Bacot System
"Harusnya saya tak membiarkan putri saya menikah denganmu. Kau hanya beban! Benar-benar tak tahu malu!"
Kata-kata itu dimuntahkan oleh wanita paruh baya terhadap pria yang baru saja pulang dari pekerjaannya sebagai pemulung. Semenjak di-PHK oleh pihak perusahaan secara besar-besaran pada masa pandemi covid-19, Bara banting setir menjadi pemungut benda-benda terbuang.
Bara hanya menundukkan kepala, menggenggam kedua tangannya, takut menjawab hinaan yang diberikan oleh wanita yang telah melahirkan istrinya.
Sebelumnya, Bara adalah buruh pabrik di sebuah perusahaan elektronik. Meskipun bukan sebagai karyawan eksekutif, tetapi ia mendapatkan gaji bulanan yang mampu membantunya dalam membayar cicilan rumah subsidi. Namun, petaka covid-19 membuat kehancuran pada hidup Bara dan banyak lainnya.
Ia harus berhenti karena perusahaan kekurangan dana di saat produksi-produksi peralatan perusahaannya harus dihentikan, karena pemberlakuan social distance di seluruh muka bumi ini.
"Pokoknya saya tak mau tau, kamu harus membantu istrimu mencari uang yang banyak! Kamu harus bekerja! Masa masih siang begini kamu sudah pulang?" ucap mertua Bara.
Bara menatap jam pada dinding yang menunjukkan waktu pukul empat belas, menjelang sore. Padahal, sedari ia berangkat bekerja usai sarapan tadi, ia belum memakan satu apa pun. Bahkan, ia tak pernah membeli makan siang, demi menghemat pengeluaran.
Dan, tentu saja kali ini ia merasa sangat kelaparan. Energinya sudah dikuras oleh perjalanan tanpa kendaraan demi menghampiri tong sampah dari satu tempat ke tempat lain.
Bara yang biasanya tak banyak bicara, hanya bisa menoleh pada tudung saji yang kebetulan berada di belakang mertuanya. Bara sungguh merasa tak kuasa lagi. Hatinya sudah bergerak terlebih dahulu berangan untuk membuka tudung saji itu.
Nurmala, sang mertua menyadari gelagat menantunya ini. Wajahnya mengernyit dan sungguh merasa sangat kesal. Ditambah lagi, aroma tubuh Bara tercium begitu menyengat didukung kaos lusuh yang melekat pada tubuh yang telah basah oleh keringat Bara.
"Waktu makan siang telah habis! Sekarang, kau pergi lah!" ucap Nurmala sembari menutup hidungnya.
Krucuuuk
Perut Bara sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Namun, ia tidak bisa menyahut apa pun yang diucapkan oleh wanita yang menghadirkan Arini, istrinya.
Tanpa banyak bicara, Bara berjalan perlahan menuju pintu untuk keluar, meskipun kakinya sudah tak memiliki daya lagi untuk melangkah.
Pada suatu pojok, ia mengambil karung kosong sebagai penampung rongsokan yang ia kumpulkan. Di sana, begitu banyak tumpukan bahan yang ia temukan, untuk dijual pada penadah barang rongsokan.
Krucuuuukk
Wajah Bara mengernyit, merasakan sakit tepat di ulu hati. Namun, ia tak memiliki pilihan. Arini belum pulang dari kerjanya sebagai karyawan pada sebuah mini market sejuta umat. Semenjak ia berhenti, dengan terpaksa lah Arini membanting tulang lebih keras lagi, dengan harapan, Bara mendapatkan pekerjaan lagi, dengan pengalaman yang telah ia miliki.
Akan tetapi, takdir berkata lain. Hingga di tahun keempat pasca dirumahkan, ia tak mendapatkan pekerjaan sama sekali. Pengalamannya yang hanya sebagai buruh pabrik, dengan ijazah SMA, tak serta merta membawa dirinya pada sebuah pekerjaan.
Sekali lagi, perut Bara bergetar membuat ia mengeluarkan penghasilannya yang tak begitu banyak. Dengan terpaksa, hasil penjualan beberapa hari lalu, ia gunakan. Hal ini tentu membuat tabungan yang ia kumpulkan demi memberikan istrinya nafkah, berkurang.
Bara sengaja menarik secarik uang sepuluh ribu. Dengan segera ia menuju sebuah warung nasi yang tak jauh dari posisi ia berada. Ia bertekad membeli makanan murah, agar Arini tidak terlalu marah karena jatah bulanan dari suaminya yang semakin sedikit.
Dari kejauhan, ia melihat warung itu masih cukup ramai. Padahal, waktu makan siang sudah lewat. Bara terus berjalan dengan memanggul karung bekas yang masih kosong.
