ADRIAN PRATAMA. Itu nama guru di sekolah gue yang paling gue benci. Karena apa? Karena dia udah membuka aib yang hampir tiga tahun ini gue tutup mati-matian.
“Dewi Mantili. Mulai sekarang kamu saya panggil Tili.”
Nyebelin banget kan tuh orang😠 Aaarrrrggghhh.. Rasanya pengen gue sumpel mulutnya pake popok bekas. Dan yang lebih nyebelin lagi, ternyata sekarang dia dosen di kampus gue😭
ADITYA BRAMASTA. Cowok ganteng, tetangga depan rumah gue yang bikin gue klepek-klepek lewat wajah ganteng plus suara merdunya.
“Wi.. kita nikah yuk.”
Akhirnya kebahagiaan mampir juga di kehidupan gue. Tapi lagi-lagi gue mendapati kenyataan yang membagongkan. Ternyata guru plus dosen nyebelin itu calon kakak ipar gue😱
Gue mesti gimana gaaeeesss???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Band Dadakan
Hari berlalu dengan cepat, tak terasa sudah dua bulan lamanya Adrian menggantikan Ibu Cahya menjadi wali kelas 12 IPS 3. Setiap minggu ada saja ulah anak didiknya itu yang mengharuskan dirinya memberikan hukuman pada mereka. Namun dua minggu belakangan ini, murid IPS 3 terlihat lebih tenang, mungkin karena jadwal ujian akhir yang semakin dekat saja.
Usai jam sekolah, semua murid kelas 12 IPS 3 masih berkumpul di kelasnya. Adrian memang meminta anak muridnya untuk tetap berada di kelas untuk membicarakan ujian akhir. Suasana kelas riuh dengan obrolan para penghuni kelas. Seketika keriuhan berhenti ketika Adrian masuk ke dalam kelas.
“Assalamu’alaikum..”
“Waalaikumsalam..” jawab para murid serempak.
Adrian menghampiri salah satu meja paling depan yang kosong lalu mendudukkan sedikit bokongnya di atas meja. Beberapa murid wanita menatap tak berkedip padanya, kemeja lengan panjang yang dilipat sampai sebatas siku semakin membuat penampilan wali kelas mereka terlihat tampan. Apalagi posisi duduknya sekarang membuatnya nampak jauh lebih cool dan mempesona.
“Saya mengumpulkan kalian di sini untuk membicarakan persiapan untuk menghadapi ujian akhir nanti. Mulai Sabtu ini, saya akan memberikan pelajaran tambahan untuk semua mata pelajaran. Semua harus ikut tanpa terkecuali, mengerti?”
“Mengerti, Pak.”
“Jangan banyak menghabiskan waktu kalian untuk bermain atau melakukan aktivitas yang tidak terlalu penting. Kalian harus fokus menghadapi ujian nanti. Terutama Bobi, Roxas dan Usep.”
Adrian menyebutkan nama-nama penghuni zona degradasi. Pria itu sudah bertekad untuk membawa semua anak muridnya meraih nilai tertinggi dalam ujian akhir ini. Walau sulit mengeluarkan ketiga murid itu dari zona degradasi, setidaknya nilai mereka tidak terlalu terpuruk nantinya.
“Selain membicarakan soal pelajaran tambahan, saya mendapat amanat dari Pak Nurman kalau kelas ini ternyata belum mendaftar untuk performance saat perpisahan nanti. Nah untuk penampilan kelas kita, kira-kira kalian mau apa?”
“Kita sudah ada rencana bikin kabaret, Pak,” jawab Hardi.
“Kabaret? Bagus itu. Apa sudah ada skenarionya?”
“Sudah Pak, tinggal latihan saja. Tapi kita masih harus siapin beberapa perlengkapan dulu.”
“Coba dilist apa saja yang kalian butuhkan. Nanti saya akan coba bantu siapkan.”
Terdengar sorak gembira dari penghuni kelas. Mereka tak menyangka sang wali kelas yang kerap bersikap tegas dan garang ternyata mendukung penuh apa yang akan mereka tampilkan untuk acara perpisahan nanti.
