NovelToon NovelToon
Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Drama Cinta Kaki Lima (Rujak Seblak Mesra)

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Perjodohan / Romantis / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:303
Nilai: 5
Nama Author: Laila ANT

Gunawan, penjual rujak bumbu yang pendiam, dan Dewi, pemilik seblak pedas yang independen, terjebak dalam perjodohan paksa setelah gerobak mereka bertabrakan, menciptakan kekacauan di lapak. Warga, di bawah arahan Pak RT, menghukum mereka dengan pernikahan untuk menjaga reputasi lapak. Awalnya, mereka sepakat untuk menjalani 'kontrak pacaran palsu', penuh kecanggungan dan konflik komedi. Namun, seiring waktu, serangkaian tantangan publik—mulai dari "Love Brigade" yang selalu mengawasi, drama keluarga, hingga sabotase pesaing—memaksa mereka bekerja sama. Tanpa disadari, sandiwara tersebut mulai menumbuhkan perasaan nyata, hingga akhirnya mereka harus memutuskan apakah akan tetap berpegang pada janji palsu atau jujur pada hati mereka, yang berarti menghadapi konsekuensi dari komunitas yang pernah memaksa mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laila ANT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sang tester

Kata-kata Dewi menohok nya. Itu adalah hal yang paling ia takuti, hal yang ia janjikan tidak akan pernah ia lakukan pada Dewi. Ia telah melanggar janjinya sendiri. Ia melihat ekspresi kecewa di wajah Dewi, dan itu jauh lebih menyakitkan daripada cibiran Arya.

"Dewi, ini kan demi sandiwara kita," Gunawan mencoba membela diri, meskipun ia tahu alasannya terdengar lemah.

"Sandiwara bukan berarti kau bisa seenaknya!" Dewi memotong.

"Aku sudah bilang, aku tidak suka kalau ada orang yang mengendalikan ku! Aku tidak butuh kau berlagak sok posesif seperti itu di depan orang lain! Aku bisa menjaga diriku sendiri!"

Arya terkekeh pelan.

"Sepertinya ada sedikit... konflik internal di sini. Mungkin, calon pengantin ini belum sepenuhnya siap untuk komitmen?"

Kata-kata Arya membuat Dewi semakin geram. Ia menoleh ke Arya dengan tatapan tajam.

"Bukan urusanmu!"

"Sudah! Sudah!" Bu Ida berseru, mengibas-ibaskan tangannya.

"Kalian ini! Di depan umum malah bertengkar! Ini kan di depan Pak RT dan calon 'tester' kalian!"

Gunawan menatap Dewi, hatinya hancur. Ia ingin menjelaskan, ingin meminta maaf, tapi ia tahu ia tidak bisa. Ia telah membuat Dewi kecewa. Dan ia tahu, Arya melihat semuanya.

"Dengar, Gunawan," Pak RT berkata, suaranya serius.

"Saya tidak mau lihat keributan seperti ini lagi. Arya ini bukan hanya tester, dia juga akan menjadi bagian dari lapak kita. Kalau kalian tidak bisa menunjukkan keharmonisan yang sebenarnya, saya tidak akan ragu untuk membubarkan perjodohan ini. Dan ingat, lapak kalian akan saya tutup!"

Ancaman Pak RT terasa seperti pukulan telak. Gunawan menatap Dewi, yang kini menghindari pandangannya. Ia tahu ia telah mengacaukan segalanya. Ia ingin melindungi Dewi, tapi malah membuatnya marah dan merasa terkekang.

"Baiklah, Pak RT," Arya tiba-tiba menyela, senyumnya kembali merekah, kali ini lebih licik.

"Bagaimana kalau begini? Untuk membuktikan bahwa saya tidak berniat buruk, dan untuk membantu Gunawan menunjukkan komitmennya, saya akan mengadakan promo khusus. Setiap pembelian kopi di lapak saya, pembeli akan mendapatkan diskon jika mereka juga membeli seblak di lapak Dewi. Dan... setiap pembeli seblak Dewi, akan mendapatkan kopi gratis dari saya."

