Selama tiga tahun ini, Hilda Mahira selalu merasa tertekan oleh ibu mertuanya dengan desakan harus segera memiliki anak. Jika tidak segera hamil, maka ia harus menerima begitu saja suaminya untuk menikah lagi dan memiliki keturunan.
Dimas sebagai suami Hilda tentunya juga keberatan dengan saran sang ibu karena ia begitu mencintai istrinya.
Namun seiring berjalannya waktu, Ia dipertemukan lagi dengan seorang wanita yang pernah menjadi kekasihnya dulu. Dan kini wanita itu menjadi sekretaris pribadinya.
Cinta Lama Bersemi Kembali. Begitu lebih tepatnya. Karena diam diam, Dimas mulai menjalin hubungan lagi dengan Novia mantan kekasihnya. Bahkan hubungan mereka sudah melampaui batas.
Disaat semua permasalahan terjadi, rahim Hilda justru mulai tumbuh sebuah kehidupan. Bersamaan dengan itu juga, Novia juga tengah mengandung anak Dimas.
Senang bercampur sedih. Apa yang akan terjadi di kehidupan Hilda selanjutnya?
Yuk ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit Hati
"Novia kan?." katanya salah satu wanita yang ada di sana.
"Iya, masih kenal ya kalian?" Jawab Novia ramah.
"Siapa sih yang gak kenal Novia? Meskipun kamu cuma murid pindahan yang cuma sebentar doang, tapi kan kamu cukup populer di sekolah kita dulu. Kalau sampai dia nggak kenal sama kamu berarti sangking kupernya tuh orang." sahut wanita yang ada di sebelahnya lagi.
"Benarkah?" Novia kembali bertanya kepada seluruh teman-teman dengan nada manja dan matanya sengaja melirik pada Hilda. "Berarti di sekolah kita kalau yang gak kenal sama aku, orangnya kuper dong!."
"Ya jelas lah! ha.. ha.. ha.." sahut mereka serentak yang membuat Novia semakin melambung dan membuat Novia tersenyum penuh kemenangan menatap Hilda.
"Oh ya, ngomong-ngomong siapa nih CoGan di samping lo?." tanya di antara mereka.
"Siapa lagi kalau bukan cowoknya? Buktinya sampai dibawa ke acara reuni gini." ujar yang lain.
"Oh, atau jangan-jangan cowok ganteng Ini adalah calon suaminya lagi.." yang lain juga ikut menimpali.
"Apa sih kalian ini. Udah deh, yuk lanjut ke acara." Novia membubarkan kerumunan.
Saat semuanya sudah bubar. Novia dan Dimas masih saling menatap dan tersenyum. Namun tak berlangsung lama karena senyum Dimas perlahan memudar kala ia menatap seorang wanita yang masih berdiri tak jauh darinya.
"Hi..Hilda.." Lirih Dimas sembari melepaskan lingkaran tangannya dari pinggang Novia.
Mata Hilda memerah, tangan pun masih terkepal erat, hatinya memanas. Ingin sekali Hilda mengamuk dan marah pada sang suami, namun otaknya masih waras. Ia tak ingin membuat keributan di acara tersebut. Hingga Hilda pun memilih untuk melangkah pergi meninggalkan Dimas yang masih mematung di tempat.
Dimas yang terpaku kaget langsung tersadar dan mengejar Hilda. Namun belum sempat ia melangkah, Tangannya sudah ditarik lebih dulu oleh Novia.
"Mau kemana?."
"Tentu saja mau menyusul Hilda."
"Gak usah disusul, kita masuk saja ke dalam."
"Gila kamu!."
Dimas tak menghiraukan Novia, ia segera berlari keluar. Namun baru beberapa langkah, Novia sudah menarik tangan Dimas kembali yang membuat Dimas terpaksa harus berhenti.
"Ada apa lagi?."
"Dimas, Wanita itu sangat sensitif. Dia tidak akan memaafkan dengan mudah apa yang baru saja terjadi. Apalagi istrimu itu kan sedang dalam keadaan tertekan. Makanya, Beri Hilda waktu untuk menyendiri dulu. Aku yakin, besok dia akan bersikap seperti biasa. Nah di saat itu barulah kamu minta maaf padanya."
Dimas terdiam. Iya nampak berpikir, Apakah benar yang dikatakan oleh Novia?
"Percayalah padaku. Aku ini seorang wanita. sama seperti istrimu. Aku tahu betul apa yang di butuhkan istrimu saat ini. Dia butuh Ketenangan. Bukan Penjelasan. Mengerti?."
Dimas mengangguk paham. Entah Racun apa yang sudah dimasukkan ke dalam otak laki-laki itu sehingga membuat Dimas percaya begitu saja perkataan Novia tanpa menyaring dan memilih nasehat mana yang dapat dia percaya.