“Selain itu, saya sudah berbicara dengan Pak Wahyu. Kabarnya beberapa anak IPS ada yang bisa bermain musik. Saya mengusulkan untuk membentuk band dadakan khusus dari anak-anak IPS. Sejauh ini kita sudah dapat personil 3 orang. Ada Deski dari IPS 1, dia pegang keyboard, lalu Anto dari IPS 2 memegang gitar. Dan terakhir, ada Mufid yang akan memegang drum. Kita kekurangan dua personil bagian bass dan vocal. Kira-kira di kelas ini ada yang bisa menyanyi dan bermain bass?”
Adrian memandangi anak muridnya satu per satu. Tujuannya mengusulkan penampilan band dadakan, bukan hanya untuk pertunjukkan di acara perpisahan saja, tapi juga untuk membantu sang adik mencari bassis baru untuk band-nya.
“Roxas, Pak!” seru Bobi.
“Iya, Pak. Roxas bisa main bass. Dia sama Tili suka ngamen di lampu merah. Tili pegang kecrekan, Roxas pegang bass betot terus nyanyi ‘aku tak mau kalau aku dimadu serrr.. pulangkan saja pada orang tuaku ahaahh’.”
Semua langsung tertawa mendengar Micky menyanyikan lagu tersebut dengan suara sengaunya. Bahkan Adrian pun ikut tertawa lepas. Dewi melihat pada wali kelas yang dianggapnya sebagai musuh bebuyutan.
Ternyata bisa ketawa juga dia. Kirain bisanya cuma bikin darting sama turun bero.
“Habis itu lanjut si Tili nyanyi ‘perasaan kemarin ada, kok sekarang jadi ngga ada aahhhay’.”
Lagi Micky memperdengarkan suara sengaunya. Dewi sontak melihat pada temannya itu seraya mengepalkan tangan padanya. Bobi tak bisa berhenti tergelak, perut buncitnya terlihat naik turun ketika pemuda itu tertawa.
“Roxas.. apa benar kamu bisa bermain bass?”
“Bisa, Pak. Bass beneran ya, Pak. Bukan bass betot,” ralat Roxas.
“Oke, kalau gitu kamu mau kan jadi personil band dadakan?”
“Boleh pak. Sekalian pak, saya usul vocalisnya si Dewi saja Pak.”
“Dewi mana?”
“Tili Pak.”
“Kamu bisa nyanyi, Tili?” tanya Adrian seraya menatap murid yang sukses mencuri hatinya.
“Tergantung Pak.”
“Tergantung apa?”
“Kalau nyanyinya di depan Bapak, saya auto fals. Soalnya muka Bapak anyep, bikin pita suara saya mengkerut.”
Gelak tawa kembali memenuhi kelas tersebut. Roxas membelalakkan matanya, tak menyangka sang sahabat memiliki nyali sebesar itu untuk meledek wali kelasnya. Adrian sendiri tak ambil pusing dengan ucapan muridnya. Pria itu hanya mengulum senyum saja, namun hal tersebut semakin membuat Dewi kesal.
“Baik, kalau begitu personil sudah lengkap semua. Untuk latihannya, nanti bisa pinjam studio teman saya.”
“Wuih mantul )ak,” seru Roxas bersemangat. Sudah sejak dulu dia ingin membentuk band namun tidak kesampaian karena terpentok modal.
“Pak, butuh backing vocal ngga? Saya mau mengajukan diri,” seru Micky dengan penuh percaya diri.
“Lo mau jadi backing suara monyet? Kentut saja fals, sok-sokan mau jadi backing vocal. Yang ada elo ngerusak lagu jadinya,” sembur Dewi yang langsung disambut gelak tawa lainnya.
“Ngapain lo mau ikutan ngeband? Paling cuma pegang gulungan kabel doang. Lo kan jadi pemeran utama kabaret, gimana sih,” kesal Hardi.
“Oh iya, lupa. Berasa jadi Aldebaran gue,” Micky menepuk keningnya.
“Aldebaran dari Hongkong, lo palingan jadi ganjelan sepatunya doang,” timpal Roxas.
Suasana kelas kembali menjadi ramai. Adrian hanya mengulum senyum saja melihat tingkah anak didiknya. Walau hanya tersisa dua bulan lagi masa baktinya sebagai wali kelas mereka, namun akan banyak kenangan yang tertanam di otaknya. Masa seperti ini pasti akan dia rindukan dan tak akan didapatkan saat di kampus nanti. Matanya terus memandangi Dewi, berharap ke depannya dia masih bisa bertemu dengan gadis itu.
