Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maaf
Saat makan siang, nampak Saif sangat bersemangat. Ia bahkan selalu mengulum senyum Ayah yang melihatnya pun menjadi heran. Namun Ayah langsung menyadari mungkin anak sulungnya itu sedang jatuh cinta. Sedang teringat kepada istrinya yang baru dinikahi semalam.
"Dasar anak muda. Apa pun itu, semoga kalian diberikan kebahagiaan." Batin Ayah.
Sedangkan di rumah, Tania tidak bisa tidur. Ia sudah berusaha memejamkan mata, namun tetap saja tidak bisa. Ia pun kembali membuka handphone nya. Ia lupa menyimpan nomer suaminya.
Hubby, nama kontak yang disimpan untuk suaminya. Tania merubah pisisinya dengan terlentang sambil melihat awang-awang. Ia sedang memikirkan kehidupannya untuk selanjutnya. Namun jika melihat suami dan keluarganya, ia yakin kehidupannya pasti akan berjalan dengan baik.
Sore harinya.
Saif dan Ayah pulang dari kantor. Mereka baru saja sampai di rumah. Bunda menyambut kedatangan mereka.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Saif mencium punggung tangan bunda.
"Abang masuk duluan, bun."
"Iya, bang."
Tentu saja Saif ingin segera menemui istrinya.
Sedangkan bunda langsung menanyakan hasil meeting hati ini kepada Ayah.
Saif masuk ke kamar Tania. Ia lupa untuk ketik pintu bahkan mengucap salam. Ia pikir istrinya masih tidur. Namun ternyata Tania sedang duduk di tempat tidur sambil memasang bra nya. Karena tadi sebelum tidur ia memang melepasnya. Sontak Saif lansung berbalik badan.
"Ma-maaf aku kira kamu masih tidur."
"Ndak pa-pa, mas."
Tania segera memakai bajunya.
"Maaf ndak bisa menyambut kamu pulang, mas."
"Ndak pa-pa."
Tania mengulurkan tangannya untuk mencium tangan suaminya. Kali ini Saif membalas dengan mengecup kening istrinya cukup lama. Jantung Tania berdebar dengan sangat kencang.
"Ayo mandi."
"Hem."
Saif melepas jasnya dan menggulung kemejanya sampai siku. Ia mengambil baskom berisi air hangat dan washlap. Ia juga mengambilkan handuk kimono untuk Tania. Setelah Tania membuka pakaian dan dalamannya, ia memakai handuknya.
"Sudah, mas."
Saif pun balik badan. Ia mulai melakukan kegiatannya. Seperti biasa saat sudah sampai di bagian atas, Saif angkat tangan. Tania yang melanjutkan. Kemudian Saif mengelap bagian belakang Tania. Akhirnya Tania selesai mandi.
"Mau pakai baju apa?" Tanya Saif.
"Yang kandungan saja mas, biar mudah melepasnya. "
Saif mengambil hem polos bahan katun rayon. Untuk bawahnya pakai sarung yang juga adem bahannya. Sarung tersebut dibelikan oleh bunda.
"Makasih, mas."
"Aku ke kamar dulu ya."
"Iya."
Saif membawa jas dan tasnya keluar dari kamar Tania. Setelah kepergian Saif, Tania memakai screen care yang biasa dia pakai. Yang juga memoles sedikit bibirnya dengan lip balm. Hanya dua kosmetik itu yang biasa ia pakai sehari-hari. Pakai lotion kalau keluar rumah saja. Kali ini ia tidak memakainya.
Di kamar Saif.
Ia baru saja selesai melepas pakaiannya. Ia terpaksa buru-buru keluar dari kamar Tania karena tongkat saktinya mulai berontak. Ia tidak ingin Tania tahu hal itu. Dan saat ini Saif hanya bisa berendan du bathup menggunakan air dingin untuk menetralisir hasratnya.
"Kalau begini terus, mana bisa aku tahan." Batinnya.
Setelah sekitar 15 menit Saif berendam, ia pun segera memakai sabun dan membalasnya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara adzan Maghrib. Saif pun bersiap untuk shalat berjama'ah dengan keluarganya.
Setelah selesai shalat, Saif pergi ke kamar istrinya. Nampak Tania berusaha melepas kateternya sendiri. Memang kantongnya sudah ful.
"Kamu ngapain?"
"Ini sudah ful mas."
"Biar aku yang ganti."
