NovelToon NovelToon
When Love Comes Back

When Love Comes Back

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers / Pelakor jahat
Popularitas:13k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Irish kembali, membawa dua anak kembar dan luka lama yang telah berubah menjadi kekuatan. Ethan, pria yang dulu mengabaikannya tanpa rasa, kini tak bisa mengalihkan pandangan. Ada yang berbeda dari Irish, keteguhan hatinya, tatapannya, dan terutama... anak-anak itu. Nalurinya berkata mereka adalah anaknya. Tapi setelah semua yang ia lakukan, pantaskah Ethan berharap diberi kesempatan kedua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EP: 16

Dalam waktu sesingkat, Irish merasa seluruh hidupnya berkelebat di kepalanya. Sebelum usianya genap 25 tahun, ia sudah mencicipi semua manis dan pahitnya kehidupan, hingga kini hanya menyisakan hatinya yang seperti mati rasa.

Ia masih duduk di kursi santai di aula pesta, memandangi orang-orang yang tampak riang berbincang, seolah dunia mereka hanya diisi kebahagiaan. Tiba-tiba Irish merasa terasing, seperti terlempar ke dunia yang berbeda.

Senyumnya muncul samar, lalu ia menyadari ada sesuatu yang menetes di dagunya. Dengan refleks, ia menyeka dagunya, dan mendapati air mata di punggung tangannya. Irish tertegun, sejak kapan ia menangis?

Saat itu, sebuah sapu tangan putih disodorkan kepadanya.

Ia mendongak dan menemukan Erick menatapnya penuh rasa khawatir.

"Terima kasih," gumam Irish, menerima sapu tangan itu. Ia mengusap air matanya perlahan. Untung saja, kosmetik yang dipakai penata rias pilihan Hanna begitu tahan air, sehingga air matanya tidak merusak riasan sama sekali.

Erick duduk di sampingnya, ikut memandangi keramaian.

Irish menarik napas dalam, lalu menoleh dan mencoba tersenyum. “Pak Erick, bagaimana pembicaraanmu dengan para bos tadi?”

"Waktunya sudah habis, syukurlah," jawab Erick sambil mengangkat bahu. Guratan lelah tampak jelas di wajahnya. Sepertinya ia tidak terlalu menikmati acara formal semacam ini.

Irish tersenyum kecil. “Bagaimana dengan Wakil Manajer Hendra? Bukankah dia biasanya menemanimu?”

“Ayahku bilang sudah waktunya aku mandiri, jadi aku datang tanpa dia,” tutur Erick. “Tanpa bantuannya, rasanya memang lebih sulit. Biasanya aku tidak sadar betapa besar dukungannya.”

“Pak Erick, di usiamu yang masih muda, bisa menghadapi semua ini saja sudah luar biasa,” puji Irish tulus.

Erick hanya tersenyum tipis, lalu bergumam, “Tapi tetap saja, rasanya aku jauh tertinggal dari Ethan. Dia cuma sedikit lebih tua dariku, tapi... hebat sekali. Menurutmu juga begitu kan, Irish?”

Mendengar nama Ethan, Irish terdiam sesaat, kemudian memaksa tersenyum. “Pak Ethan memang berbakat dalam bisnis,” jawabnya datar.

Erick menatapnya penuh selidik. “Kau sepertinya mengenalnya cukup dekat. Kau juga tahu sisi lain dari Ethan?”

Irish segera paham arah pembicaraan Erick. Ia tertawa kecil, lalu menatap pria itu.

“Seperti apa kamu dulu?” tanya Erick serius.

Irish menoleh ke arah Hanna, yang di kejauhan sedang menahan Dion agar tidak menenggak minuman lagi. “Aku dulu seperti Hanna,” katanya pelan.

Erick mengerutkan dahi, menoleh ke arah Hanna lalu balik menatap Irish lagi, seakan tidak percaya. Hanna dan Irish seperti dua dunia berbeda.

“Ya,” Irish menegaskan, “aku sangat mirip dengannya dulu. Karena itu aku benar-benar berharap Hanna bisa bersama orang yang dia sukai, dan terlindungi... seperti aku dulu berharap bisa melindungi diriku sendiri.”

Kadang seseorang hanya bisa pasrah saat kemampuannya terbatas, lalu menggantungkan harapan pada kebahagiaan orang lain. Irish menatap Erick sungguh-sungguh.

“Pak Erick,” katanya pelan, “bisakah kau mencoba bersama Hanna?”

Erick tampak terkejut. “Mencoba? Bersama Hanna?”

Irish mengangguk. “Aku tahu sebelumnya aku sudah berjanji tidak akan membandingkan kalian, tapi... sekarang aku benar-benar ingin kau mencoba. Aku ingin ‘diriku’ yang lain ini punya akhir bahagia.”

Erick menatap dalam ke mata Irish, membaca kesungguhan di sana. Akhirnya ia mengangguk pelan. “Baik. Aku akan mencoba, Irish. Aku juga ingin mengenal ‘dirimu’ di masa lalu.”

