Gadis, sejak kecil hidup dalam bayang-bayang kesengsaraan di rumah keluarga angkatnya yang kaya. Dia dianggap sebagai anak pembawa sial dan diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu. Puncaknya, ia dijebak dan difitnah atas pencurian uang yang tidak pernah ia lakukan oleh Elena dan ibu angkatnya, Nyonya Isabella. Gadis tak hanya kehilangan nama baiknya, tetapi juga dicampakkan ke penjara dalam keadaan hancur, menyaksikan masa depannya direnggut paksa.
Bertahun-tahun berlalu, Gadis menghilang dari Jakarta, ditempa oleh kerasnya kehidupan dan didukung oleh sosok misterius yang melihat potensi di dalam dirinya. Ia kembali dengan identitas baru—Alena.. Sosok yang pintar dan sukses.. Alena kembali untuk membalas perbuatan keluarga angkatnya yang pernah menyakitinya. Tapi siapa sangka misinya itu mulai goyah ketika seseorang yang mencintainya ternyata...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HARI-HARI YANG TERSEMBUNYI
Hari demi hari berlalu dengan cepat. Setiap hari, Ferdo mengenakan topeng Erik dan mulai bekerja bersama Gadis.
Dia melihat bagaimana keluarga terus menyiksa Gadis. Tuan Antonio sering menyalahkannya jika ada yang hilang atau rusak, Nyonya Isabella selalu meminta dia bekerja lebih cepat tanpa istirahat, dan Renata serta Rafael sering menyebarkan omongan buruk tentang dia di sekolah, dengan menyebutnya “gadis pemalas yang ingin merampok harta”.
Di suatu pagi, ketika mereka sedang membersihkan teras rumah, Renata muncul dengan ember air yang penuh.
“Hei, gadis bego!” teriak dia. “Kamu menyebalkan banget sih! Ini untukmu!” Dia menuangkan air itu ke atas kepala Gadis, membuat baju dan rambutnya basah kuyup.
Erik segera berjalan mendekati mereka. “Renata, itu tidak baik,” ujar dia dengan suara yang tegas tapi tidak terlalu keras, takut keluarganya marah dan memecatnya.
Renata menatapnya dengan mata yang marah. “Emang kamu siapa berani coba menyalahkan aku? Kamu cuma pekerja! Jangan campur urusan aku! Panggil aku Nona Renata! Gak sopan amat kamu, cuma babu doang!”
Renata ingin menuangkan ember itu ke atas kepala Erik juga, tapi tiba-tiba terdengar suara Tuan Antonio dari dalam rumah: “Renata! Datang sini! cepat!”
Renata menghela napas dan memutar bola matanya, lalu pergi meninggalkan mereka.
Erik mengambil kain lap dari meja dan memberikannya ke Gadis. “Kamu baik-baik saja?” tanya dia.
Gadis mengangguk, tapi air mata sudah menetes ke pipinya. “Terima kasih, Erik,” bisik dia. “Tidak ada yang pernah membelaku seperti ini selain kamu dan mang Diman.”
"Oh ya, ngomong-ngomong, mang Diman kemana ya? Ko selama aku kerja disini hampir satu minggu, aku gak pernah lihat dia?" Erik merasa aneh dengan keberadaan mang Diman.
"Dia dipecat tanpa pesangon gara-gara membawa kita kabur. Aku kasihan sama dia," jawab Gadis.
Erik hanya bisa meremas kedua tangannya mendengar penuturan Gadis tentang pemecatan mang Diman. Dalam hati, ia bertekad, jika suatu saat nanti ia sudah sukses, ia akan mencarinya dan mengganti kerugian yang sudah dibuat keluarganya.
Saat itu Erik sangat sedih mendengar kabar mang Diman, tapi saat itu juga hatinya sangat marah pada Renata. ingin membungkam mulut Renata, tapi dia harus tetap tenang.
“Jangan khawatir, Gadis.” ujar Erik.
“Aku akan selalu ada di sini untukmu.”
Gadis tersenyum, hatinya merasa tenang mendengar penuturan Erik.
Beberapa minggu kemudian, kabar tentang kepulangan Ferdo mulai menyebar di antara teman-teman dan kerabat nyonya Isabella dan tuan Antonio.
Tuan Antonio dan Nyonya Isabella sangat senang, dan segera merencanakan acara makan malam untuk memperkenalkan Elena kepada Ferdo.
“Kita akan undang semua kerabat,” kata Nyonya Isabella sambil berbicara dengan penyedia katering. “Ini harus menjadi acara yang sempurna, agar Ferdo langsung terkesan dengan Elena.”
Saat mendengar itu, Erik tahu waktunya sudah dekat. Dia harus membawa Gadis kabur sebelum acara itu berlangsung—kalau tidak, Ferdo akan dipaksa bertemu Elena, dan semua rencananya akan hancur.
Malam itu, dia mengunjungi kamar Gadis ketika semua orang sudah tidur. Dia melepas topengnya, dan Gadis terkejut melihat wajah Ferdo yang dia rindukan.
