NovelToon NovelToon
Si PHYSICAL TOUCH

Si PHYSICAL TOUCH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Harem
Popularitas:900
Nilai: 5
Nama Author: gadisin

Edam Bhalendra mempunyai misi— menaklukkan pacar kecil yang di paksa menjadi pacarnya.

"Saya juga ingin menyentuh, Merzi." Katanya kala nona kecil yang menjadi kekasihnya terus menciumi lehernya.

"Ebha tahu jika Merzi tidak suka di sentuh." - Marjeta Ziti Oldrich si punya love language, yaitu : PHYSICAL TOUCH.

Dan itulah misi Ebha, sapaan semua orang padanya.

Misi menggenggam, mengelus, mencium, dan apapun itu yang berhubungan dengan keinginan menyentuh Merzi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gadisin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jahe, Stroberi, dan Bibir

Ebha membaringkan Merzi perlahan diatas tempat tidur gadis itu. Setelah aksi pengambilan ciuman pertama Merzi yang cukup berdrama, kini keduanya kembali ke kediaman Oldrich.

Selama diperjalanan, Merzi tertidur. Selain karena kembali mengeluh sakit kepala, gadis itu juga kelelahan. Merzi tidur dengan tenang dengan kaki mengarah vertikal diatas paha Ebha yang sedang menyetir.

Posisi itu cukup menggoda iman Ebha untuk kesekian kalinya. Kaki putih mulus Merzi dihadapkan padanya. Baju merah pendek itu tersingkap memperlihatkan pada kecil Merzi. Berusaha keras Ebha untuk tidak mengelus atau mengusap sepasang kaki yang terus menggodanya itu.

Hingga mereka tiba, keadaan rumah sepi. Tuan dan nyonya Oldrich melakukan perjalanan bisnis diluar perkiraan yang seharusnya dilakukan besok, penerbangan dipercepat pukul enam sore tadi.

Ebha sempat dicegat bibi Liney yang melihatnya membawa Merzi yang tak sadarkan diri.

"Apa yang—"

"—sstt, nona Merzi hanya ketiduran, Bibi."

"O–oh." Wajah khawatir bibi Liney luntur bergantian dengan raut penasaran karena baju mini yang Merzi pakai.

Dan melihat itu Ebha menyambung lagi, "bisakah bibi membuatkan air jahe untuk nona Merzi?"

"Untuk— bisa, Ebha, akan bibi buatkan."

"Terima kasih, Bibi, saya akan mengantar nona ke kamarnya."

Bibi Liney mengangguk dan Ebha berlalu. Wanita paruh baya itu tak jadi bertanya untuk apa air rebusan jahe itu karena melihat wajah Ebha yang tak ingin ditanya lebih jauh. Pun yang lebih penting adalah keselamatan sang nona muda bukan kebingungannya.

Setibanya dikamar, Ebha segera merebahkan tubuh Merzi. Lelaki itu lalu melepas sepatu dan kaos Merzi, meletakkan dibawah nakas. Kemudian Ebha berdiri disamping tempat tidur memandangi wajah Merzi yang terlelap. Gadis itu bagai putri tidur dongeng kerajaan.

Pikiran Ebha kembali berputar pada malam tuan Oldrich Jay memanggilnya setelah makan malam. Malam itu nyonya Waiduri Oldrich mengajak Merzi mengobrol ringan setelah makan di kamar anaknya.

Ebha masuk ke dalam ruang kerja tuan Oldrich Jay di rumah itu. Ruangannya cukup besar, dengan meja kerja ditengah ruangan. Ada juga sofa panjang serta meja kecil didepannya. Lalu ada beberapa lemari dan rak-rak yang berisi berkas-berkas tuan Oldrich Jay.

"Selamat malam, Tuan."

"Malam, Ebha. Duduk lah disini. Ada yang hal penting yang ingin saya bicarakan."

"Baik, Tuan." Jalan Ebha pasti menuju kursi yang ada diseberang meja tuan Oldrich Jay.

Tuan Oldrich Jay mengambil sebuah berkas sambil membalik-balik, memeriksa. "Kau sudah makan, Ebha?" Tanyanya tanpa menoleh.

Badan Ebha duduk tegap diatas kursi. "Sudah, Tuan."

Tuan Oldrich Jay mengangguk singkat. "Bagaimana tingkah Merzi di sekolah? Apakah dia masih sering menyusahkanmu?"

"Nona Merzi baik, Tuan. Tidak menyusahkan saya sama sekali."

Kemudian terlihat tuan Oldrich Jay seperti membubuhkan tandatangan diatas kertas yang sedang dibacanya.

"Besok kau kembali mengantar Merzi seperti biasa karena Lym ada keperluan, tidak bisa mengantar jemput kalian."

"Baik, Tuan."

Hening menyelimuti kedua pria dewasa itu. Hingga tuan Oldrich Jay menghela napas panjang, meletakkan berkas dan pena lalu bersandar pada kursinya.

"Edam Bhalendra."

Ebha mengangkat kepalanya dengan gerakan pasti. Nama lengkapnya dipanggil dan setelah ini pasti adalah perkara penting.

