Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan ...
"Maaf, Mas, hari sudah sore, kami harus segera masuk. Maaf, aku nggak mempersilahkan Mas Asrul masuk, soalnya Mas Dava sedang keluar," ujar Ayu. Bagaimanapun, Asrul bukanlah mahramnya, jadi ia tidak bisa mempersilahkan masuk laki-laki itu. Apalagi langit sudah mulai menggelap.
"Ah, iya. Maaf. Sampai nggak nyadar. Kalau gitu, aku pamit ya. Dah, Rafi, Om pulang dulu ya."
"Iya, Om. Hati-hati ya. Lain kali main sama Rafi lagi ya."
Asrul mengangguk. Ia pun segera berpamitan dan pergi dari rumah Madava.
Ayu segera membawa Rafi masuk untuk mencuci tangan dan wajah. Rafi sudah mandi, jadi Ayu hanya mengajak Rafi untuk berganti pakaian.
...***...
Hari sudah larut, tapi Madava belum juga pulang ke rumah. Entah kenapa, untuk pertama kalinya Ayu merasa khawatir.
"Dia kemana sih? Bikin khawatir aja," desis Ayu kesal. Ayu memilih duduk di sofa ruang tamu. Tiba-tiba Ayu menguap. Tak lama kemudian, ia pun tertidur.
Saat Ayu terlelap, Madava akhirnya pulang. Madava masuk ke rumah dengan sedikit sempoyongan. Madava tersenyum miring saat melihat Ayu tertidur di sofa.
"Heh, bangun!" seru Madava sambil menendang-nendang sofa. Ayu sontak terkejut. Ia terduduk sambil mengucek kedua matanya.
"Kamu apaan sih? Bangunin orang baik-baik apa susahnya sih," omel Ayu kesal.
Madava tersenyum miring. "Bangunin baik-baik? Apa menurutmu sikapmu selama ini baik? Oh, ya, kau memang baik. Khususnya pada laki-laki. Wajar saja kau jadi janda. Pasti kau datang cerai karena kau suka ganjen dengan laki-laki lain 'kan? Memalukan."
"Apa katamu? Jaga bicaramu ya! Kau tidak tahu apa-apa tentang ku. Memangnya kau sendiri bagaimana? Sudah baikkah? Kau bahkan lebih parah dariku. Dan aku tidak ganjen. Aku hanya bersikap baik pada orang yang baik padaku. Sementara kau? Coba kau ingat-ingat lagi bagaimana sikapmu selama ini padaku? Kau bahkan tidak pernah menganggap ku sebagai istrimu. Kau memperlakukanku seperti pembantu. Bagaimana aku bisa bersikap baik padamu sementara kau saja tidak bisa bersikap baik padaku," balas Ayu lantang.
"Owh, jadi kau ingin aku menganggap mu sebagai istriku? Baiklah. Aku akan segera mewujudkan permintaanmu." Madava menyeringai membuat Ayu gelagapan.
"A---apa maksudmu?" cicit Ayu cemas. Bahkan ia sudah merasa gugup bukan main.
"Bukankah kau ingin aku menganggap mu sebagai seorang istri? Baiklah. Aku akan segera mewujudkannya."
"Jangan macam-macam kau! K---kau lupa kalau aku sedang?"
"Berhenti menipuku, Sialan! Kau pikir aku tidak tahu kalau kau sudah membohongiku?" sentak Madava kesal.
Ayu tertegun. Jarak Madava dan Ayu yang begitu dekat membuatnya bisa menghidu aroma yang aneh dari udara yang terhembus dari mulutnya. Ayu tidak tahu apa yang sudah Madava minum. Tapi Ayu bisa menebak itu merupakan semacam minuman beralkohol.
"Aku ... aku tidak menipumu. Aku benar-benar ... "
"Kataku berhenti berbohong! Aku tidak sebodoh yang kau kira, Sialan!"
Madava jelas tahu kalau Ayu berbohong. Itu karena subuh tadi ia mendapati Ayu sedang melaksanakan shalat subuh. Sudah jelas sekali kalau Ayu sudah berbohong padanya. Madava memang merasa sangat kesal karena merasa dibohongi. Tapi ia mencoba mengerti. Ia pikir itu karena Ayu masih canggung padanya. Apalagi pernikahan mereka terjadi karena terpaksa. Mereka memang belum bisa saling menerima satu sama lain.
