Lila pergi ke ibu kota, niat utamanya mencari laki-laki yang bernama Husien, dia bertekad akan menghancurkan kehidupan Husien, karena telah menyengsarakan dia dan bundanya.
Apakah Lila berhasil mewujudkan impiannya. Baca di novelku
DENDAM ANAK KANDUNG.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 28
Sudah sehat
Vito bergegas melangkah keluar dari ruang kerja Husien menuju lift, kemudian turun ke lantai dasar menuju pintu utama perusahaan. Namun dia menghentikan langkahnya saat melihat Farah dan Yura masuk di pintu utama. Vito membalikkan tubuhnya mengambil jalan pintas lewat samping karena dia tidak ingin berurusan dengan Farah.
"Lebih baik aku menghindar." batin Vito.
Begitu sampai di halaman parkir Vito masuk ke mobilnya, kemudian perlahan mobil Vito meninggalkan halaman parkir perusahaan menuju jalan Raya. Sepuluh menit kemudian Vito memasuki halaman parkir rumah sakit, dia menghentikan mobil lalu keluar dan terus memasuki pintu utama dan menyusuri koridor rumah sakit.
"Tuan Vito." sapa Lila saat melihat Vito memasuki ruang rawat.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Vito seraya duduk di tepi tempat tidur.
"Eh.. ada Nak Vito." sapa Mira seraya membawa bil pembayaran.
"Silakan ngobrol dulu sama Lila. Tante mau ke administrasi dulu." ujar Mira kemudian melangkah keluar.
"Saya sudah baikan. Tuan! sudah boleh pulang." Lila menjawab pertanyaan Vito yang sempat tertunda.
Mendengar ucapan Lila, Vito sangat senang berarti dia bisa membawa Lila malam ini, menemui CEO group Alexsa.
"Alhamdulillah." ucap Vito.
"Aku ke sini butuh bantuan mu." ujar Vito seraya menatap Lila, tak ingin menunda lagi.
"Apa itu?" tanya Lila penasaran.
Vito menceritakan bahwa CEO group Alexsa meminta Lila yang menemuinya untuk penandatanganan kontrak kerjasama antara group Harahap dan group Alexsa. Mendengar penuturan Vito, Lila terbayang wajah Yucan.
"Ternyata bang Yucan sudah memulai misinya." batin Lila, dalam hati dia tertawa.
"Maaf tuan Vito! Saya mau resign dari perusahaan, karena saya tidak mau nyawa saya terancam oleh keluarga Tuan Husein." ujar Lila seraya menunduk, dia terlihat sangat sedih harus mengatakan itu pada Vito.
"Apa kamu tahu resikonya, Apabila kamu resign sebelum selesai kontrak kerja?" tanya Vito saya menatap melekat pada wajah Lila. Vito berusaha mengingatkan kontrak kerja yang ditandatangani waktu masih tinggal di rumahnya.
"Ya! sangat tahu! dan saya akan berusaha menyiapkan uangnya dengan menjual aset yang saya punya." ujar Lila sangat meyakinkan.
"Sepuluh kali lipat dari gajimu, itu sangat banyak. Lila!" ujar Vito seraya menyentuh bahu Lila.
"Saya tahu, tapi aku tak punya cara lain untuk menghindar dari nyonya Farah dan nona Yura." ujar Lila dengan suara serak.
"Bukannya kamu sangat butuh pengerjaan itu." ujar Vito lagi.
"Saya memang butuh pekerjaan itu. Namun, jika itu mengancam hidup saya, tentu saya tidak bisa bertahan. Tuan." Lila ikut ngotot
Sejenak Lila menarik nafas dalam kemudian menghempaskan sembarang tempat, setelah itu dia menceritakan bagaimana kejadian saat dia ditindas oleh Farah, Yura dan Marisa, tidak ada satu orang pun dari grup Harahap yang membelanya, sehingga dia mengalami luka yang sangat serius.
"Aku mohon padamu! jangan resign dari perusahaan, apapun yang kau minta akan aku penuhi." ujar Vito sambil menangkupkan kedua tangannya di dada. Lila bergeming.
"Setelah ini tidak akan ada orang yang berani menindas mu. Aku janji akan melindungi mu dari mama Farah dan Yura." Vito berusaha meyakinkan Lila.
Jika dia gagal membujuk Lila maka group Harahap akan gulung tikar, satu-satunya yang bisa membangkitkan kembali grup Harahap adalah kerjasama dengan grup Alexsa dilanjutkan, grup Harahap bangkrut mengakibatkan berapa banyak orang yang harus kehilangan pekerjaan.
"Lila! group Harahap sekarang berada di ujung tanduk kebangkitannya ada di tanganmu." ujar Vito lagi terus berusaha meyakinkan Lila.
"Tapi di sana keselamatan saya terancam. Tuan! kecuali.." Lila tidak melanjutkan ucapannya.
"Kecuali apa? katakan saja!"
