Jangan Takut Jadi Janda, Kita Berhak Bahagia

Setelah mengantarkan Amara ke kamarnya dan menidurkannya di ranjang, Abimana langsung pergi dari rumah Amara menuju panthouse miliknya yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Amara.

Abimana sengaja meminta kepada ayahnya untuk menyediakan panthouse itu supaya kegiatannya sebagai supir pribadi Amara dan CEO perusahaan keluarganya bisa berjalan beriringan tanpa membuat Amara curiga atau terganggu.

"Berikan kepadaku semua bukti-bukti yang sudah Kau dapatkan tentang mereka!" perintah Abimana saat dia sampai di kediamannya.

Hadi memang tinggal bersama dengan Abimana untuk melayani dan memastikan semua kebutuhan pemuda itu. Tentu saja berfungsi juga sebagai pengawas semua kegiatan Abimana untuk kedua orang tuanya.

Abimana adalah pewaris perusahaan besar. Kedua orang tuanya merasa geram sekali dengan kelakuanku tanah yang masih saja mau berjuang dan berusaha untuk mempertahankan Amara.

Padahal sudah lebih dari 5 tahun Abimana menunggu dan berjuang untuk bisa membuat wanita itu mau menerima kehadirannya sebagai orang spesial. Tetapi penantian Abimana tempatnya masih panjang karena amarah yang memutuskan untuk memaafkan Alvin.

Padahal, Abimana sudah melakukan banyak upaya untuk menyadarkan wanita itu tentang kesalahannya mencintai Alvin yang pengkhianat.

"Kita akan melakukan briefing bersama dengan Tante Diah dan juga tim pengacaranya untuk segera mengajukan gugatan perceraian kepada Alvin. Aku sudah tidak mungkin menunggu lagi karena kedua orang tuaku yang sudah mendesak untuk aku bisa segera menikah." Hadi hanya bisa mengelus dada mendengar keputusan tuannya.

Hadi sampai saat ini masih belum bisa mengerti dengan pola pikir Abimana.

"Bos dengan wajah kedudukan dan juga statusmu kau bisa memiliki wanita tercantik di dunia sekalipun yang kau inginkan. Kenapa kau harus melakukan begitu banyak usaha hanya untuk seorang janda yang di poligami oleh suaminya? Bahkan Nyonya Amara sampai saat ini masih belum juga punya anak. Apa Bos tidak akan menyesalinya suatu saat nanti?" tanya Hadi mencoba untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam pikirannya.

Abimana mengertutkan keningnya. Dia agak tersinggung mendapatkan pertanyaan semacam itu dari asistennya.

"Kau tidak akan pernah mengerti, bagaimana perasaanku sekarang. Karena kau tidak pernah mencintai siapapun." ucapan Abimana hanya di tanggapi O oleh Hadi.

Abimana yang kesalahannya bisa melemparkan bantal ke arah Hadi. "Kau adalah anak tunggal di keluargamu. Ayah ibumu pasti akan membutuhkan keturunan untuk menjadi pewaris dari perusahaan keluarga kalian. Bos, Aku hanya takut kalau kau menikah dengan Amara akan menempatkannya di mulut Harimau. Tuan dan Nyonya besar pasti akan marah kalau kau tidak punya anak." untuk sejenak Abimana memikirkan apa yang dikatakan oleh Hadi.

Abimana mengerti sepenuhnya tentang hal itu. Sampai saat ini Abimana masih berusaha mencari solusi untuk perihal kesuburan Amara.

"Besok aku akan membujukkan marah untuk tes kesuburan. Setidaknya, aku mempunyai pegangan untuk terus berjuang ataukah menyerah sampai disini. Bagaimana pun juga, kebahagian kedua orang tuaku juga tidak boleh aku abaikan begitu saja." Abimana merasakan jantungnya seperti tertusuk Sembilu ketika memikirkan dia akan meninggalkan Amara jika hasil test itu membuktikan kalau kamar mandul dan tidak bisa punya anak.

Sungguh dilema sekali perasaan Abimana sekarang. Di satu sisi dia masih ingin berjuang untuk cintanya kepada Amara tetapi di satu sisi dia juga tergelitik dengan masalah keturunan yang juga di jadikan alasan oleh Alvin untuk berpoligami.