Mendengar itu, Irish merasa dadanya sedikit lega. Ia yakin Erick dan Ethan berbeda. Ethan selalu mengejar tujuannya tanpa ragu, tegas dan agresif. Sementara Erick, di balik sikapnya yang hangat, memiliki hati yang lembut. Jika ia benar-benar tulus pada Hanna, mereka pasti bisa bahagia.

Perlahan suasana hati Irish membaik. Mereka pun terus mengobrol di sudut aula, sampai pesta hampir selesai.

Di tengah suasana, Irish sempat melihat Carisa berganti-ganti gaun di antara para tamu. Semua gaun Carisa tampak mewah, rancangan desainer ternama, rok peri angsa kuning, gaun hitam megah bertabur gelang kaca berwarna, gaun ungu beraksen daun emas...

Namun Irish tak menemukan satu pun “Starry Bloom”, busana yang ia desain dengan sepenuh hati.

Irish sedikit tertegun. Ia memahami Carisa, yang selalu lebih suka merek terkenal demi mendapat pujian tamu-tamu penting. Walau begitu, rasanya tetap menyesakkan, berbulan-bulan kerja kerasnya hilang begitu saja.

Erick rupanya menyadari juga, lalu menoleh penuh rasa ingin tahu. “Irish, mau kita tanyakan langsung ke Pak Ethan soal gaunmu?”

Irish menghela napas dan menolak halus. “Tidak perlu. Mereka sedang menyapa para tamu besar dari kota lain. Aku ini hanya asisten kecil. Sudah cukup melihat saja.”

Ia sadar, di pesta yang sudah mendekati akhir ini, entah Carisa lupa atau sengaja, tetap tak mungkin memamerkan Starry Bloom lagi.

Irish tersenyum getir. Dalam hati ia tahu, di dunia ini akan selalu ada orang yang bisa merusak seluruh jerih payahmu hanya dengan satu keputusan kecil. Namun ia juga percaya, jika terus berusaha, suatu hari nanti hasil kerjanya akan diakui, dan orang-orang seperti itu takkan bisa lagi menindasnya semudah sekarang.

Sambil termenung, Erick tiba-tiba melihat Irish mengedipkan mata padanya.

“Pak,” kata Irish pelan, “sekarang Direktur Ethan dan Nyonya Ethan sudah hampir selesai mengantar tamu. Hanna di sana sendirian, mau mampir menemaninya dulu?”

Tatapan Irish penuh harap, membuat Erick akhirnya mengangguk. Ia pun berdiri dan berjalan ke arah Hanna.

Irish menatap punggung Erick dengan perasaan lega.

Hanna, yang sedang meraih ponsel untuk memanggil sopir rumahnya, mendadak menghentikan gerakannya ketika melihat Erick datang mendekat. Ia terpaku menatap pria itu.

Hanna sebenarnya berniat menelpon sopir untuk menjemput dirinya dan kakaknya yang sudah mabuk. Namun begitu melihat Erick datang, ia langsung melupakan niat itu.

“Kak Erick?” Hannat menatap dengan antusias.

“Hanna, bolehkah aku mengantarmu pulang malam ini?” Erick mencoba bersikap serileks mungkin sambil menatap wajah Hanna yang berseri-seri.

“Mengantarku pulang?” Hanna terkejut, kemudian mengangguk bersemangat seperti anak kecil. “Tentu saja boleh!”

“Kita berangkat sekarang, ya?” lanjut Hanna cepat-cepat meraih lengan Erick dan menyeretnya maju.

“Eh, baiklah,” jawab Erick sedikit canggung, mengikuti langkahnya.

Namun Hanna tiba-tiba berhenti, tersenyum malu-malu. “Kak Erick, boleh tunggu sebentar? Aku hampir lupa kakakku. Sebentar saja, ya.”

“Tentu,” balas Erick, tersenyum. Ia memperhatikan Hanna berlari ke arah Ethan dan Carisa, yang sedang membantu Warren Lin yang mabuk.

Hanna menyapa, “Kak Ethan, Kak Carisa, aku pergi dulu, ya. Kakakku bisa diantar pulang kan?”

Ethan mengangguk tanpa masalah, meski ia bertanya, “Memangnya kamu mau ke mana?”

“Kak Erick akan mengantarku,” jawab Hanna polos.

Erick? Erick yang begitu perhatian pada Irish itu? Ethan menoleh, sempat menaikkan alis, lalu menyembunyikan ekspresinya sambil menjawab santai, “Baiklah, aku sendiri yang akan antar Dion pulang.”

“Terima kasih, Kak Ethan!” ujar Hanna ceria, lalu kembali ke Erick dengan langkah ringan.

Sementara itu Carisa, yang berdiri di samping Ethan, menatap Dion dengan wajah sedikit jijik, meski tidak berani menunjukkannya. Ia kemudian menoleh pada Ethan.

“Ethan, biar Zayn saja yang mengantar Dion pulang,” bisiknya.

“Tidak perlu,” jawab Ethan pelan namun tegas. “Aku sudah janji pada Hanna, jadi aku akan antar Dion sendiri. Kamu sudah lelah seharian, jangan terlalu memaksakan diri.”