Gunawan terkejut.

Ini adalah taktik yang licik. Arya tidak hanya mencoba mendekati Dewi, tapi juga mencoba mengambil hati pelanggan mereka.

"Sebagai tanda persahabatan, tentu saja," Arya menambahkan, matanya kembali menatap Dewi dengan penuh arti.

"Dan mungkin, untuk membantu calon pengantin ini belajar bagaimana bekerja sama dengan lebih baik. Bagaimana, Dewi? Mau menerima tawaran persahabatan dari saya?"

Dewi menatap Arya, lalu melirik Gunawan yang kini tampak kebingungan dan marah. Tawaran itu menggiurkan secara bisnis, tapi terasa seperti jebakan. Ia tahu Arya sedang bermain-main, mencoba memprovokasi Gunawan dan melihat reaksi mereka.

"Saya..." Dewi memulai, merasa terjepit di antara Gunawan yang posesif dan Arya yang licik.

"Saya..."

"Tentu saja tidak!" Gunawan memotong, suaranya tegas. Ia melangkah maju lagi, berdiri di depan Dewi, melindungi.

"Kami tidak butuh tawaran diskon dari Anda. Kami punya cara kami sendiri untuk menjaga pelanggan kami!" Gunawan menatap Arya dengan tatapan permusuhan.

"Dan saya tidak akan membiarkan siapa pun mencoba merusak hubungan kami!"

Arya hanya tersenyum, tatapannya menantang.

"Oh, benarkah? Kalau begitu, Anda harus bekerja lebih keras, Gunawan. Karena saya yakin, banyak yang ingin tahu apakah perjodohan ini benar-benar didasari cinta, atau hanya..." Ia berhenti sejenak, sengaja menggantungkan kata-katanya.

"Sebuah drama."

Gunawan mengepalkan tangannya. Ia merasakan emosi yang campur aduk: marah, cemburu, takut kehilangan Dewi, dan frustrasi karena tidak bisa mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya. Ia melihat mata Dewi yang kini menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Saya akan membuktikan kepada Anda," Gunawan berkata, menatap tajam ke arah Arya.

"Bahwa ini bukan drama. Ini nyata. Dan saya akan menjaganya. Dengan cara apa pun." Ia mengambil napas dalam-dalam, lalu menoleh ke Dewi.

"Wi, kita akan pulang. Sekarang."

Ia meraih lengan Dewi, namun kali ini lebih lembut, seolah meminta izin. Dewi masih ragu, menatap Arya dan Gunawan bergantian. Ia merasa Gunawan sedang dalam mode 'melindungi' yang ekstrem, tapi juga ada sesuatu yang nyata di balik matanya.

"Baiklah," Dewi menjawab pelan, mengikuti Gunawan.

Saat mereka berbalik, Arya mengangkat gelas kopinya yang kosong, seolah bersulang.

"Semoga berhasil, Gunawan. Permainan baru saja dimulai."

Gunawan mengabaikannya, menarik Dewi menjauh dari kerumunan, langkahnya terburu-buru. Ia tahu ia harus bicara dengan Dewi, menjelaskan segalanya. Ia tahu ia telah membuat kesalahan besar. Tapi rasa cemburu itu, rasa takut kehilangan Dewi, terasa begitu nyata.

Mereka berjalan dalam diam, hingga akhirnya tiba di dekat gerobak rujak Gunawan yang kini sudah kosong. Gunawan melepaskan lengan Dewi.

"Wi, aku... aku minta maaf," kata Gunawan, suaranya pelan. "Aku tidak bermaksud mengendalikanmu. Aku cuma..."

"Kau cuma cemburu," Dewi menyelesaikan kalimat Gunawan, menatapnya dengan tatapan tajam.

"Aku tahu itu."

Gunawan terdiam. Ia tidak bisa menyangkalnya.

"Kau melanggar janjimu, Gunawan," Dewi berkata, suaranya dingin.