“Ferdo? Itu kamu?” teriak dia dengan suara kecil, takut orang lain mendengar. “Aku pikir kamu masih di Amerika!”
Ferdo mendekat dan memeluknya erat. “Aku pulang seminggu yang lalu, sayang,” jawab dia. “Aku ingin memberimu surprise, tapi ketika aku melihat bagaimana mereka menyakitimu… aku harus menyamar sebagai Erik untuk melindungimu.”
Gadis menangis lepas di pelukannya. “Aku sangat merindukanmu, Ferdo. Aku takut aku tidak akan pernah melihatmu lagi.”
“Jangan khawatir, kita akan pergi dari sini,” ujar Ferdo. “Besok malam, ketika acara makan malam untuk Elena dimulai, semua orang akan sibuk. Kita akan kabur dari rumah ini, pergi ke tempat yang aman, dan menikah seperti yang kita inginkan.”
Gadis mengangguk, matanya penuh harapan. “Aku siap, Ferdo. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu bersamamu.”
Keesokan hari, pagi hingga sore, Erik bekerja seperti biasa. Dia melihat bagaimana keluarga sibuk menyiapkan acara, menempatkan meja, memasang hiasan bunga, dan menunggu kedatangan tamu.
Malam tiba, dan tamu mulai tiba satu per satu. Elena juga datang. Wanita cantik dengan rambut pirang dan pakaian mahal. Dia tersenyum lebar ketika bertemu Tuan Antonio dan Nyonya Isabella.
“Kapan Ferdo akan tiba?” tanya Elena.
“Segera akan datang sayang,” jawab Nyonya Isabella. “Dia pasti akan terkesan denganmu.”
Sementara itu, Ferdo sudah bersiap di kamar karyawan. Dia mengenakan baju biasa dan menyimpan semua uang yang dia punya di tas.
Dia juga mengambil barang-barang penting Gadis yang dia simpan rapat. Pukul 8 malam, ketika acara sedang berjalan meriah dan semua orang sedang makan, Ferdo pergi ke kamar Gadis. Dia membawakannya keluar dari rumah melalui pintu belakang yang jarang digunakan, dan mereka berjalan cepat menuju jalan raya.
“Tunggu, Ferdo!” panggil Gadis sambil berhenti. “Aku lupa mengambil foto kita yang ada di mejaku.”
“Tidak usah, sayang,” jawab Ferdo. “Kita akan buat foto baru yang lebih indah nanti. Sekarang kita harus cepet pergi.”
Mereka naik taksi yang sudah Ferdo pesan sebelumnya, dan taksi itu segera melaju menjauh dari rumah keluarga. Di dalam taksi, Gadis memandang Ferdo dengan mata yang penuh cinta. “Kamu benar-benar datang untukku,” bisik dia.
“Selalu,” jawab Ferdo, memegang tangannya. “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi. Kita akan hidup di tempat yang jauh, di mana tidak ada yang bisa menyakiti kita. Kita akan memiliki rumah kecil, dan kita akan bahagia bersama.”
Sedangkan di rumah, setelah acara selesai dan tamu pulang, Tuan Antonio menyadari bahwa Ferdo belum tiba. Dia menelepon nomor telepon Ferdo, tapi tidak terhubung. Kemudian, Rafael menyampaikan bahwa Gadis dan Erik tidak ada di kamar mereka.
“Mereka kabur!” teriak Nyonya Isabella dengan marah. “Gadis itu membawa Ferdo pergi!”
Tuan Antonio menampar mejanya dengan kuat. “Cari mereka! Semua tempat! Jangan biarkan mereka lolos!”
Tapi jauh di luar sana, Ferdo dan Gadis sudah tiba di stasiun kereta. Mereka membeli tiket ke kota kecil di luar Jawa, tempat Ferdo sudah menyewa rumah sederhana.
Di kereta, Gadis tidur di bahu Ferdo, dan Ferdo memandang pemandangan yang lewat dengan senyum. Akhirnya, mereka bebas. Akhirnya, mereka bisa hidup bersama tanpa takut.
“Besok pagi, kita akan menikah di pengadilan sana,” bisik Ferdo pada Gadis yang sedang tidur. “Dan kemudian, kita akan mulai hidup baru yang penuh cinta.”
Gadis mengangguk meskipun mata nya masih tertutup. Di dalam hatinya, dia mengira semua penderitaan yang dia lalui selama ini sudah berakhir, tapi dia tak tahu kedepannya seprti apa.. Semua masih misteri.
Udara pagi di Surabaya masih sejuk ketika pintu kereta api terbuka. Jam 08.00 tepat, sinar matahari mulai menyinari stasiun Gubeng.
Ferdo menginjakkan kaki pertama kalinya di tanah Jawa Timur, diikuti oleh Gadis yang masih menggigil di sampingnya. Bukan karena dingin, tapi karena ia merasa tak percaya diri sudah terbebas dari penindasan tuan Antonio sekeluarga.
Rambutnya terurai di pundak, matanya yang cerah penuh harapan menyongsong hari depan yang lebih indah dari hari sebelumnya.. itu hanyalah sebatas harapannya..