Akan tetapi, langkahnya yang cepat, makin lama semakin lambat. Dengan jelas ia melihat Arini, berdiri di sana, membuat Bara memilih untuk berhenti. Ia tak mau, Arini yang cantik, menjadi canggung karena bertemu dengan suami yang penuh dengan kotoran, seperti penampilannya saat ini.
Bara memperhatikan gerak gerik istrinya dari jauh. Bola matanya membesar, di saat ia mendapati sang istri dirangkul dari belakang, oleh pria yang berseragam sama dengan istrinya.
Dengan begitu saja, amarah Bara meledak di dalam dada. Ia terus memantau sang istri yang berjalan mesra berdua dengan laki-laki yang jelas adalah rekan kerjanya. Tangan Bara yang menggenggam karung kosong, semakin hebat meremat benda lusuh itu.
Ia masih ragu dan tidak tahu harus berbuat apa. Apakah harus mendatangi langsung, atau hanya sebagai pemerhati dalam getaran dada yang semakin membahana di kala perutnya yang keroncongan.
'Ayolah, kau adalah suaminya! Kau berhak untuk menasehatinya!'
Batin Bara mulai bergejolak. Ritme jantungnya semakin hebat karena amarah yang kian meledak. Harga dirinya sebagai suami telah jatuh.
Namun, Arini telah beranjak memeluk mesra sang pengendara motor tersebut dari belakang. Mereka tak menyadari amarah seorang suami karena ulah mereka berdua.
Pada malam hari, waktu menunjukan pukul 21 malam. Arini belum juga pulang. Sementara itu, Rangga, putra satu-satunya, telah lelap dalam dekapan Bara. Harusnya, Arini sudah pulang saat pukul tujuh belas. Ini sudah begitu terlambat, membuat benak Bara, dipenuhi oleh pikiran-pikiran akan perselingkuhan sang istri.
Dug
Dug
Dug
Pintu kamar Bara digedor dari luar.
"Bara, kenapa kau tak mencari istrimu? Enak sekali kau ya? Udah tak bisa menafkahi istri, kini kau malah enak-enakan tidur di saat istrimu belum kembali dari pekerjaannya!"
Lagi-lagi, Nurmala, sang mertua kembali mengusiknya. Kali ini tentu berbeda. Bara yang didera dendam dan emosi, tentu tak bisa diam lagi. Setelah ia melepaskan Rangga dari pelukannya, ia turun dari ranjang, dalam kamar sederhana itu.
Dengan kasar ia membuka pintu dengan kasar. Di sana, ia menemukan sang mertua bersidekap dada menatapnya dengan tajam.
"Dasar laki-laki tak berguna! Sudah enak ya, gak bekerja, sampai hilang rasa tanggung jawabmu terhadap Arini, istrimu? Cari tahu kek, atau sekalian cari dia ke tempat kerjanya kek? Ini malah enak-enaknya tidur dengan perut kenyang!"
Tangan Bara, semakin tergenggam dengan erat. Rasanya, ia ingin merobek mulut tajam yang menyayat hati dan harga dirinya itu. Dengan getaran hebat, tangan itu terangkat. Namun, ia sadar. Ia teringat bahwa wanita ini adalah ibu mertuanya, itu berarti sama halnya dengan ibunya sendiri.
Akhirnya, Bara memukul dinding dengan kasar. Membuat Nurmala terperenjat dan ketakukan. Ini adalah kali pertama Bara berlaku seperti ini. Menantu yang tak banyak bicara ini dengan terang-terangan menunjukan amarahnya.
"Ba-Bara? Ka-Kau?" ucapnya gugup.
Bara berlalu keluar dan membanting pintu. Arini masih belum kembali. Ia berjalan dengan amarah menuju mini market tempat sang istri bekerja. Namun, ternyata Arini sudah pulang semenjak pukul lima sore tadi.
Bara berlari tak tahu arah dan lari menyeberangi jalan tanpa melihat ke arah kiri dan kanan. Akan tetapi, sebuah truk kosong, melintas dengan kecepatan tinggi, menghantam tubuh Bara yang belum sampai ke seberang.
Tubuh Bara terpental cukup jauh. Bara remuk dengan ceceran dar*h di sekeliling tubuhnya.
[ Bara, apa kamu rela mati konyol karena bacotan mertuamu? ]
#cerita ini merupakan karya fiksi kreatif modern#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
saa
semangat thor
2024-03-16
0
Selviana
Semangat 💪 aku sudah mampir nih kak.
2024-02-23
0
FieAme
Author favorit bikin karya baru, wiiihhii..langsung subscribe doong.. pasti gokil nih, kayak judulnya 🤣🤣 tapi pliiiss jangan dihiatuskan
2024-02-02
1