Dua orang Kakak beradik dari keluarga konglomerat dengan sifat yang berbeda, sama-sama jatuh cinta pada seorang wanita.
Satria yang diam-diam telah menjalin cinta dengan Aurora terpaksa menelan kenyataan pahit saat mengetahui wanita yang dinikahi Kakaknya Saga adalah kekasih hatinya, Aurora.
Satria yang salah paham pada Aurora, jadi sakit hati dan frustasi. Cintanya pada Aurora berubah menjadi dendam dan kebencian.
Satria melakukan banyak hal untuk merusak rumah tangga kakak dan mantan kekasihnya itu.
Hingga akhirnya, Saga meninggal karna penyakit kelainan jantung yang ia derita dari kecil.
Satria malah menuduh, Aurora lah peyebab kematian sang Kakak.
Rasa benci yang mendalam, membuat Satria terus menerus menyiksa batin Aurora.
Apakah Aurora sanggup bertahan dengan ujaran kebencian Satria? Sementara Aurora masih sangat mencintai Satria.
Jangan lupa mampir ke karya author yang lain ya, 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JANTUNG SAGA KUMAT LAGI
Kehadiran Saga yang datang secara tiba-tiba menyurutkan keinginan Nilam yang telah bersiap-siap ingin menyerang Aurora sepuas hatinya. Ia menarik kembali kedua tangan nya yang telah terjulur hendak menjambak Aurora lagi.
Saga yang melihat sikap mamanya yang hendak berbuat kasar, segera menarik tangan Aurora agar pergi dari hadapan kedua orangtuanya.
"Ikut aku, kita bicara dikamar!" hardik Saga menyentakkan tangan Aurora sedikit memaksa.
Diluar dugaan, Aurora justru menepiskan tangan Saga yang bermaksud baik untuk menyelamatkannya dari mulut Nilam yang tajam.
"Tidak perlu, biarkan mama mu bicara sepuasnya tentangku. Aku akan ikuti semua keputusan mamamu." Sebuah senyuman getir terukir di bibir Aurora yang pucat tanpa polesan lipstik.
Aurora sangat berharap, Nilam akan menyiksanya sampai ia tak bisa lagi untuk bernafas selamanya. Dia sudah lelah menghadapi semua kenyataan hidupnya yang tak kunjung bahagia.
Setelah ibunya meninggal, Aurora sudah tak punya siapa-siapa lagi untuk mengadu. Ayah yang ia harapkan tak pernah membelanya. Santi selalu ibu tirinya, tak pernah memberinya kasih sayang. Justru menjodohkannya dengan Saga yang tidak ia cintai sama sekali. Satu-satunya harapan Aurora yang tersisa hanyalah Satria. Namun, Satria kini sudah berubah, ia jadi kasar dan menakutkan.
"Tuh, kamu dengar sendiri kan, apa katanya? Bagaimana dia mau melawan? Dia pasti sudah melakukan kesalahan besar. Dia takut bercerai denganmu. Dia hanya anak orang biasa yang berharap bisa menaikkan derajatnya karena ingin menjadi bagian keluarga kita. Lebih baik kamu ceraikan dia Saga! Ceraikan dia!?" jerit Nilam dengan amarah yang kembali memuncak.
"Aku tidak mau, aku mencintai Aurora." Saga menggelengkan kepala menolak keinginan mamanya yang sudah geram sendiri menahan amarah.
"Jangan bodoh Saga! Dia sudah jadi sampah! Dia sudah tidur dengan adikmu! Apa kalian ingin menjadikan rumah ini neraka hah!?" Nilam membentak keras meluapkan emosinya yang sudah tak bisa lagi ia bendung.
Baru kali ini ia memarahi Saga sedemikian rupa. Selama ini Nilam tak pernah sekalipun menghardik ataupun membentak Saga sekeras itu.
"Ceraikan dia, ceraikan dia, anak bodoh!" teriak Nilam sembari memukul-mukul Saga yang berdiri menutupi tubuh Aurora di belakangnya.
Wira yang menyaksikan adegan itu sedari tadi hanya memukul-mukul jidatnya membiarkan Nilam melepaskan emosinya pada Saga.
"Aku takkan menceraikannya Mamah!" Teriak Saga tak kalah kerasnya dari teriakan Nilam.
"Arggh...!" Saga memegang dada sebelah kirinya kuat. Rasa perih yang menusuk-nusuk di jantungnya yang lemah kembali kambuh. Keringat dingin mengucur deras di keningnya menahan rasa perih yang sangat menyiksa.
Saga merasa sulit untuk bernafas. Berulangkali ia membuang nafas dengan dada naik turun menahan sesak.
"Saga, Saga, kenapa kau nak?" Raut wajah beringas Nilam berubah cemas melihat keadaan Saga yang berdiri gemetar meremas dada kirinya dan mulai luruh ke lantai.
"Kak Saga." Aurora ikut panik melihat keadaan Saga. Ia yang berdiri dibelakang Saga berusaha menahan tubuh Saga yang melorot jatuh.
Wira pun menyongsong berlari mendekati Saga dan mengambil alih tubuh Saga dari Aurora.
"Ambilkan obatnya ma, Papa akan bawa Saga ke kamarnya." Perintah Wira sembari mengalungkan lengan kiri Saga lehernya.
"I-iya pa, mama segera ambil." jawab Nilam terbata-bata dengan nada khawatir dan raut wajah pucat pasi.
Aurora membantu Wira memapah tubuh Saga menuju kamar tidur mereka meninggalkan Nilam yang terlihat bergegas mengacak lemari tempat ia menaruh kotak obat.
