"Haiii, Ganteng. Lagi joging, ya?" sapa Agatha setelah berada di depan Elvano. Kepalanya mendongak karena perbedaan tinggi mereka. Senyuman lebar tersungging di bibir manisnya.
Elvano berdecak malas, "Menurut, lo? Udah tahu, masih aja nanya."
Selain dingin dan tidak pandai berekspresi, mulut Elvano juga sedikit tajam. Membuat siapa pun yang mendengar ucapannya merasa sakit hati.
"Galak banget," cibir Agatha.
***
Ketika secercah cahaya datang menghangatkan hati yang telah lama membeku. Akankah mereka dapat bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacang Kulit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 - Menghilang
Seperti biasa, ketika jam istirahat tiba Elvano dan teman-temannya selalu menghabiskan waktu mereka untuk berada di kantin. Mengobrol santai sembari mengisi perut mereka yang kosong.
"Habis ini pelajarannya siapa?" tanya Lucky. Pemuda itu memang tidak pernah melihat jadwal. Bahkan mungkin dia hanya membawa satu buku saja saat pergi ke sekolah.
"Bu Tania, matematika," jawab Elvano singkat.
"Gue males banget masuk kelas. Gimana kalau kita bolos?" ajak Lucky semangat.
"Wah wah, sebagai murid teladan, kuy kita bolos!" balas Farhan tak kalah semangat.
Elvano mendengus, Lucky dan Farhan sama saja. Meski begitu, dia juga tetap akan mengikuti kemana mereka pergi. Karena hanya mereka berdua temannya di sekolah ini.
"Gimana, Van?" tanya Lucky.
"Ngikut," balas Elvano.
"Nah, gitu dong." Farhan merangkul bahu Elvano yang kebetulan duduk di sebelah kirinya.
Ketika mereka sedang membicarakan tentang rencana bolos, tiba-tiba seorang gadis datang sembari berteriak heboh.
"Hai Kakak-kakak!" sapa Chacha heboh. Gadis itu langsung mengambil tempat duduk di sebelah Lucky.
Hari ini dia sendirian. Agatha tidak masuk sekolah. Karena itu dia memilih untuk bergabung bersama kakak dan teman-temannya.
"Eee buset, Cha. Gak usah teriak-teriak kenapa?" ujar Farhan mengusap telinganya. Chacha mengabaikan perkataan Farhan, terlalu malas meladeni manusia alay seperti dia.
"Kenapa, lo? Tumben kesini?" tanya Lucky heran. Adiknya itu jarang sekali menghampirinya di sekolah.
"Gak boleh?" sewot Chacha pada Lucky.
"Boleh banget kok, Cha. Jarang-jarang ada cewek cantik ke sini." Bukan Lucky yang menjawab tapi justru Farhan.
Chacha mendengus, sudah paham dengan modus buaya macam Farhan.
"Gue gak ada temen jadinya ke sini," ujar Chacha dengan lesu. Dia sangat kesepian tanpa Agatha.
"Agatha kemana?" tanya Lucky.
"Iya, biasanya kan kalian kaya sandal jepit. Kemana-mana selalu berdua," timpal Farhan.
"Agatha gak masuk. Gak tau kenapa, gak ada kabar." Chacha sudah berusaha menghubungi Agatha tapi belum ada balasan sampai sekarang.
"Sakit mungkin? Van, Agatha kemana?" tanya Farhan pada Elvano yang sejak tadi hanya diam menyimak. Topik tentang Agatha membuatnya tidak nyaman.
"Ngapain nanya gue?" ujar Elvano ketus. Meski dalam hatinya, dia juga penasaran kenapa Agatha tidak masuk sekolah.
"Lo kan bebebnya," balas Farhan dengan senyum lebar.
Elvano mendengus, "Amit-amit."
"Halah, sok-sokan nolak. Padahal aslinya mau," ujar Chacha setengah membentak. Dia masih kesal karena berani-beraninya Elvano menyakiti Agatha.
"Diem, bocah!" ujar Elvano dingin.
"Dih, gak mau ngaku," cibir Chacha. Awas saja nanti, Elvano pasti menyesal karena telah menolak perempuan sebaik Agatha.
Elvano tidak menjawab, hanya menatap datar ke arah Chacha.
"Agatha makan apa ya? Bisa kuat ngadepin lo yang dinginnya ngalahin es batu," ujar Chacha. Dia masih belum puas mengata-ngatai Elvano.
"Biasa, dia mah cowok gak peka," balas Lucky.
"Bener, buka hatilah, Van! Kasian Agatha," sambung Farhan.
"Nanti kalau Agatha pergi, baru tau rasa lo!" ketus Chacha.