"Kau bilang tidak akan mengendalikanku. Tapi kau baru saja melakukannya. Di depan umum. Membuatku merasa tidak nyaman."

Hati Gunawan mencelos. Ia merasakan pedih yang dalam.

"Aku... aku takut, Wi. Aku takut dia..."

"Takut apa?!" Dewi memotong, amarahnya kembali.

"Takut aku tertarik padanya? Takut sandiwara ini gagal? Atau takut kau... takut kau kehilangan aku?"

Pertanyaan terakhir itu menusuk Gunawan. Ia menatap mata Dewi, mencari jawaban. Ia ingin mengatakan 'ya', tapi ia tidak bisa. Itu akan merusak seluruh sandiwara mereka.

"Aku... aku hanya ingin sandiwara ini berhasil, Wi," Gunawan berbohong lagi, meskipun hatinya berteriak sebaliknya.

"Kita sudah sampai sejauh ini."

Dewi menghela napas panjang, tatapan matanya melembut, namun ada kekecewaan yang jelas.

"Kau tidak perlu berbohong, Gunawan. Aku tahu. Aku tidak bodoh." Ia membalikkan badan, memunggungi Gunawan.

"Aku tidak tahu lagi. Aku tidak yakin kita bisa melanjutkan sandiwara ini jika kau terus seperti ini."

Gunawan merasakan dunianya runtuh. Dewi meragukan mereka. Ia telah merusak kepercayaannya lagi. Ia ingin meraih Dewi, menjelaskan perasaannya yang sebenarnya, mengatakan bahwa ia benar-benar mencintainya. Tapi kata-kata itu tercekat di tenggorokannya. Ia takut. Takut akan penolakan. Takut akan konsekuensi.

"Dewi, tunggu!" Gunawan berseru, mencoba meraih bahunya.

Tapi Dewi sudah melangkah pergi. Ia berjalan cepat menuju lapak seblaknya, meninggalkan Gunawan berdiri sendiri, terpaku di samping gerobak rujaknya yang dingin.

Gunawan menatap punggung Dewi yang menjauh, hatinya sakit. Ia telah mengacaukan semuanya. Ia telah membuat Dewi marah. Dan kini, ia tidak tahu harus berbuat apa. Bagaimana ia bisa memperbaiki ini? Bagaimana ia bisa melindungi Dewi dari Arya tanpa mengendalikan Dewi? Bagaimana ia bisa mempertahankan sandiwara ini tanpa menghancurkan hatinya sendiri?

Tiba-tiba, ia mendengar suara Pak RT dari kejauhan.

"Gunawan! Dewi! Kembali ke sini! Saya punya ide baru untuk kencan wajib kalian selanjutnya! Ini akan membuktikan apakah kalian benar-benar punya... chemistry!"

Gunawan hanya bisa menghela napas. Pertahanan Gunawan benar-benar di bawah tekanan. Ia menatap ke arah gerobak kopi Arya, yang kini sudah hampir selesai dipasang, seolah menantangnya.

Perang baru saja dimulai. Dan ia merasa, ia baru saja kehilangan pertempuran pertamanya. Ia harus mencari cara untuk memenangkan Dewi kembali, tidak hanya untuk sandiwara, tetapi untuk... semua yang ia rasakan.

"Gunawan! Jangan melamun! Cepat ke sini!" teriak Pak RT lagi.

Gunawan menoleh, melihat Bu Ida dan Love Brigade tersenyum penuh arti. Ia merasa terjebak. Ia harus mengikuti lagi. Kali ini, ia harus lebih berhati-hati.

"Kita akan kencan di... pertandingan futsal!" Bu Ida berseru, senyumnya lebar.

"Kalian berdua harus jadi tim! Dan Gunawan, kamu harus cetak gol! Demi Dewi!"

Gunawan terbelalak. Futsal? Ia bahkan tidak bisa menendang bola dengan benar. Ini akan menjadi bencana. Terlebih lagi, ia harus melakukannya sambil...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!