Didalam kamar, Wira dan Aurora membaringkan tubuh Saga yang sudah lemas tak sadarkan diri diatas pembaringan.
Wira menaruh kepalanya diatas dada Saga untuk mengecek detak jantung Saga. Detak jantungnya seolah tak terdengar.
Wira bergegas membuka kancing baju yang dikenakan Saga dan menekan dada Saga dengan telapak tangannya mencoba membantu agar aliran darah ke jantungnya kembali lancar.
Tak selang beberapa menit.
"Huuk...!" Saga tersentak dan membuka matanya kembali. Detak jantungnya kembali berfungsi. Sesak nafasnya pun sudah mulai berkurang.
Tak lama kemudian, Nilam datang tergopoh-gopoh masuk ke dalam kamar sambil membawa obat Saga dan segelas air putih.
Wira membantu tubuh Saga yang masih lemah untuk bisa duduk bersandar di pembaringan.
"Ini obatmu, ayo minum nak." Nilam menyuapi obat ke mulut Saga dan memberinya minum.
Raut wajah kekhawatiran dan penyesalan terpampang jelas di wajah Nilam.
"Maafkan mama Saga. Gara-gara mama penyakitmu jadi kumat lagi." ujar Nilam meratap sedih di depan Saga.
Ia berulang kali membelai dan mengusap lengan Saga dan merebahkan kepalanya di lengan Saga. Nilam benar-benar takut kehilangan putra pertamanya yang patuh dan tak banyak tingkah itu.
Wira dan Aurora yang menonton adegan ibu dan anak itu hanya diam tak bersuara. Mereka membiarkan Nilam meratapi kesalahannya.
Sementara itu, diluar gerbang kediaman Wiratama yang tak lagi di jaga oleh petugas kepolisian. Mobil sedan hitam yang dikendarai Devan tampak parkir tak jauh dari sana.
Satria yang duduk disamping Devan berulangkali menghembuskan nafas panjang.
"Coba lu pikir-pikir lagi deh bro. Lu yakin mau pulang kerumah lu?" Devan menatap wajah Satria yang tampak gundah gulana.
Satria terlihat memejamkan mata sejenak bersandar ke kursi jok mobil dengan menaruh sebelah tangan di kening menutupi separuh wajahnya.
"Udah diusir sama bokap lu ngapain lagi lu pulang. Mending lu balik ke Australia. Lu urus kerjaan lu. Kalo lu gini terus, lu bisa hancur selamanya bro!" Devan mencoba menasehati Satria.
"Kalau lu tinggal serumah lagi sama keluarga lu, sama aja nyiksa diri lu sendiri bego! Emang lu kuat, liat si Saga mesra-mesraan sama Aurora tiap hari?" emosi Devan mulai tersulut melihat Satria yang cuma diam tak menanggapi ucapannya.
"Bukan gue yang tersiksa. Aura dan Saga yang bakal tersiksa lihat gue." jawab Saga sarkas.
Devan mendelikkan matanya mendengar jawaban Saga.
"Eh P-A! Lu masih waras gak sih? Elu mau godain bini kakak lu buat apa? Dunia gak sebesar daun kelor bro. Buka mata lu! Cewek gak cuma Aura di dunia ini. Nih, lu liat nih. Gue punya banyak WA cewek cantik. Lu tinggal pilih, yang cantik, bohay, imut, langsing sekalian yang jompo gue punya!" ucap Devan jengkel setengah mati seraya mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan aneka foto wanita cantik yang tersimpan di album ponselnya pada Satria.
Bukannya penasaran, Satria justru menepiskan tangan Devan yang terulur memamerkan ponselnya.
"Simpan aja buat lu. Gue gak tertarik!" Satria melengos mengalihkan pandangannya kesamping tak memperlihatkan minat sama sekali untuk melihat layar ponsel itu.
Devan makin kesal, dia kehabisan upaya untuk menasehati sahabatnya yang frustasi berat karena ditinggal kawin sama pacarnya itu.
"Lama-lama otak gue makin erorr kalo elu terus begini Sat, terserah lu aja lah! Lu mau cebur ke kali! Atau lu mau nyiksa diri sampe kering darah lu, gue udah capek ngomong sama lu. Sekarang lu mau gimana? Lu mau gue tinggal disini atau balik bereng gue ke apartemen?" Devan mulai tak sabaran.
Cuaca siang itu yang lumayan panas, ditambah rasa lelahnya seharian mengikuti kemauan Satria cukup menyiksa Devan.
"Ya udah, lu balik aja ke apartemen. Gue mau pulang kerumah bokap gue." sahut Satria dengan cueknya langsung turun dari mobil sedan milik Devan dan menutup pintu mobil dengan kasar.
"Woii...! P-A! Jangan telpon gue kalau lu ada masalah lagi, dengar gak lu? Awas lu nelpon gue yee, makan tu derita lu sendirian!" Devan jadi sangat gusar karena sikap keras kepala Satria.
Dia pun langsung cabut memutar mobilnya keluar dari komplek perumahan dimana kediaman Wiratama berada membawa kekesalan hatinya dengan berbagai ceracau dan sumpah serapah yang tak henti keluar dari mulutnya.
Satria memandang kepergian mobil Devan dengan perasaan getir. Nafasnya berhembus panjang saat menatap gerbang pintu rumahnya yang tampak sepi.
"Aku datang Aura. Kita akan selalu bersama meski tak saling memiliki!" bisik Satria dalam hati penuh kepedihan.
.
.
.
BERSAMBUNG
suami kasar, si emak kasar juga