Kanza Odelia terpaksa meninggalkan kekasihnya Adrian Miguel di altar sebab sehari sebelum pernikahan Kanza kehilangan kesuciannya karena jebakan dari kakak tirinya.
Bukan hanya itu, buah dari jebakan kakak tirinya itu Kanza akhirnya hamil, lalu terusir dari keluarganya sebab telah membuat malu karena hamil di luar nikah.
Kanza kira penderitaannya akan berakhir saat dia keluar dari rumah dan tak berurusan lagi dengan kakak tirinya. Namun sekali lagi Kanza harus berjuang demi bayi yang dia lahirkan yang ternyata tak sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pekerjaan
"Jadi, sekarang apa rencanamu?" Mia, satu- satunya sahabat Kanza. Dan satu-satunya orang yang selalu percaya Kanza. Karena itu Kanza mendatangi rumah Mia. Dan gadis itu mencecarnya dengan pertanyaan, kenapa datang malam- malam, hingga Kanza segera menceritakan semuanya.
Kanza mendongak, dan menggeleng. "Aku tidak tahu. Aku tak punya apapun." Dia bahkan tak memiliki sertifikat kelulusan yang harusnya bisa dia gunakan untuk mencari pekerjaan. Kanza menyentuh perutnya. "Haruskah aku menggugurkannya?" tanyanya dengan menyentuh perutnya.
Mia berdecak. "Tidak! keputusan kamu sudah benar. Ayah macam apa dia yang mengusir anaknya begitu saja. Bahkan kau tidak bersalah. Menggugurkan kandungan bukan hanya berdosa, tapi berbahaya bagi kesehatan tubuhmu," ucap Mia menggebu-gebu.
Kanza menghela nafasnya. "Sekarang aku butuh pekerjaan."
"Aku akan berusaha mencarikan pekerjaan yang tak perlu memakai sertifikat kelulusan. Hanya saja mungkin gajimu akan kecil."
Kanza menggeleng. "Tidak apa. Asalkan aku bisa bertahan, itu bukan masalah."
Mia memeluk Kanza. "Kau bisa tinggal disini, tak perlu sungkan. Hanya saja mungkin rumah ini tak semewah rumahmu." Mia adalah gadis yatim piatu yang miskin dan hanya tinggal di rumah kecil peninggalan orang tuanya.
"Aku tak memikirkan itu, kau tahu aku bahkan lebih miskin dari pada kau sekarang. Aku sangat bersyukur kamu mau menolongku. Terimakasih," ucap Kanza.
Mia tersenyum. "Aku yakin kamu bisa melewati ini." Mia menggeleng meralat ucapannya. "Tidak, kita akan melewatinya bersama. Tidak peduli siapa Ayahnya. Kita akan membesarkannya."
Kanza menunduk mengusap perutnya. "Sebenarnya aku sedikit tidak yakin apakah ini keputusan yang benar. Mempertahankannya. Aku tidak siap."
Mia terdiam. Dan meringis menatap Kanza. Dia juga tidak yakin. Tapi dia tak bisa melihat Kanza bersedih. "Aku akan selalu ada untukmu." Selama ini Kanza selalu menolongnya dalam segala hal. Entah saat dia kekurangan uang, atau saat dia diganggu teman- teman mereka di kampus. Kanza selalu membelanya. Jadi sekarang gilirannya membantu Kanza.
Kanza tersenyum haru.
"Tapi, Kanza. Kau sungguh tidak ingat siapa pria itu?"
Kanza terdiam beberapa saat lalu menggeleng. "Meski bukan untuk meminta pertanggung jawaban, tapi kita bisa membuatnya bersaksi jika kau dijebak oleh Olivia."
Mia benar, namun Kanza merasa ada yang aneh. Olivia bilang dia menghabiskan malam dengan dua orang pria yang sengaja dia siapkan untuk menodainya. Tapi, saat bangun Kanza hanya melihat satu orang pria. Meski tidak melihat wajahnya, tapi ...