Carisa langsung tersentuh dan menggelengkan kepala, “Tidak apa-apa.”

Ethan mengangguk pelan. Ia lalu memanggil Zayn, yang berdiri tidak jauh sambil menunggu.

“Zayn, urusan di sini sudah beres. Tolong antar Carisa kembali ke rumah, aku akan mengantar Dion ke pulang,” ucap Ethan.

Zayn dan Carisa sempat saling menatap. Ada getaran samar di antara keduanya yang bahkan Ethan tak perhatikan, sibuk menahan Dion yang masih mabuk.

Zayn melangkah maju dan menatap Carisa dengan senyum tipis. “Baik, aku akan mengantarnya dengan aman,” katanya pada Ethan.

“Terima kasih,” balas Ethan singkat, lalu membantu Warren berjalan keluar aula.

Setelah Zayn dan Carisa beranjak, suasana menjadi lebih tenang. Ethan pun menggiring Dion menuju mobilnya, menyiapkan diri untuk perjalanan ke rumah Dion.

"A...a...ku, aku memaafkanmu...” Dion meracau di kursi belakang mobil sambil terhuyung.

Ethan hanya diam, fokus mengemudi.

Di tengah perjalanan, sorot lampu mobilnya menangkap sosok seseorang di pinggir jalan dekat area pesta.

Ia menyipitkan mata. Seorang wanita dengan gaun hitam elegan, berdiri di tepi jalan sambil memeluk bahunya sendiri, kedinginan. Tubuhnya proporsional, dengan potongan gaun yang menonjolkan punggung dan pinggang rampingnya.

Irish?

Ethan langsung mengenali siluet itu. Ia tertegun. Sekarang musim dingin, kenapa Irish berdiri di luar begitu saja, hanya memakai gaun pesta? Dan siapa yang berhenti dengan mobil di depannya?

Tanpa sadar, Ethan memperlambat laju mobil.

Irish tampak menggigil, menahan dingin, sambil bicara kepada seorang pria di dalam mobil di depannya. “Terima kasih, tapi aku benar-benar tidak perlu diantar pulang,” katanya dengan suara bergetar.

Ia bersin kecil, menahan pusing. Rupanya Irish pun sedikit mabuk. Selama pesta, pikirannya tersita oleh Erick dan Hanna, sampai lupa memikirkan dirinya sendiri.

Irish awalnya datang naik taksi, berencana pulang bersama Hanna. Tapi begitu tahu Hanna pulang dengan Erick, ia menahan diri untuk tidak ikut.

Di pesta sebesar ini, selain Ethan, hanya Erick dan Hanna yang dekat dengannya. Ketika mereka semua sudah pergi, Irish merasa sendirian, tidak ada yang peduli padanya.

Tadi ia mencoba mencari Susi, yang tadi mendandaninya, tapi ternyata Susi juga sudah pulang.

Akhirnya Irish terpaksa keluar ruangan dengan gaun malamnya, berniat berjalan ke kota untuk mencari taksi. Namun ia jelas meremehkan suhu dingin musim ini. Baru beberapa langkah, tubuhnya sudah menggigil hebat.

Saat Irish merasa nyaris beku, muncul Jansen, pria yang tadi sempat mengobrol dengannya di pesta, menepi dengan mobilnya dan menawarkan tumpangan.

1
Delisa
Bagus thor.. bintang lima pokoknya
Mikeen SI
Ceritanya bagus karna gk terlalu berat...
Mikeen SI
Ceritanya bagus karna gk terlalu berat...
Ddek Aish
siap2 kau bakal tersingkir jalang
Desi Trikorina
semangat lanjut ceritanya thor
Waryu Rahman
Thor update tambah lagi donx
Ddek Aish
itu belum seberapa dari penderitaan yang dialami oleh Irish.
Adinda
Lanjut thor
Adinda
kapan si carissa ketahuan thor, lanjut Thor
Desi Trikorina
asik bacanya tidak terlalu menekan pembaca
Ddek Aish
Ethan pasti galau dengan perasaanny sekarang
Adinda
Lanjut thor
Nurul Boed
lepasin jessy dari jeremy kak,, abis tu semoga kelakuan bejat Carisa dan zyan juga segera ke bongkar

gemessaa lihatnya
Desi Trikorina
thor hajar wanita dan laki2 jalang yang ngak tau terimakasih itu..biar mereka sadar
Waryu Rahman
judulnya di ganti ya thor
Lela Alela: Iya kak, judulnya saya ganti
total 1 replies
Ety Murtiningsih
hadehhtt ada lagi manusia macem jeremy
Desi Trikorina
hajar jeremy dan ibunya dong dokter
Nurul Boed
jgn sampek uang Irish buat pacarnya jeremy kak,, bener² ngak relaaaa
Ddek Aish
kasihan si Jessy mudah-mudahan lepas dari Jeremy dan bahagia sama Leon
Ddek Aish
o alah tor kirain bakal ketahuan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!