"Nyonya Farah dan Yura minta maaf pada saya, kemudian Marisa diproses Ke ranah hukum, karena dia telah melakukan tindakan kriminal." ucap Lila.
"Baiklah! aku akan bicara pada papa."
Setelah bernegosiasi dengan Lila, Vito pamit sebentar menelepon Husien, dia menceritakan semua permintaan Lila, jika Husien gagal membujuk Farah dan Yura untuk meminta maaf pada Lila, maka bersiap-siaplah menghadapi kebangkrutan.
Begitu Vito selesai menelpon Husien dia kembali menemui Lila, ternyata Mira sudah berada di ruang rawat Lila dan bersiap-siap. Lila memberi isyarat pada Vito agar tidak membicarakan masalah tadi karena ada bundanya.
(Kabari lewat chat saja, saya tidak mau bunda tahu kalau saya ditindas ditempat kerja, yang ada malah nanti diajak pulang kampung sama bunda) Lila mengirim pesan chat ke Vito.
(Baik! Nanti ku beritahu setelah dapat kabar dari papa Husien) balas Vito.
"Biar saya bawa tante." Vito menawarkan diri kemudian mengambil alih tas yang dijinjing Mira.
Setelah memastikan tidak ada lagi barang yang tertinggal. Mira, Lila dan Vito beranjak meninggalkan ruangan rawat menyusuri koridor rumah sakit menuju pintu keluar utama rumah sakit.
"Biar saya antar. Tante!" lagi-lagi Vito menawarkan diri. Namun Mira menolaknya karena Mario sudah berjanji untuk menjemputnya.
Lima menit kemudian sebuah mobil mercy berwarna abu-abu berhenti tepat di depan Mira, kemudian Mario keluar dari mobil membuka pintu mobil untuk Mira dan Lila.
Lila melambaikan tangan kepada Vito, kemudian Mario membunyikan klakson sebelum mobilnya bergerak pelan meninggalkan rumah sakit menuju jalan Raya.
"Apa Om itu papanya Lila?" gumam Vito setalah mobil yang membawa Lila menghilang di balik pagar rumah sakit.
********
Di kediaman Husien
Husien memanggil Farah, Yura Marisa, Bambang dan Johan kemudian memintanya berkumpul di ruang keluarga.
"Sekarang jawab! Siapa diantara kalian yang telah melukai Lila," tanya Husien seraya menatap satu persatu wajah orang yang sekarang duduk di depannya.
"Untuk apa! papa menanyakan itu pada kami, kami tak punya urusan dengan wanita sampah itu." ucap Farah ketus.
"Tidak usah menyela. Farah! aku hanya butuh jawaban dari pertanyaanku." bentak Husien kesal.
Semua mata tidak ada yang berani menatap Husien, kepala mereka tertunduk ke bawah.
"Tidak ada yang mau mengatakan?" tanya Husien marah.
Karena tidak ada yang berbicara akhirnya Husien menelepon sekretaris Nora, agar segera ke rumahnya membawa hasil rekaman CCTV pada waktu acara penandatanganan kerjasama yang telah gagal itu.
"Anu Tuan.." Bambang tak meneruskan ucapannya dia menatap Johan.
"Katakan apa yang kamu ketahui Bambang." perintah Husien. Saat melihat keraguan Bambang.
"Nona Marisa yang memukul kepala Non Lila, hingga Non Lila pingsan." ujar Bambang.
"Bicara apa kau! bentak Marisa seraya menyerang Bambang. Marisa yakin kalau Husien pasti akan membelanya karena dia keponakan dari Farah.
"Jadi benar kalau kau melakukan tindakan kriminal dan telah melukai Lila?" tanya Husien seraya menarik kerah baju Marisa.
"Seret dan bawa dia ke kantor polisi." perintah Husien seraya mendorong tubuh Marisa ke arah kedua pengawal yang dari tadi sudah bersiap siaga.
"Om! aku keponakan Tante Farah, keponakanmu juga." teriak Marisa, dia tidak menduga kalau Husien lebih perduli dengan Lila ketimbang dia.
Marisa berlari ke arah Husien kemudian dia bersimpuh di kaki Husien, dia memohon sambil menangis agar Husein mau menarik kembali kata-katanya dan tidak mengirimnya ke kantor polisi.
"Om! Aku jangan dibawa ke kantor polisi, aku takut dipenjara." ujar Marissa mendekap kuat kaki Husien.
"Lepas." Husien menarik kasar kakinya sehingga Marisa terjerembab ke lantai.
"Pa! papa belum punya bukti kalau Marisa yang memukul Lila, itu hanya omong kosong dari Bambang dan Johan, papa tidak boleh hanya mendengar dari sebelah pihak." ujar Farah dengan suara lantang.
"Tante tolong aku! aku tidak mau dipenjara." Marisa berpindah merengek, dia bangkit lalu menarik tangan Farah.