“Jadi kapan kalian mulai latihan kabaret?” suara Adrian memutuskan gelak tawa yang masih terdengar.
“Besok kita mulai latihan,” jawab Hardi.
“Latihannya sesudah pelajaran tambahan.”
“Yaaaa… bisa ngga pelajaran tambahannya abis latihan?”
“Kalian ngga akan konsen belajar kalau sesudah latihan. Tubuh kalian sudah lelah dan konsentrasi kalian sudah buyar. Jadi kita belajar dulu baru latihan.”
Terdengar kasak-kusuk dari para murid begitu mendengar keputusan wali kelasnya. Namun begitu mereka tidak berani menentangnya lagi. Sebenarnya kelas 12 IPS 3 termasuk salah satu yang beruntung, tidak semua wali kelas yang membimbing murid kelas 12 mau memberikan pelajaran tambahan di luar jam sekolah.
“Ok kalau begitu sampai bertemu besok. Roxas, untuk hari ini kamu libur.”
“Yess!!” terdengar teriakan senang pemuda itu.
“Tili.. ikut saya ke ruang guru.”
“Saya Pak?”
“Memang ada Tili lagi selain kamu?”
Tanpa menunggu jawaban gadis itu, Adrian segera melangkahkan kakinya keluar kelas. Dewi menghentakkan kakinya tanda kesal. Dia melihat sebentar pada Roxas.
“Rox.. tungguin gue.”
“Iye, gue tungguin. Sana cepat susul Pak Riannya.”
“Dasar rese. Gue mau disuruh apalagi sih.”
Dengan bergegas Dewi keluar dari kelas untuk menyusul wali kelasnya yang nampak sudah menuruni anak tangga. Adrian melirik dari sudut matanya, senyum tipis tersungging di bibirnya ketika melihat Dewi sudah ada di belakangnya.
Sambil menuruni anak tangga, Dewi mengepalkan tangannya lalu menggerak-gerakkannya seolah tengah memukul kepala Adrian. Kemudian dia juga meledek pria itu tanpa suara. Hanya ekspresi wajahnya saja yang terlihat.
“Muka kamu sudah jelek, ngga usah digituin juga. Malah tambah aneh nanti mukamu.”
Mata Dewi melotot mendengar penuturan enteng Adrian. Andai saja bisa terlihat, mungkin di atas kepalanya sudah terdapat kepulan asap. Adrian membuka pintu ruangan guru lebar-lebar, ternyata semua rekannya sudah pulang. Pria itu menarik kursi kerjanya kemudian mempersilahkan Dewi duduk di sana.
“Saya mau disuruh apa Pak?”
“Duduk dulu.”
Dengan enggan Dewi mengikuti keinginan wali kelasnya itu. Adrian mendekatinya kemudian membuka laptop yang ada di meja. Setelah menyalakan dan memasukkan kata sandi, pria itu menyodorkan laptop pada Dewi.
“Kamu bisa mengetik kan?”
“Bisa pak?”
“Sepuluh jari apa sebelas jari?”
“Penting gitu pak nanya berapa jari? Langsung ke intinya aja. Bapak mau nyuruh saya ngetik apa?”
Adrian mengambil sebuah berkas dari atas meja lalu memberikannya pada Dewi. Gadis itu memperhatikan isi kertas yang diberikan Adrian. Kebanyakan berupa tabel.
“Salin kembali itu. Kebetulan kemarin saya kehilangan datanya. Kamu bisa pake exel kan?”
Dewi segera membuka program exel dan mengetik kembali semua data yang diberikan oleh Adrian. Sepanjang mengetik, Dewi terus merutuki wali kelasnya itu yang tidak pernah berhenti memberi hukuman padanya. Ada saja alasan yang digunakan untuk membuatnya susah. Dari sudut matanya, dia bisa melihat Adrian tengah duduk tenang sambil membaca buku.
🌸🌸🌸
**Hmmm... Adrian udah mulai modus ya. Yang kemarin bingung kenapa Adrian makan naskun pake telor, itu karena nasduk yang pake ayam dikasih ke Aditya sama Tili😂
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
kanebo nya masih gak thor.. aku mau 1 aja...😞
dari bab awal dak comed...
krn mengulang baca dan gak ada bosen nya yang ada malah bikin kangen😍😍
lagu "bring me to life" teringat karya mu thor🙈