"Aku tidak melihatnya. Aku hanya terkejut dan langsung pergi saat bangun."
Mia menghela nafasnya. "Jadi, kamu benar-benar tak akan bisa membuktikan apapun? Olivia si wanita gila dan brengsek!" umpat Mia.
Kanza menutup wajahnya frustasi. Dia hanya bisa berharap suatu hari dia benar-benar bisa membuktikan jika dia tidak bersalah. Karena nyatanya semua tidak semudah itu.
"Tidak masalah, jangan pikirkan apapun. Kau harus banyak istirahat agar keponakanku selalu sehat."
....
"Tidak masalah bukan?" tanya Mia mastikan.
Kanza menatap seragam kerjanya. "Hanya disana yang tidak perlu memakai sertifikat kelulusan," ucap Mia.
Kanza menghela nafasnya. "Tidak masalah, lagi pula aku hanya menyajikan minuman, kan?" Ya, Kanza mendapat pekerjaan sebagai pelayan di sebuah klub malam. Tempat dimana Mia juga bekerja selama ini. Mia bekerja disana sejak sekolah menengah sebab membutuhkan biaya untuk kuliah dan kebutuhannya sehari- hari. Jadi dia bekerja paruh waktu di tempat tersebut.
Mencari pekerjaan sangat sulit, jangankan Kanza, Mia pun yang memiliki sertifikat kelulusannya kesulitan, jadi Mia bertahan disana meski dia tahu pekerjaannya sedikit mengerikan.
Mia menggenggam tangan Kanza. "Aku akan menjagamu. Kalau ada apa-apa beritahu aku. Oke?" Kanza mengangguk dia cukup takut sebab tak terbiasa mendatangi tempat seperti itu, dan sekarang dia harus bekerja di tempat hiburan malam tersebut.
"Tidak ada pilihan lain kan?" Kanza membutuhkan pekerjaan untuk kehidupan sehari-harinya bahkan untuk persiapan melahirkannya kelak.
Kanza mengusap perutnya yang masih rata, dan belum menampakkan jika ada kehidupan disana.
"Kau, bawakan minuman ke ruangan 340," ujar seseorang pada Kanza.
"Baik." Kanza menoleh pada Mia yang mengacungkan tangannya memberi semangat.
Kanza tersenyum dan mendorong troli berisi minuman yang sudah di pesan.
Kanza melihat sekelilingnya, dia masih merasa takut, namun demi kehidupannya Kanza berusaha untuk tetap tegar. Kanza melangkah menyusuri lorong dengan tersenyum, matanya memindai nomor pintu yang tertera hingga dia menemukan nomer 340 seperti yang di perintahkan.
Kanza masih tersenyum hingga dia melihat siapa yang ada di dalam sana.
Olivia dan teman- temannya.
Senyum Kanza surut dan dengan segera berbalik.
Namun saat ini Kanza menyadari jika dia tidak bersalah. Dan tidak seharusnya dia lari. Kanza menghela nafasnya tangannya yang bergetar memegang ponselnya dan kembali mendorong trolinya, setelah menyiapkan mental tentu saja.
Benar saja saat dia masuk dengan mendorong troli seluruh mata tertuju padanya termasuk Olivia yang langsung tersenyum saat melihatnya.
"Kanza? Oh, Astaga. Jadi ini yang kau bilang bisa bertahan tanpa Ayah?"
"Kau bahkan rela bekerja sebagai pelayan klub?" Olivia melihat Kanza dari atas ke bawah.
"Saranku, Kanza. Gugurkan kandunganmu itu. Dan menikahlah dengan Tuan Morgan. Hidupmu akan terjamin."
"Siapa itu, Tuan Morgan Oliv?" tanya salah satu teman Olivia yang duduk di sofa.
"Entahlah, yang pasti dia akan menjadikan Kanza istri ketiga." semua orang tertawa termasuk Olivia.
Kanza tak peduli dan hanya meletakan pesanan minuman di meja.
"Kau serius?"
