering merawat Kakeknya, saat Ibu Alin sedang merawat Kakek Alin akan diajak kerumah Kakek, jadi Alin sudah terbiasa melihat pemandangan tersebut, pemandangan dimana Ibunya yang sibuk merawat Kakeknya yang sedang sakit.
Dulu di Desa kami layanan kesehatan masih sangat minim, jikapun ada rumah sakit besar letaknya lumayan jauh (adanya dibagian kotanya) dan itu bisa memakan waktu sampai berjam-jam dengan kendaraan yang saat itu masih minim juga, jadi kakek hanya bisa diobati dipuskesmas terdekat.
Alin masih mengingatnya, saat dimana Ibu Alin mengelus-elus pundak Kakek, karena Kakek merasa kesakitan dibagian pundaknya, Alin juga melihat Ibu menempelkan botol yang berisi air hangat yang Ibu tempelkan diperut Kakek, karena Kakek juga merasakan kesakitan dibagian perutnya.
Lalu Alin pun melihat bagaimana Ibunya dengan telaten menyuapi makanan dari tangannya ke mulut kakek yang sedang duduk setengah berbaring, lalu Ibu juga memberikan Kakek obat, Alin sangat sering melihat pemandangan tersebut.
Kenangan saat Alin dan Didin pergi kesawah bareng Kakeknya, lalu Mandi disungai, dan Alin kehilangan seimbangannya dan hampir terseret arus lalu Kakeknya menolong Alin dengan memegang tangan Alin, kejadian tersebut masih sangat teringat jelas tertancap tajam dikepalanya.
Baru waktu yang lalu Alin, Didin dan Kakek menghabiskan waktu menyenangkan bersama, sekarang Kakek hanya bisa terbaring lemah dikursi setengah duduk yang Kakeknya tempati, pemandangan yang sangat jauh terbalik.
Cukup lama Kakek sakit, dan tidak bisa beraktivitas lagi, bahkan sudah tidak ada lagi kegiatan jalan-jalan mengendari becak bersama Alin dan juga Didin, hal tersebut terjadi selama berbulan-bulan.
Hingga satu hari saat Ibu sedang menemani Kakek seperti biasanya, Alin melihat Ibunya menangis, lalu berkata pada Alin, Alin disini dulu ya temenin Kakek, Ibu mau pergi sebentar. Saat kejadian tersebut memang hanya ada Aku, Didin, Ibu dan Kakek saja, Nenek sedang berada diluar rumah untuk suatu urusan.
Setelah sekian lama Ibu pergi, akhirnya Ibu datang bersama Nenek dan Anak-Anak Nenek lainnya, ya Ibu tadi pergi untuk memanggil Nenek dan Saudara-saudara kandunganya, saat Anak-Anak Kakek yang lainnya datang dan melihat Kakek, serempak mereka menangis sebagai tanda kesedihan yang mendalam, Alin yang melihat semua orang yang datang menangis hanya bisa terdiam karena belum mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Lalu tetangga kamipun satu persatu mulai berdatangan, mereka mulai mempersiapkan pemakaman untuk Kakek, tetangga dan anak laki-laki Kakek mulai membuat keranda dan menyiapkan tempat mandi untuk memandikan jenazah Kakek yang terakhir kalinya, tetangga yang perempuan mulai memasak makanan untuk makan orang-orang yang sedang menyiapkan persiapan pemakaman untuk Kakek, suasana dirumah Kakek menjadi sangat ramai.
Ibu Alin juga berusaha menghubungi salah satu Adiknya yang masih bekerja diluar kota, Ibu menyuruhnya untuk pulang dulu tanpa memberi taukan apa yang terjadi dirumah. Setelah beberapa jam dari waktu Ibu menghubungi Adiknya, Adiknya sampai.
Dengan langkah yang pelan dan rasa penasaran yang bersarang didalam dada, Adik Ibu mulai melangkah memasuki rumahnya dari pintu belakang, melihat banyak orang berkumpul dirumahnya membuat Adik Ibu semakin penasaran, dan seketika tubuhnya jatuh dan menangis dengan histeris tak kala melihat Mayat Kakek yang sudah ditutupi kain kafan.
Kakek dimakamkan dihari itu juga, Anak-Anak laki-laki Kakek mengiringi Kakek kemakam (tempat peristirahatan terakhir) dengan memikul keranda dimana Kakek berada, bahkan Alin ikut berjalan mengantar Kakek kepemakanan bersama Didin, Alin melihat saat Tubuh Kakeknya dimasukkan kedalam liang kubur, Alin melihat tubuh Kakek yang sudah dilapisi kain kafan ditaruhnya diliang, lalu ikatan pocongnya dibuka, berlanjut dengan lubang yang ditutupi lempengan kayu satu persatu, setelah selesai gundukan tanah hasil galian liang kubur pun dimasukan perlahan kedalam kubur tempat tubuh Kakek berada.
Untuk pertama kalinya Alin melihat pemandangan yang seperti itu, dan pemandangan dimana melihat banyak orang menangis secara berbarengan, tangisan pilu, tangisan perpisahan, tangisan yang menandakan perpisahan dengan orang yang disayangi untuk terakhir kalinya.
Setelah pemakaman selesai, rombongan yang mengantar Jenazah Kakek Alin mulai berjalan pulang kemasing-masih rumahnya, begitu juga dengan Alin dan Didin yang ikut pulang kerumah Neneknya.
Sesampainya dirumah Nenek, Ibu Alin yang melihat Alin dan Didin datang mulai bertanya, Kalian berdua ikut memakankan Kakek ke pemakaman?, lalu mereka berdua pun mengangguk, Iya Bu tadi kita ikut melihat Kakek yang dikubur dikuburan sana, lalu Ibu mengatakan ya udah kalian mandi dulu ya, habis mandi kalian Makan, Makananya nanti Ibu siapin. Mendengar apa yang Ibunya katakan Alin dan Didin pun bergegas untuk mandi.
Sementara itu suasana dirumah Kakek sudah tidak seramai siang tadi, hanya tinggal keluarga dan beberapa orang yang sedang membereskan apa yang perlu dibereskan, karena sebagaian besar tetangga yang tadi siang datang sudah kembali kerumahnya masing-masing.
Bersambung..