NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:204
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16 : The First Ache

Bagi manusia, rasa sakit adalah pengingat bahwa mereka hidup. Namun bagi Wonyoung, rasa sakit adalah tamu asing yang tidak diundang, yang mendobrak pintu kesadarannya pada pukul empat pagi.

Ia mencoba membuka matanya, tetapi kelopak matanya terasa seberat beton. Kepalanya berdenyut mengikuti detak jantungnya, denyutan yang begitu nyata dan menyiksa, seolah ada palu kecil yang memukul bagian belakang tengkoraknya setiap detik. Tenggorokannya terasa seperti telah menelan pasir panas, kering dan perih.

"Uh..." Wonyoung mencoba mengerang, namun suara yang keluar hanya bisikan serak yang nyaris tidak terdengar.

Selama tiga ratus tahun, tubuhnya adalah benteng yang tak tertembus. Ia pernah tertembak panah perak, terkena sabetan kuku monster The Void, bahkan jatuh dari ketinggian gedung, dan tubuh vampirnya selalu pulih dalam hitungan menit. Ia tidak pernah tahu apa itu rasa lemas yang datang dari dalam selnya sendiri.

Ia mencoba bangkit, namun seluruh sendinya terasa linu, seolah-olah cairan pelumas di tulang-tulangnya telah menguap. Wonyoung jatuh kembali ke bantalnya yang kini terasa terlalu panas.

"Yujin-eonni..." panggilnya lemah.

Pintu kamar terbuka beberapa menit kemudian. Yujin masuk dengan wajah mengantuk, namun begitu ia melihat Wonyoung yang meringkuk di bawah selimut tebal dengan wajah semerah tomat, matanya langsung membelalak.

"Wonyoung-ah! Kau kenapa?" Yujin berlari ke tepi tempat tidur. Ia meletakkan telapak tangannya di dahi Wonyoung dan seketika menariknya kembali. "Astaga! Kau panas sekali! Kau terbakar!"

"Aku... aku tidak tahu," rintih Wonyoung. "Rasanya seperti ada api di dalam paru-paruku. Apa ini serangan sisa energi Mr. Oh?"

Yujin terdiam sejenak, lalu ia mendesah panjang dengan raut wajah antara cemas dan ingin tertawa. "Bukan, Wonyoung-ah. Ini bukan serangan sihir. Ini disebut demam. Dan rasa sakit di tenggorokanmu itu namanya flu. Kau manusia sekarang, ingat? Kau kehujanan selama empat jam saat syuting iklan kemarin."

Wonyoung menatap Yujin dengan mata sayu yang mulai berair. "Jadi... aku tidak akan mati?"

"Hanya karena flu? Tidak," Yujin tersenyum kecil sambil merapikan rambut Wonyoung yang lepek karena keringat dingin. "Tapi rasanya memang akan seperti mau mati bagi orang yang baru pertama kali merasakannya setelah tiga abad. Istirahatlah, aku akan mengambilkan termometer dan air hangat."

Berita tentang "Kejatuhan Sang Dewi Star Enchanter" menyebar ke asrama ENHYPEN melalui grup chat rahasia mereka lebih cepat daripada berita utama Dispatch.

Di dapur asrama ENHYPEN, Sunghoon yang sedang mencoba belajar cara memotong apel (tugas manusia yang ternyata cukup sulit) mendadak menjatuhkan pisaunya saat melihat pesan dari Yujin di ponselnya.

"Wonyoung tumbang. Demam 39,5 derajat. Dia terus meracau menanyakan apakah dia sedang dikutuk oleh roh jahat. Kurasa dia butuh 'seseorang' untuk menenangkannya" Kata Yujin.

Wajah Sunghoon yang biasanya tenang mendadak pucat. Dalam logikanya yang masih kaku sebagai mantan Ice Prince, demam tinggi adalah tanda bahwa energi seseorang sedang terkuras habis oleh kutukan hitam.

"Jake! Jay! Siapkan mobil!" teriak Sunghoon sambil berlari ke kamarnya.

"Ada apa, Hyung? Monster muncul lagi?" tanya Ni-ki dengan penuh semangat sambil memegang stik game-nya.

"Lebih buruk! Wonyoung sedang diserang oleh 'Demam'!" seru Sunghoon.

"Hanya demam?" Jay muncul dari balik pintu, mengerutkan kening. "Sunghoon-ah, itu hal normal bagi manusia."

"Normal katamu? Suhu tubuhnya naik hampir 40 derajat! Jika itu terjadi pada vampir Shadow, artinya inti es kita sedang mencair dan kita akan musnah!" Sunghoon tidak mendengarkan. Ia menyambar jaketnya dan mulai mengaduk-aduk lemari kunonya—tempat ia menyimpan barang-barang dari abad ke-18.