Madava yang ingin memperbaiki hubungan mereka pun berniat memperbaikinya melalui Rafi. Apalagi entah sejak kapan bocah kecil itu sudah menarik perhatiannya. Ia merasa seakan memiliki ikatan batin pada anak itu. Oleh sebab itu, sepulang bekerja, Madava mampir ke toko mainan terlebih dahulu. Ia ingat, Rafi menyukai mainan mobil-mobilan jadi Madava pun memilih membeli sebuah mobilan remote control.
Namun saat melihat keberadaan Asrul dan bagaimana Rafi tertawa lepas saat bermain bersama temannya itu, entah mengapa hati Madava terasa panas. Ia tidak terima. Ia kesal. Apalagi Asrul juga membelikan mobilan remote control untuk Rafi. Madava merasa kecewa. Rasa kesal Madava pada Ayu karena kebohongannya seketika terakumulasi. Ia pun memilih pergi bertemu teman-temannya yang lain di sebuah club malam untuk menenangkan pikiran sekaligus meredam kekesalannya. Namun bukannya mereda, kekesalannya seketika memuncak saat melihat Ayu yang tertidur pulas di sofa.
"A---apa tidak berbohong!"
"Baiklah kalau kau mau terus berbohong. Mari kita buktikan!"
Melihat sorot mata Madava yang tidak biasa sontak saja membuat Ayu panik bukan main. Ia pun memilih untuk menghindar dan kembali ke kamarnya dengan Rafi. Namun sesuatu tak terduga terjadi. Belum sempat ia membuka pintu kamar, Madava sudah lebih dulu menggendong tubuhnya membuat Ayu memekik tertahan.
"Dava, turunkan aku!" desis Ayu, tapi hanya direspon seringai oleh Madava.
"Dava, please! Oke, aku salah. Maafkan aku kalau ada perbuatan maupun perkataan ku yang membuatmu kesal dan marah. Aku mohon, turunkan aku!" melas Ayu seketika cemas. Tapi Madava tetap tidak menggubris. Ia justru membawa Ayu ke dalam kamarnya dan melemparkan Ayu begitu saja ke atas ranjang. Kemudian Madava beranjak ke arah pintu bermaksud menguncinya. Ayu yang panik pun bergegas berlari hendak keluar dari kamar, tapi Madava ternyata bergerak lebih cepat. Dengan gerakan cepat, Madava menutup dan mengunci pintu membuat tingkat kepanikan Ayu semakin meningkat.
"Mas, Mas Dava, tolong buka pintunya, Mas. Aku mau nemenin Rafi. Gimana kalau Rafi nyariin aku."
Madava menyeringai. "Kenapa? Takut? Cih, bukankah ini yang kau inginkan! Sudah lama tidak mendapatkan belaian, hm?" ejek Madava membuat dada Ayu merasa sesak.
Ayu menggeleng. "Please, Mas! Oke, oke, aku minta maaf karena sudah berbohong. Itu ... itu karena kau tahu sendiri bagaimana hubungan kita ini. Bukankah kau sendiri terpaksa menikah denganku. Aku ... aku hanya ingin mempermudah kalau kau sewaktu-waktu ingin menceraikan aku. Aku ... tidak ingin kita terikat. Jadi ... "
Belum sempat Ayu menyelesaikan kata-katanya, Madava sudah lebih dulu menyudutkan Ayu ke dinding. Ayu panik bukan main. Ayu bermaksud mendorong dada Madava, tapi sulit. Tubuhnya tidak sebanding dengan tubuh Madava.
"Aku menginginkanmu malam ini," bisik Madava lirih.
Ayu menggeleng cepat. "Nggak. Nggak. Aku ... "
Suara Ayu seketika teredam saat Madava menyerang bibirnya dengan kasar. Ayu terengah-engah. Ia berusaha mendorong tubuh Madava hingga terlepas. Madava menyeringai. Ia justru mengangkat Ayu ke pundaknya dan membawanya bagai karung beras lalu melemparnya ke atas ranjang. Ayu berusaha untuk berlari, tapi Madava dengan cepat mengungkung tubuh mungil Ayu.
Ayu menggeleng cepat. Ia panik luar biasa. Bahkan ia sampai meneteskan air mata saat Madava mulai melancarkan serangannya.
"Jangan, Mas! Aku mohon!"
"Menolak suami itu berdosa, kau tahu itu 'kan!"
"Tapi Mas, aku ... "
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...