"Ya, kau tahu Ayah sampai mengusirnya karena tidak mengikuti perintahnya."
"Kanza, harusnya kau bisa bersenang-senang dengan uang Tuan Morgan itu. Biarpun jadi istri ketiga, tapi setidaknya kau tidak perlu menjadi pelayan seperti sekarang." Semua orang tertawa mengejek.
"Pesanan sudah saya letakan. Saya permisi." Kanza mengangguk lalu berbalik hendak pergi, namun Olivia dengan cepat berdiri dan menahannya.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu semudah itu?"
Kanza menatap Olivia. "Apa lagi maumu, Olivia? Aku sudah keluar dari rumah seperti inginmu, bukan? Jadi jangan ganggu aku lagi."
Olivia terkekeh. "Kau pikir setelah ini akan mudah? Aku tidak akan membiarkan kamu bahagia Kanza. Bahkan meski hidup di jalanan. Kamu harus menderita."
Kanza menghela nafasnya. "Kenapa kau sangat membenciku, padahal aku sama sekali tidak mengusikmu?"
Olivia berjalan mendekat. "Karena aku membencimu, membenci hidupmu yang sempurna. Dan lihat sekarang kau hanya orang yang terbuang dan tak berguna."
Kanza tersenyum dengan tenang. "Apa kau puas?"
"Tentu saja belum. Sampai kau benar- benar tak berdaya aku tidak akan puas."
"Jadi, maksudmu kau akan tetap mengusikku bahkan saat aku sudah tidak di anggap keluarga oleh kalian?"
Olivia mengangguk. "Dan lihat sekarang hidupmu sangat menyedihkan bekerja sebagai orang rendahan."
Kanza mengangguk lalu melihat pada teman- teman Olivia. "Aku bekerja rendahan? Ya, kenapa memanggnya? Setidaknya aku tidak seperti kau, berpura-pura lugu padahal ternyata suka bermain ke tempat seperti ini. Kamu pikir hidupku sekarang menderita, kamu salah, ini bahkan lebih baik di banding saat aku berada di rumah."
"Aku yakin dulu setiap hari hidupmu tak tenang karena merasa iri dan dengki padaku setiap saat."
"Kau!"
"Dengar Olivia. Aku mungkin dulu hanya bisa diam, tapi aku akan buktikan pada semua orang kalau kau tidak sebaik yang orang pikirkan."
Olivia terkekeh. "Apa yang akan kamu buktikan Kanza. Tidak akan ada yang percaya, lagi pula siapa yang akan percaya. Apa kalian melihatku pergi ke klub?" tanyanya pada teman- temannya yang langsung tertawa.
"Tentu saja tidak," jawab salah satu dari mereka yang membuat tawa mereka semakin kencang."
Kanza tersenyum. "Sayang sekali, aku merekamnya." Kanza menaikan ponselnya, yang sejak tadi merekam apa saja yang Olivia dan teman-temannya ucapkan.
"Kau!" Olivia akan mengambil ponsel Kanza, namun Kanza dengan cepat menepis tangan Olivia, lalu menjambak rambut panjang gadis itu.
"Selama ini aku hanya diam bukan karena aku takut, tapi aku menghargai kau sebagai keluargaku, tapi kenyataannya sekarang aku tidak ada hubungan lagi dengan kalian. Aku tidak peduli denganmu, Olivia. Lakukan apapun, tapi jangan mengusikku lagi. Kalau kamu berani mengusikku lagi, maka aku akan menyebarkan rekaman ini. Akan aku buat semua orang tahu pikiran busukmu termasuk Adrian." Kanza menghempaskan tubuh Olivia. "Sebaiknya kamu menikmati kehidupan kamu sebagai anak tunggal Jhon Odelia." Kanza pergi dengan mendorong kembali trolinya meninggalkan semua orang yang tertegun, dan tentu saja Olivia yang mengumpat kesal.
"Sial!"
berantem2 yg manis..🤭
semangat💪🏻
makin seru aja bikin penasaran kelanjutanya🥰