Mahendra laki laki tegas dan berpendirian, ia jatuh cinta pada Retno adik tunangannya.
Satu malam Hendra melakukan kesalahan besar pada Retno, sehingga membuat gadis itu pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Bertahun tahun Hendra hidup dalam penyesalannya, hingga tujuh tahun kemudian Retno kembali ke kota kelahirannya dengan calon suaminya.
apakah yang akan terjadi pada Retno dan Hendra, apakah kebencian masih menguasai hati Retno? dan masihkah Hendra mencintai Retno?, selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rumah dan anggrek ibu
Didit menghentikan mobilnya, dan dengan segera ia keluar dari mobil.
Tanpa bertanya apapun Didit langsung memeluk Retno.
" Kau sehat?" tanya Didit setelah melepas pelukannya, tepatnya setahun Didit sudah tidak melihat Retno, karena setahun terakhir ia tidak bisa ikut berkunjung ke Bandung.
" Sehat mas," Retno mengangguk, tersirat kegelisahan di wajah perempuan itu.
Didit beralih pada Aryo,
" Apa kabar mas?" sapa Aryo sembari menyalami Didit,
" Baik.." jawab Didit tersenyum,
" yuk, sudah malam..!" ajak Didit mengambil koper Retno, tanpa menunggu didit memasukkannya ke dalam bagasi.
Didit mengemudi dengan tenang, ia melintasi jalan raya yang di terangi oleh lampu lampu hias di tengah jalan.
Waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam, tentunya jalanan menjadi lebih sepi.
Entah kenapa suasana di dalam mobil itu begitu hening di tambah lagi dengan hawa dingin yang mulai menyentuh kulit Retno.
Gugup.. tentu saja, akhirnya ia pulang, akhirnya ia menginjak lagi tanah kelahirannya yang mempunyai berjuta kenangan.
Saat mobil Didit melewati bangunan sekolahnya dulu, ingatan Retno mulai kembali berputar pada masa lalu, wajah teman teman baiknya terlintas satu persatu.
Diam diam Retno tersenyum, mengingat betapa konyol tingkahnya dan teman teman SMA nya dulu.
Namun senyum itu seketika hilang saat wajah Hendra tiba tiba terlintas di benaknya.
Dengan segera di tatapnya Aryo yang duduk disampingnya,
" kenapa? Hemm..?" tanya Aryo seakan sadar Retno sedang di Landa kegelisahan.
" Tidak.." jawab Retno pelan.
" Kalian sudah makan?" tanya Didit memecah suasana yang hening,
" sudah mas tadi setelah turun kami langsung mencari makan.." jawab Aryo.
" Ya sudah, karena ini sudah malam, kita langsung kerumah saja.. Besok pagi kau bisa kerumah sakit ret.." kata Didit,
" lalu yang di rumah sakit sekarang siapa mas?" tanya Retno,
" mbak mu.." jawab Didit,
" apa mbak Ratna tidak bekerja besok?"
" dia mendapat libur tiga hari,"
" lalu Gilang?",
" Gilang dirumah dengan ibu.. kami menyuruh ibu pulang tadi sore dari rumah sakit, keadaan ibu tampaknya juga kurang sehat, kami takut ibu juga jatuh sakit..",
mendengar penjelasan Didit Retno terdiam.
" Kau ijin berapa lama ret?" tanya Didit, ia lurus menatap jalanan yang mulai menanjak.
" Seminggu mas.."
" lalu Aryo?"
" saya besok sore sudah harus kembali ke Surabaya mas..
Tapi selanjutnya saya akan lebih sering berkunjung.." jawab Aryo.
" Jadi tadi kau dari Surabaya?"
" tidak, saya dari Bandung bersama Retno, kebetulan tanggal merahnya sedikit panjang mas, jadi saya ke Bandung.."
" owalah, jadi kau Wira Wiri ya.."
" tidak apa apa mas, saya juga harus menjenguk ayah.." jawab Aryo sopan.
Mendengar itu Didit mengangguk, ia bukannya tidak tau, kalau Retno di kuasai keresahan, tapi tidak ada yang Didit bisa lakukan, itu semua mau tidak mau harus Retno hadapi.
Sebagai seorang kakak ipar, Didit tidak mau ikut campur terlalu jauh meski ia sudah tau tentang segala yang terjadi antara Retno dan Hendra.
Setengah jam perjalanan,
Mobil yang di kendarai Didit melewati pagar dan memasuki halaman rumah bercat putih itu.
Retno terhenyak, ada perasaan hangat yang mengalir, betapa rindunya ia dengan rumah ini, tanpa sadar matanya berkaca kaca.
Setelah mobil itu parkir di garasi, Retno dan Aryo segera turun.
Hawa dingin mencubit pipi Retno, dan bungga bunga anggrek tergantung tenang menyapa Retno,
andai saja mereka bisa bicara, mereka mungkin akan berkata,
" akhirnya kau pulang.." kepada Retno,
Retno tertunduk dalam, mengigit bibirnya demi menahan perasaan sedihnya.
" Ayo masuk, di luar dingin.." ujar Didit,
Retno terdiam,
Kalimat itu membuat dirinya merasa asing, padahal ini adalah rumahnya, tapi Didit menyuruhnya untuk masuk.
Tapi ini memang salahnya, ia tidak pernah pulang,
sekalipun selama tujuh tahun,
pantaslah jika semua terasa asing.
Didit membuka pintu rumah berwarna dasar kayu itu,
Aryo dengan lembut menggenggam telapak tangan Retno lalu membawa retno melangkah masuk,
Mengikuti langkah Didit.
Air mata yang disimpan Retno baik Bain agar tidak tumpah, akhirnya tumpah saat ia melihat ibunya berjalan ke arahnya.
Perempuan cantik yang sudah menua itu memeluk putrinya dengan hangat dan penuh kerinduan.
" Akhirnya kau pulang kerumahmu nduk..??" suara ibunya sembari menangis.
Melihat itu Didit dan Aryo mundur, kedua laki laki itu tidak bisa berkata apapun.
Yang jelas mereka bahagia melihat betapa bahagianya seorang ibu yang tengah menyambut putri tercintanya pulang.
sehat selalu mbk Ayu