Sepuluh menit kemudian, Sunghoon sudah berada di dalam taksi menuju asrama IVE. Ia membawa sebuah tas besar yang tampak sangat berat.

Di asrama IVE, Yujin, Gaeul, dan Leeseo sedang berkumpul di ruang tamu ketika bel pintu berbunyi dengan brutal. Saat Yujin membukanya, ia menemukan Sunghoon berdiri di sana dengan napas terengah-engah, wajahnya sangat serius, seolah-olah ia baru saja melarikan diri dari medan perang.

"Di mana dia?" tanya Sunghoon tanpa basa-basi.

"Di kamarnya, tapi..."

Sunghoon langsung menerobos masuk. Ia membuka pintu kamar Wonyoung dengan gerakan dramatis. Wonyoung yang sedang mencoba meminum air putih langsung tersedak karena kaget.

"Sunghoon-ssi?" suara Wonyoung terdengar sangat parau, mirip suara gesekan amplas.

Sunghoon tidak menjawab. Ia mendekat, berlutut di samping tempat tidur, dan menatap Wonyoung dengan tatapan penuh duka. "Bertahanlah, Wonyoung-ah. Aku tidak akan membiarkan api ini membakarmu."

Wonyoung mengerjapkan matanya yang bengkak. "Apa yang kau bicarakan?"

Sunghoon mulai membuka tas besarnya. Pertama, ia mengeluarkan sekarung bawang putih yang diikat dengan pita kain merah. Kedua, ia mengeluarkan sebuah balok es raksasa yang dibungkus plastik tebal—yang tampaknya ia ambil dari mesin pembuat es di agensi.

"Aku membaca catatan kuno klan Shadow," ucap Sunghoon sambil mulai meletakkan ikatan bawang putih di setiap sudut tempat tidur Wonyoung. "Bawang putih akan mengusir roh demam yang mencoba merasuki paru-parumu. Dan es ini..." ia mengangkat balok es raksasa itu ke arah dahi Wonyoung. "Akan membekukan darahmu kembali ke suhu normal agar kau tidak menguap."

Wonyoung menatap pemandangan itu dengan mulut terbuka. "Sunghoon-ssi... kau mau membunuhku?"

"Aku menyelamatkanmu!" seru Sunghoon jujur.

Yujin yang berdiri di ambang pintu bersama Jake (yang baru saja sampai menyusul) tidak bisa menahan tawa lagi. Yujin tertawa sampai memegangi perutnya, sementara Jake menepuk jidatnya sendiri.

"Hoon-ah, berhenti!" Jake menarik balok es itu dari tangan Sunghoon. "Dia manusia! Jika kau menaruh es sebesar itu di dahinya, dia bukan sembuh, tapi mati karena hipotermia!"

"Tapi suhu tubuhnya..."

"Suhu tubuhnya tinggi karena sistem imunnya sedang bekerja melawan virus!" Jake menjelaskan, mencoba menggunakan logika medis manusia yang ia pelajari. "Bawang putih itu untuk bumbu masak, bukan untuk pengusir flu. Dan Wonyoung butuh kehangatan, bukan es."

Sunghoon tertegun. Ia menatap bawang putih di tangannya, lalu menatap Wonyoung yang kini sedang menahan tawa meski kepalanya sakit.

"Jadi... ini bukan sihir hitam?" tanya Sunghoon pelan, suaranya terdengar sangat kecil dan malu.

"Bukan, Sunghoon-ssi," bisik Wonyoung. Ia mengulurkan tangannya yang panas, menyentuh tangan Sunghoon yang dingin karena baru memegang es. "Ini hanya flu. Rasanya memang tidak enak, tapi aku akan baik-baik saja."

Wajah Sunghoon memerah sepenuhnya—sebuah fenomena manusiawi yang baru bisa ia lakukan sekarang. Ia segera membereskan bawang-bawang itu dengan sangat cepat. "Maaf. Aku... aku masih belum terbiasa dengan tubuh yang bisa rusak oleh air hujan."

"Tidak apa-apa," Wonyoung tersenyum tulus. "Setidaknya kau datang."

Yujin dan Jake akhirnya mengusir semua orang keluar agar Wonyoung bisa beristirahat, namun Sunghoon bersikeras untuk tetap di sana. Akhirnya, Yujin mengizinkannya dengan syarat Sunghoon harus mengikuti instruksinya: Tidak ada ritual kuno, hanya kompres hangat dan sup.

Selama beberapa jam berikutnya, Sunghoon belajar menjadi perawat manusia. Ia duduk di kursi kecil di samping tempat tidur Wonyoung. Ia belajar cara memeras handuk kecil dengan air hangat—sesuatu yang sulit baginya karena ia terbiasa membuat air membeku, bukan membuatnya tetap hangat.

