#Karya ini merupakan Karya Kreatif Modern
Setelah di-PHK dari pekerjaannya sebagai buruh, kehidupan Bara berputar 180 derajat. Kehidupan tak lagi berpihak kepadanya dan terpaksa harus menjadi pemulung yang selalu dihina oleh mertua.
Bara adalah laki-laki yang tak banyak bicara. Segala hinaan yang diberikan pun tak pernah ia balas. Hingga sebuah peristiwa mengubah segalanya. Bara diberi tugas untuk mengatakan hal-hal yang menyakiti hati orang lain. Dia dibayar mahal untuk itu semua.
Bagaimana kisahnya? Mari ikuti series berlanjut dari Bacot System, ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Dibacotin Sistem
"Udah, kalau kamu cuma mau menyulut emosiku, kamu pergi saja. Sepertinya kita pisah saja!" Arini akhirnya melontarkan keinginannya itu dengan gamblang.
Bara menatap Arini dengan tenang. Tak ada emosi, tak ada amarah, tak ada ekspresi yang meledak. "Pisah? Sementara atau untuk selamanya?"
"Selamanya!" ucap Arini dengan lantang.
"Kenapa? Apa gara-gara aku seorang pemulung yang membuatmu merasa jijik?" tanya Bara kembali dengan santainya.
"Bukan hanya itu saja," sambut Arini. "Pokoknya aku ingin pisah denganmu. Aku rasa ini adalah waktu yang tepat mengatakan ini padamu," tambahnya.
"Oh, begitu? Jadi kamu sudah mantap ingin bercerai denganku? Jika aku tidak mau, bagaimana?"
Arini menatap Bara dengan heran. Kenapa Bara hanya menanggapinya dengan tenang seperti ini? Bahkan, volume suara Bara masih sama seperti biasanya.
"Jika aku menolak untuk bercerai, maka hakim pun tak akan bisa memisahkan kita," ucap Bara.
"Tapi aku sudah tak mencintaimu. Buat apa kamu mempertahankanku. Bahkan ...." Arini tak lagi melanjutkan ucapannya.
"Sejak kapan?" tanya Bara.
"Maksudnya?" Arini menatap Bara masih bingung dengan ketenangan lelaki itu.
"Sejak kapan kamu tak mencintaiku?"
Arini hening sejenak. Ia mencoba menghitung waktu mundur, menyadari perasaan kepada Bara mulai hambar. Dan ia tak tahu kapan itu. "Udah lah, pokoknya aku mau cerai!"
"Kamu jangan terlalu cepat memutuskan. Aku beri kamu waktu untuk berpikir. Jika, kamu benar-benar sudah memutuskan, aku akan menerima semuanya." Bara pun beranjak meninggalkan Arini.
Sementara itu, Rangga yang sejak tadi diam pun melepaskan diri dari dekapan ibunya.
"Rangga kamu mau ke mana?" tanya Arini mencegat kepergian Rangga.
"Sudah lah, biar kan Rangga bersamaku," ucap Bara mengulurkan tangannya kepada bocah balita itu. Sejenak, ada api yang melambangkan kebencian mendalam kala ia menatap Arini, kembali ia tepis membuat reaksi senormal mungkin.
Rangga kembali melepaskan diri dari Arini. "Rangga mau sama ayah," ucap bocah itu.
"Tapi ibu kangen kamu," ucap Arini memasang wajah kecewa.
"Rangga, ayo!" Bara menggandeng sang putra menuju ke arah motornya yang terparkir.
Melihat motor yang dinaiki Bara, membuat Arini lebih terkejut lagi. Bara hanya melambaikan tangan dan meninggalkan Arini yang termangu menatap kepergian mereka.
[ Episode pertama cukup menarik, setelah ini dipastikan dia akan mengingatmu semalaman. ]
Bara tak menanggapi komentar dari sistem. Wajahnya terlihat dingin berkonsentrasi pada jalanan yang ramai, hati dan pikirannya sungguh berkecamuk, tetapi ia tak tahu harus bagaimana mengeluarkannya.
*
*
*
Saat malam tiba, Rangga telah lelap dalam tidurnya. Namun, rumah yang mereka tempati saat ini sungguh terlihat berantakan. Pakaian kotor berceceran di mana-mana. Sampah bungkusan makanan pun berserakan di mana-mana.
[ Jangan mentang-mentang keseharianmu berkecimpung dengan sampah, kau pun ingin membuat rumah ini menjadi penampungan sampah? ]
"Ah, itu bukan urusanku. Asalkan ada tempat untuk tidur dan makanan untuk dikomsumsi, bagiku tak masalah," balas Bara atas sindiran dari sistem.
[ Bukan kah, kau ingin mengubah hidupmu? Jika kau tak memulai dari diri sendiri, maka orang lain pun tak akan melihat perubahanmu. ]
Bara hening mendengarkan sistem menasehatinya panjang lebar. Akhirnya, Bara bangkit mulai mengangkat pakaian-pakaian kotor miliknya dan Rangga.
"Ternyata, sifatmu sungguh cocok dengan namamu. Dasar tukang bacot," sungut Bara memasukan pakaian kotor itu ke mesin cuci yang telah disiapkan oleh pemilik kontrakan ini.
Setelah itu, ia berpindah merapikan meja dan ruangan. Gerakan tubuhnya sungguh sangat cepat bagaikan kilat. Sehingga, ia menyelesaikan semuanya dalam waktu yang sangat singkat.
Bara pun duduk beristirahat. "Hah, seharusnya semua pekerjaan ini dikerjaan oleh wanita, kenapa harus aku?"
[ Jika pekerjaan rumah ini milik wanita, maka jangan lah kau biarkan semua wanita untuk bekerja mencari uang. Kau harus membahagiakannya tanpa harus terbebani oleh tuntutan menambah uang. ]
Bara sadar, dirinya tengah diserang oleh bacotan sistem. "Terserah kau lah Sist, itu semua terjadi karena kondisi di luar harapan. Bagaimana pun, tak ada yang mau hal seperti itu terjadi, termasuk aku."
Bara membuka ponselnya yang jarang digunakan. Ternyata, ada notifikasi pesan yang terbaca dari seseorang. Pesan itu cukup banyak sehingga perlahan ia mengecek satu per satu.
"Ini dari gadis yang kemarin, ternyata dia menyimpan nomor kontakku," ucapnya. Tanpa menunggu waktu, Bara langsung membacanya.
[ Halo, Mas. Ini saya Nike yang Mas tolong kemarin. ]
[ Saya berterima kasih kepadamu, karena sudah bantuin untuk menyanggah pengumuman kemarin ya. ]
[ Tiba-tiba, malam harinya saya dihubungi panitia tes itu. Mengonfirmasi perubahan peserta yang lolos. ]
[ Tapi, paginya saya malah diteror oleh pihak yang lolos tes itu. ]
[ Sepertinya saya memilih untuk tidak mengambilnya saja. ]
[ Sekali lagi, saya ucapkan terima kasih. ]
...****************...
Karya berikutnya:
Napen: Mei-Yin
Judul: Istri Kecil Sang Mafia