"Tidurlah Hadi, karena besok kau memiliki tugas yang sangat berat. Aku ingin kau membantuku untuk Amara mau melakukan tes itu tanpa curiga dengan niatku." Hadi langsung pergi ke kamarnya dan meninggalkan Abimana di ruang keluarga.

Sejak tadi Abimana terus menetapkan ponselnya. Ingin sekali Abimana untuk menghubungi Amara. Tetapi dia tidak tega menggangunya. Tadi Amara tidur begitu lelap karena kelelahan.

Malam itu Abimana benar-benar tidak bisa tidur karena memikirkan tentang Amara dan kedua orang tuanya. Semua ucapan Hadi seperti terngiang kembali di telinganya.

"Apakah benar kalau aku hanya akan menempatkan Amara di posisi yang jauh lebih sulit jika dia tidak bisa hamil suatu saat nanti?" monolog Abimana dalam kebimbangan hatinya yang mulai tergelitik karena ucapan Hadi.

Sampai larut malam Abimana menghabiskan berbungkus-bungkus rokok dan berbotol-botol wine. Semua itu dilakukan hanya untuk menghilangkan stres dan frustasi di kepalanya.

Sungguh pelik masalah yang sedang dia hadapi. Bagi Abimana sendiri, masalah anak tidaklah terlalu penting. Tetapi Abimana sangat mengetahui alasan kedua orang tuanya yang terus mendesak dia untuk segera menikah. Salah satunya adalah perihal anak.

Kedua orang tuanya sudah tidak sabar ingin menimang cucu karena usia mereka yang sudah tidak muda lagi. Abimana bingung, kenapa dia masih juga belum mabuk padahal dia sudah menghabiskan lebih dari tiga botol wine.

"Tampaknya aku terlalu mabuk oleh cintaku pada Amara. Alkohol ini sudah tidak mempan lagi buat aku." karena merasa bosan dan juga lelah Abimana akhirnya memilih untuk masuk ke dalam kamarnya dan tidur dengan lelap.

Malam semakin merayap jauh. Saat ini di sebuah apartemen terlihat dua insan yang sedang bercinta dengan begitu panasnya. Mereka adalah Alvin dan Marina yang sedang mereguk asmara yang kian bergelora saja di hati mereka.

Kemarin pagi, tanpa sengaja Alvin kembali bertemu dengan Marina di supermarket langganan Marina. Alvin yang pada dasarnya memang mencintainya akhirnya memilih untuk membawa Marina kembali ke dalam hidupnya.

"Aku benar-benar sangat merindukanmu. Jangan pernah berpikir untuk pergi dariku lagi. Aku sedang berusaha untuk merebut semua harta kekayaan milik Amara. Kita akan pergi dari sini bersama anak-anak setelah aku berhasil dengan rencana yang aku susun. Sabarlah dulu, sayang." janji Alvin sembari memeluk tubuh polos Marina yang saat ini sedang berbunga-bunga mendapatkan janji manis dari Alvin.

Marina tidak mengatakan apapun. Dia memilih untuk memejamkan matanya dan memanfaatkan kebersamaannya bersama Alvin.

"Mas tidak pulang sekarang? Mbak Amara pasti kebingungan mencarimu sudah seharian kita bersama.Nanti dia curiga sama kamu, Mas." ucap Marina beberapa saat kemudian setelah hanya ada kesunyian dan berpacu dengan nafsu di antara kedua insan yang sedang mereguk rindu.

Empat bulan lamanya mereka berpisah sejak Marina meninggalkan rumah kontrakan yang Alvin berikan pada saat Amara mengusir dan memecatnya.

"Jangan memikirkan tentang Amara ketika kita bersama. Aku milikmu saat ini!" Alvin mengerang penuh kenikmatan saat berhasil meraih puncak tertinggi dari perjalanan mereka malam itu tanpa pernah memikirkan perasaan amarah ketika mengetahui hubungan mereka yang kembali terjalin.

Alvin memang seegois itu. Dia laki-laki sampah yang tidak pernah memperdulikan bagaimana perasaan istrinya yang sudah banyak berkorban dan berjuang demi keutuhan rumah tangga mereka agar tidak hancur berkeping-keping karena ulahnya.