"Sunghoon-ssi," panggil Wonyoung di tengah tidurnya yang gelisah.

"Aku di sini," jawab Sunghoon cepat. Ia menggenggam tangan Wonyoung.

"Tanganku... sakit sekali. Seperti ada ribuan jarum yang menusuk," rintih Wonyoung.

Sunghoon meringis. Ia tahu rasa sakit itu. Tanpa kekuatan regenerasi, saraf manusia sangat peka terhadap peradangan. Ia mulai mengusap telapak tangan Wonyoung dengan lembut, mencoba mengalihkan rasa sakitnya melalui sentuhan.

"Tidurlah. Aku akan menjagamu," bisik Sunghoon. "Aku akan memastikannya... bahwa tidak ada satu pun kuman yang berani mendekatimu lagi."

Wonyoung tertawa kecil dalam tidurnya. "Kau bicara seolah kuman itu adalah monster Void."

"Bagiku, apapun yang membuatmu kesakitan adalah musuh yang harus kuhancurkan," sahut Sunghoon serius.

Malam itu, Sunghoon tidak tidur. Ia terus mengganti kompres di dahi Wonyoung setiap tiga puluh menit. Ia juga belajar cara menyuapi Wonyoung sup ayam yang dibawakan Gaeul. Melihat Wonyoung yang biasanya selalu terlihat kuat dan sempurna kini tampak begitu rapuh, membuat Sunghoon menyadari sesuatu.

Keabadian memang memberi mereka kekuatan, namun kemanusiaan memberi mereka kerentanan yang justru mendekatkan mereka.

Pagi harinya, demam Wonyoung mulai turun. Ia terbangun dan menemukan Sunghoon tertidur di kursi samping tempat tidurnya dengan posisi yang sangat tidak nyaman, kepalanya bersandar pada pinggiran kasur.

Wonyoung menatap wajah tidur Sunghoon. Tanpa topeng Ice Prince, Sunghoon terlihat seperti pemuda biasa yang kelelahan. Wonyoung menyadari ada bercak bau bawang putih yang masih menempel di jaket Sunghoon, dan itu membuatnya merasa terharu sekaligus geli.

Tiba-tiba, piringan perak yang diletakkan Wonyoung di meja samping tempat tidur bergetar.

Wonyoung mengambilnya dengan tangan yang masih sedikit gemetar. Piringan itu tidak lagi dingin, melainkan terasa hangat. Di permukaannya yang mengilat, muncul sebuah tulisan kecil:

"The First Ache is the First Bond. Blood turns to Water, Water turns to Tears."

Wonyoung mengerutkan kening. "Darah berubah menjadi air, air berubah menjadi air mata..."

"Kau sudah bangun?" Sunghoon mengerjap, matanya merah karena tidak tidur.

"Sunghoon-ssi, lihat ini," Wonyoung menunjukkan piringan itu.

Sunghoon membaca tulisan itu dan rahangnya mengeras. "Piringan ini merekam pertumbuhan kita sebagai manusia. Rasa sakitmu semalam... itu adalah bagian dari sinkronisasi baru kita dengan dunia ini."

"Tapi bagian tentang air mata itu... aku tidak menyukainya," ucap Wonyoung pelan.

Sunghoon berdiri dan mengusap dahi Wonyoung. "Jangan khawatir. Selama aku di sini, air mata itu hanya akan menjadi air mata kebahagiaan. Aku berjanji."

Pintu kamar terbuka, dan Han masuk dengan wajah serius. Ia melihat piringan perak di tangan Wonyoung.

"Kalian sudah merasakannya, bukan?" tanya Han. "Sakit fisik pertama kalian adalah pembuka segel untuk emosi yang lebih dalam. Tapi kalian harus bersiap. Di Paris, ada seseorang yang tidak ingin kalian merasakan emosi manusia. Mereka ingin kalian tetap menjadi senjata abadi yang mereka kendalikan."

Wonyoung menatap Sunghoon. "Kita akan pergi ke Paris?"

"Ya," jawab Han. "Sebagai idola untuk Fashion Week, tapi sebagai Hunter untuk menghentikan 'Le Grand Vide'—The Great Void yang sedang dibangun di bawah Museum Louvre."

Wonyoung menarik napas panjang. Ia masih merasa lemas, namun ia merasa lebih siap dari sebelumnya. "Baiklah. Tapi sebelum itu..." ia menatap Sunghoon. "Sunghoon-ssi, tolong mandi dulu. Kau bau bawang putih."

Sunghoon tertegun, lalu tertawa keras sebuah tawa manusia yang lepas dan jernih. "Baiklah, Tuan Putri. Perintah diterima."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!