"Tante tak akan membiarkan siapapun membawamu ke kantor polisi." ujar Farah seraya meraih bahu Marisa.
"Terima kasih. Tante!" Marisa memeluk Farah dengan erat.
"Tunggu saja, Om Husein! jika rencanaku berhasil kau akan mati di tanganku." batin Marisa seraya melirik Husien dengan penuh kebencian.
"Okay! kali ini kau bebas! tapi ingat! Jika terbukti kau memukul lila, maka tidak ada satu orang pun yang bisa membantumu terlepas dari hukuman penjara." bentak Husien membuat Marisa kecut.
"Dan kalian berdua jangan hanya memfitnah." bentak Farah seraya menunjuk Bambang dan Johan, dia mengimbangi bentakan Husien pada Marisa.
"Saya tidak berbohong, saya melihat dengan mata kepala sendiri bahwa marisa lah yang memukul kepada Lila, sehingga Lila pingsan." ujar Bambang membela diri.
"Benar!" Johan menguatkan ucapan Bambang
Husein menatap Bambang, Johan dan Farah cara bergantian, dia tidak tahu pasti siapa yang berbohong dan siapa yang berkata jujur. Bambang dan Johan pun tidak mempunyai bukti yang akurat hanya pengakuan saja.
"Apa kau punya bukti!" tantang Farah.
"Saya punya buktinya. tuan!" ujar Johan kemudian menyodorkan layar ponselnya di sana terekam dan terlihat jelas, Bagaimana Farah, Yura dan Marissa menindas Lila.
"Apa-apaan ini! ini pasti video editan. Pa!" Farah berusaha merebut ponsel yang sudah berada di tangan Husien. Namun Husien mendorong tubuh Farah, agar menjauh darinya.
"Bagaimana bisa Johan punya video itu." batin Farah, padahal dia sudah meminta operator untuk menonaktifkan cctv.
"Papa! papa tidak usah percaya dengan Bambang dan Johan, dia sengaja mau fitnah mama. Itu pasti hasil editan." teriak Farah, dia kembali berusaha merampas ponsel Johan dari tangan Husien.
Plak... Plak... dua buah tamparan mendarat di pipi Farah, Husein sudah hilang kesabarannya menghadapi istrinya itu. Farah memegang kedua pipinya yang terasa panas.
"Kau berani memukulku?"
"Ya! Apa kau kira aku ini bodoh. Farah! Aku tahu mana asli dan mana editan." ujar Husien dengan suara lantang, hingga membuat Farah mundur beberapa langkah, dia tak pernah melihat Husien semarah sekarang.
"Ada apa dengan mu. Husien! Kenapa kau begitu membela Wanita sampah itu? Apa jangan-jangan Lila itu anak haram mu dengan wanita lain?" teriak Farah semakin emosi.
Plak .. Plak.. Dua tamparan kembali mendarat di pipi Farah.
"Apa kau tahu! Tindakanmu ini akan membuat group Harahap bangkrut." teriak Husien dengan suara tinggi beberapa oktaf.
"Papa! kenapa papa memukul mama." Yura berdiri dan membentak Husien dengan suara yang tak kalah tinggi.
"Kau tahu? kau dan mamamu lah yang membuat kontrak kerjasama dengan grup Alexsa itu gagal." ujar Husien seraya menarik kerah baju Yura. Emosi Husien sudah tidak bisa dikendalikan.
"Itu bukan salah aku dan mama. Pa! salahkan asisten papa itu yang datang tidak tepat waktu." Yura menyentak tangan Husien, dia mencoba membela diri, karena tidak terima kalau dia yang disalahkan.
Plak.. Satu tamparan mendarat lagi, kini yang jadi sasaran pipi Yura.
"Papa jahat! Aku benci papa." ujar Yura seraya menangis, lalu menghambur dipelukan Farah.
Husien tidak mempedulikan tangisan Yura, dia tetap memerintahkan kepada Farah dan Yura agar segera meminta maaf kepada Lila.
"Itu tidak mungkin Pa! Yura tidak akan pernah meminta maaf pada wanita sampah itu." ujar Yura dengan suara serak, dia tetap membangkang.
"Kau ingin perusahaan kita hancur. Hah!" teriak Husien kesal dengan keegoisan Yura.
"Hanya Lila satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan grup Harahap dari keterpurukan, dengan cara mendapatkan kembali kontrak kerjasama dengan grup Alexsa."
"Jika kau! kau ! dan kau! tidak mau meminta maaf, maka kita akan hancur dan jadi gembel." ujur Husien seraya menunjuk wajah Farah, Yura dan Marisa. Kemudian Husien memerintahkan Nora untuk memblokir semua kartu milik Farah, Yura dan Marisa.
**********
Apa yang akan terjadi selanjutnya
Baca di part 29
Terima kasih sudah membaca novel ku
Jangan lupa like komentar dan hadiahnya ..love you ♥️ ♥️ ♥️ ♥️
emak anak sm" iblis ja***ng