Mereka terus saja memojokkan Elvano. Diam-diam pemuda itu mengepalkan tangannya di bawah meja. Merasa kesal terutama pada Chacha. Andai dia bukan adik dari Lucky, sudah dia bentak sejak tadi.
"Gak peduli," ujar Elvano menjawab semua perkataan teman-temannya.
Seorang gadis dengan sangat anggun berjalan mendekati meja mereka. Gadis itu duduk tepat di sebelah Elvano.
"Hai, semua," sapanya dengan nada lembut.
"Hai, Cantik. Sini duduk sebelah Abang aja." Si playboy Farhan beraksi. Dia tidak akan bisa diam ketika melihat gadis cantik.
Chacha mendengus kesal. Apa-apaan Farhan itu? Tadi memujinya cantik, sekarang memuji gadis lain cantik. Dasar buaya.
"Gak usah godain Elis!" ketus Elvano.
Sedangkan gadis bernama Elisa itu terkekeh pelan, mereka sangat lucu menurutnya.
"Posesif amat, Van!" ejek Lucky.
"Kalian bahas apa? Aku ganggu, gak?" tanya Elisa menatap yang lain.
"Bahas Elvano sama Agatha," jawab Chacha dengan cepat.
"Ohh." Elisa mengangguk meski tidak sepenuhnya paham.
Suasana mendadak hening. Chacha menatap sinis secara terang-terangan ke arah Elisa. Rasanya Chacha ingin berteriak memaki gadis itu. Gara-gara dia, sahabatnya harus merasakan patah hati.
Chacha berusaha sekuat tenaga untuk tidak menjambak rambut panjang milik gadis bernama Elisa itu.
Elisa yang sadar hanya bisa diam. Dia tidak tau apa salahnya sampai-sampai gadis yang tidak dia ketahui namanya itu menatapnya sinis.
"Gue pergi dulu, Bang. Ada urusan, bye," pamit Chacha pada Lucky. Setelahnya, gadis itu pergi entah kemana.
"Iya sono pergi," balas Lucky.
"Hati-hati, sayang," teriak Farhan ketika Chacha hampir mencapai pintu masuk kantin.
Chacha tidak membalas, hanya menatap Farhan tajam sebelum pergi.
"Agatha siapa? Terus itu siapa?" Pertanyaan Elisa berhasil mengalihkan perhatian yang lainnya.
"Bukan siapa-siapa," balas Elvano.
"Agatha doinya Vano." Farhan yang menjawab, seketika pemuda itu mendapat tatapan tajam milik Elvano.
"Kalau dia tadi, adek gue. Sahabatnya Agatha," ujar Lucky.
Elisa mengangguk, "Ohh, kok kamu gak pernah cerita, Van?" tanya Elisa.
"Udah gue bilang, dia bukan siapa-siapa!" bentak Elvano tanpa sadar.
"Iya, deh." Elisa memilih diam. Dia tau, Elvano bukanlah orang yang terbuka tentang masalahnya.
"Maaf," gumam Elvano yang didengar oleh Elisa. Gadis itu hanya tersenyum memaklumi.
Elvano menghela napas kasar. Kabar bahwa Agatha tidak masuk sekolah tanpa izin membuatnya merasa khawatir. Apa benar gadis itu sedang sakit? Elvano berdecak dalam hati, ada apa dengan dirinya? Mengapa dia harus peduli?
Seharusnya Elvano senang, karena gadis yang selalu mengganggunya itu tidak masuk. Tapi Elvano justru merasa khawatir. Takut terjadi sesuatu pada gadisnya. Tunggu, gadisnya? Elvano menepis dalam hati. Apa-apaan, mengapa pikirannya sangat melantur.
Bel tanda masuk membuyarkan lamunannya.
"Rooftop aja, ayo!" ajak Farhan.
"Kalian gak ke kelas?" tanya Elisa bingung.
"Males," jawab Lucky.
"Kok gitu? Kita udah kelas 12. Bentar lagi lulus. Jangan bolos dong!" ujar Elisa.
"Cuma sekali kok," jawab Lucky dengan tampang polosnya.
"Sekali tapi setiap hari. Pokoknya kalian gak boleh bolos!" tegas Elisa. Terlihat sangat lucu karena gadis itu dengan berani memerintah mereka.
"Iya deh, aku mah gak bisa nolak kalau kamu yang minta," ujar Lucky tersenyum manis.
"Huuu, dasar bucin!" sorak Farhan.
"Diem lo buaya!" ketus Lucky.
"Yaudah yuk ke kelas," ajak Elisa.
"Hm," balas Elvano.
"Gagal deh acara bolosnya," ujar Farhan memelas.
"Udah diem, nyet! Turutin aja!"
...***...
Jadi, siapa sebenarnya Elisa itu?
Thor buat part 2nya dong, suka bnget soalnya Sma ni cs