Ya, sepertinya Dimas sudah dibutakan oleh cinta masa lalunya. Sehingga dirinya masih percaya dengan semua perkataan Novia dan memilih untuk melanjutkan acara reuni tersebut tanpa memikirkan perasaan Hilda.
Sementara Hilda yang terus berlari di trotoar jalan raya tiba-tiba di hentikan dengan di hadang oleh mobil berwarna putih. Tanpa pikir panjang, Hilda pun langsung masuk ke dalam mobil tersebut.
Diam tanpa kata. Reva yang sedari awal melihat sahabatnya tersakiti pun tak berani banyak bertanya. Ia akan menunggu sampai Hilda tenang dan mau bercerita masalah yang sedang ia hadapi kepadanya.
Reva membawa Hilda pulang ke rumahnya kemudian menuntun sahabatnya itu untuk masuk ke dalam kamarnya dan akan meninggalkannya sendiri. Namun saat ia hendak keluar, tiba-tiba Hilda menarik tangan Reva dan memeluk tubuhnya.
Reva pun membalas pelukan Hilda. Pelukan yang ia rasa semakin erat dan kini tubuh sahabatnya itu mulai bergetar dan mengeluarkan suara isak tangis yang terdengar memilukan.
Meskipun Reva belum menikah dan memiliki pasangan, namun ia tahu betapa sahabatnya itu terluka karena sikap laki laki yang menjadi suami ternyata tak lagi setia.
Ya, sebenarnya Reva tahu kalau Dimas dulu pernah berpacaran dengan Novia. Bahkan Reva juga tahu bahwa Dimas begitu Cinta Mati pada wanita yang pernah menjadi teman satu sekolahnya tersebut.
Pada saat orang tua Dimas menjodohkannya dengan Hilda, Reva sempat khawatir jika Dimas tak bisa memperlakukan Hilda dengan baik. Namun kekhawatiran itu sirna kala ia melihat sendiri bagaimana Dimas memperlakukan Hilda bak seorang putri. Reva juga tak perlu takut karena ia tahu bahwa Novia meninggalkan Dimas dan memilih untuk menikah dengan laki-laki lain dan menetap di luar negeri.
Namun ia tak pernah menyangka bahwa Novia akan datang kembali dan masuk di kehidupan Hilda dan Dimas. Perasaan Reva pun mengatakan kalau kedatangan Novia kali ini memiliki niat tidak baik. Iya yakin kalau Novia ingin sekali menghancurkan pernikahan Hilda dan Dimas.
"Hiks.. Hiks.." Tangis Hilda mulai mereda.
"Va.. Kenapa Mas Dimas tega menyakitiku? Apa salahku? Hiks.."
"Hilda, kamu tidak salah apapun."
"Tidak! Aku salah Va, Aku salah. Aku yang salah! Aku tidak sempurna. Aku tidak bisa memberikan suamiku anak. Aku wanita yang gagal! Aku wanita mandul Va!."
"Hilda, Tenanglah. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Bukankah kau pernah bilang padaku di pemeriksaan dokter beberapa bulan yang lalu kalian berdua dinyatakan sehat? Lalu kenapa kamu mengatakan dirimu mandul? Itu tidak baik Hilda."
"Jika aku tidak mandul, Kenapa AllAh tidak memberikan aku keturunan Va? kenapa?"
"Kamu tahu kan Va, karena aku tidak bisa hamil, akhirnya suamiku berpaling dan memiliki wanita lain." lanjut Hilda dengan nada yang bergetar
Reva menarik Hilda ke pelukannya. "Istighfar Hil.. Istighfar.. Kamu tidak boleh menyalakan Allah. kamu tidak boleh menyalahkan keadaan. Percayalah semua ini adalah takdir yang sudah digariskan dalam hidupmu."
"Astaghfirullahaladzim.. Astaghfirullahaladzim.. sakit sekali Ya Allah.. " Hilda terus beristighfar dalam pelukan Reva.
Entah mengapa hanya dengan mengungkapkan keluh kesahnya, hati Hilda merasa lebih tenang dibanding ia harus memendam semuanya sendiri.
"Hilda, Aku adalah sahabatmu. Aku adalah keluargamu. Mulai sekarang jika kau butuh tempat bersandar, jangan pernah sungkan untuk datang padaku. Kau mengerti?"
Hilda pun mengangguk dan tersenyum. "Boleh aku menginap malam ini?."
"Menginaplah sesukamu. Pintu rumah ini selalu terbuka lebar untukmu."
"Terima kasih ya Va, kamu adalah sahabat terbaikku."
Akhirnya, Hilda pun menceritakan semua permasalahan keluarga yang ia hadapi kepada Reva tanpa ia tutup tutupi sedikitpun.
Dan tanpa mereka ketahui, dari balik pintu kamar yang sedikit terbuka itu, ternyata ada seseorang yang tengah mengepal erat genggaman tangannya karena mendengarkan semua pembicaraan Hilda dan Reva.
.
.