"Ja-jangan, mas!"
"Kenapa?"
Tania menggeleng.
Mungkin Tania malu karena itu adalah hal yang menjijikkan bagi sebagian orang. Namun tidak bagi Saif.
"Ndak pa-pa biar aku saja. Aku ini suamimu, sudah kewajibanku merawatmu."
Mendengar kata-kata itu, tiba-tiba mata Tania berkaca-kaca. Perasaannya saat ini sangat sensitif. Apa lagi yang mengatakannya adalah suaminya. Seorang laki-laki yang belum genap dua hari ini menikahinya. Laki-laki yang bahkan tidak ada pernah dalam pandangannya untuk menikah dengannya.
Tania mengusap ujung matanya, hal itu dapat dilihat oleh Saif. Saif langsung duduk setengah berdiri mensejajarkan dirinya dengan Tania.
"Kamu menangis?"
Tamia menggelengkan kepala.
"Jangan bohong! Kanapa, hem?"
Tania kembali menggelengkan kepala.
"Kamu ndak senang?"
"Bu-bukan begitu. Hanya saja... "
Belum juga Tania melanjutkan perkataannya, isak tangisnya semakin menjadi. Sontak Saif langsung memeluknya.
"Ada apa, hem?"
Tania tidak menjawab, ia mengeratkan pelukannya. Saif mengusap punggung Tania dengan lembut. Ia berpikir mungkin istrinya memang butuh pelukan saat ini.
Setelah tangis Tania mulai berhenti, Saif pun mengusap pipi Tania dengan kedua tangannya.
"Tidak usah ngomong dulu, kalau kamu belum bisa ngomong. Aku pasang kantongnya dulu."
"Mas.... "
"Iya?"
"Bisa ndak aku ndak usah pakai kateter lagi?"
"Tapi nanti gimana kamu pipisnya? Mau pakai pampers?"
Tania menggelengkan kepala.
"Ya sudah, pakai saja dulu ya. Nanti kalau kata dokter boleh dilepas, kita lepas. Okey?"
Tania mengangguk.
tok tok tok
"Abang.... " Suara, Shasa memanggil dari depan pintu.
Saif membukakan pintu.
"Ada apa, dek?"
"Shasa mau ganti kantongnya mbak."
"Sudah abang ganti."
"Oh.... " Shasa menganggukkan kepala.
Karena sudah diganti, Shasa pun pergi meninggalkan mereka.
Singkat cerita, mereka baru saja, selesai makan malam. Mereka tidak langsung kembali ke kamar, melainkan masih nonton TV sambil ngobrol di ruang tengah. Tania merasakan kehangatan saat berada di tengah-tengah mereka. Kehangatan keluarga yang lama tidak ia dapatkan, kini ia rasakan dari keluarga suaminya. Ia bersyukur mendapatkan ipar dan mertua yang sangat baik. Mungkin ini adalah jawaban dari do'a-do'anya selama ini.
Karena sudah jam 9 malam, mereka mematikan TV dan kembali ke kamarnya masing-masing. Saif mendorong istrinya masuk ke kamar. Sampai di kamar, Saif mengambil atasan piama untuk Tania.
"Ayo ganti dulu."
"Iya mas."
Sementara Tania ganti baju, Saif masuk ke kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Saat Saif keluar dari kamar mandi, Tania sudah mengenakan piama. Saif pun menggantung hem yang baru saja dipakai Tania.
Akhirnya mereka sama-sama berbaring di atas tempat tidur. Namun kali ini berbeda dengan kemarin. Keduanya masih mengobrol sambil tidur terlentang.
"Mas... "
"Iya?"
"Maaf aku belum bisa menjalankan kewajibanku."
Saif tidak menyangka jika Tania akan mengatakan hal itu. Saif pun berbalik tidur miring menghadap Tania.
"Ndak pa-pa, mas ngerti."
"Tapi.... "
"Tapi apa?"
"Apa aku berdosa sudah membiarkan mas menunggu?"
"MasyaAllah... kamu berpikir sejauh itu?Mas tahu ini ujian untuk kita. Selama mas ridha, kamu tidak akan berdosa. Apa lagi dengan keadaanmu seperti ini, mana mungkin mas egois."
"Mas kok baik banget sih?"
Kali ini Saif mengulum senyum.
"Kalau mas jahat, mana mungkin kamu mau nikah sama mas, iya kan?"
Kali ini Tania yang tersenyum malu.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...