"Saya, Tuan."

"Ya, aku tahu. Tapi apa kau tahu kenapa aku memanggilmu kemari?"

Ebha menggeleng sekali, "tidak, Tuan." Jawabnya dengan wajah datar tapi tetap sopan.

"Tentu tentang putriku. Kau tahu siapa?"

"Nona Merzi, Tuan."

"Apakah kau menyayanginya, Ebha?"

"Tentu, Tuan. Semua orang menyayangi nona Merzi." Jawabnya Ebha lancar.

"Kau. Sayang. Merzi. Ebha?"

Dan untuk pertanyaan kedua ini Ebha diam, tak segera menjawab. Dia membalas tatapan tuan Oldrich Jay yang memandangnya tanpa berkedip. Sayang yang dimaksud beliau tentu bukan tentang sayang seperti yang di jawab sebelumnya.

Hingga akhirnya Ebha membalas, "sayang, Tuan. Nona Merzi sudah saya anggap sebagai adik."

"Adik?"

"Ya, Tuan. Adik saya sendiri."

"Kalau begitu tidak ada kakak adik yang menjalin asmara. Bukan begitu, Ebha?"

"Benar, Tuan."

"Lalu bagaimana dengan Merzi yang menyayangimu bukan sebagai kakak? Kau paham maksudku?"

"…. Paham, Tuan."

Dan malam itu Ebha tahu bahwa tujuan tuan Oldrich Jay memanggilnya untuk perkara Merzi meminta pada ayahnya menjadikan Ebha sebagai kekasihnya.

"Paham. Kalau begitu apa yang akan kau lakukan setelahnya?"

"Saya akan mengikuti perintah apapun dari tuan."

"Aku tidak sedang memerintah kau, Ebha. Jawab sesuai isi pikiranmu."

Beberapa detik Ebha diam. "Saya … juga akan menyayangi …. Nona Merzi, Tuan?"

Sebelah alis tuan Oldrich Jay terangkat. "Kau yakin?"

"Ya, Tuan!"

"Tapi wajahmu tak meyakinkan Ebha. Bagaimana aku bisa mempercayaimu untuk menuruti permintaan Merzi yang meminta kau menjadi kekasihnya?"

Dugaan Ebha semakin jelas mendengar pertanyaan langsung dari tuan Oldrich Jay. Lelaki itu merubah tampang dengan kembali berdiri tegap. Dalam hati dia membisikkan keyakinan agar timbul diatas wajahnya.

"Maaf, Tuan. Saya akan berusaha memberikan yang tuan harapkan. Termasuk menyayangi nona Merzi sebagai perempuan bukan sebagai adik."

"Kau tertekan, Ebha? Apa ingin kau meminta tugas lain saja dariku? Atau kau mau bertukar tugas dengan Barid? Menjadi kepala pelayan?"

Ebha menggeleng. Menjawab dengan yakin dan tegas. "Saya tidak menginginkan itu semua, Tuan."

"Kalau begitu jadilah kekasih Merzi."

PUK!

"Bibi Liney?!"

Lamunan Ebha terhenti karena tepukan tangan dari bibi Liney di lengannya. Baru kali ini dia gagal fokus. Entah karena begitu menghayati momen semalam atau karena begitu menikmati wajah damai terlelap Merzi.

"Ya, ini bibi. Apa yang kau pikirkan? Kupikir kau sudah pergi karena ku panggil dari luar tidak menyahut."

"Maaf, Bi."

"Ini air jahenya." Bibi Liney mengangkat nampannya. Aroma rempah dan jahe itu menguar dengan asap tipis yang mengepul. "Aku atau kau yang akan meminumkannya untuk nona Merzi?"

Ebha mengambil alih gelas kecil itu. "Saya saja, Bibi Liney."

"Baiklah. Kalau begitu aku akan keluar. Ah, apakah nona Merzi ingin disajikan makan malam lagi?"

Mereka berdua memandang Merzi. Gadis itu terlelap begitu nyenyak tapi segera menggeliat kecil seperti terusik.

"Saya akan memberi tahu bibi setelah ini." Balas Ebha kemudian dan setelah itu Ebha memperhatikan bibi Liney yang perlahan berbalik dan keluar dari kamar.

Ketika kepalanya berbalik, dia mendapati Merzi yang perlahan membuka matanya. Hidung gadis itu berkerut-kerut seperti menghalau bau dari sekitarnya.

"Nona Merzi. Apakah kepala anda masih pusing?"

Merzi menoleh pada Ebha lalu gadis itu melihat gelas ditangan Ebha. "Apa itu?" Suara yang keluar dari tenggorokannya serak dan dia merasa sakit disana. Merzi mengeluh sambil memegang lehernya.

"Air jahe, Nona." Ebha meletakkan gelas diatas nakas. "Saya akan membantu, Nona."

Tubuh Merzi dibantu setengah berbaring oleh Ebha. Lelaki itu menahan boneka beruang sedang ditambah bantal dibelakang punggung Merzi.

Gelas kecil dengan gagangnya itu Ebha ambil. "Air rebusan jahe ini akan menghilangkan pusing dan pengar. Nona harus minum dan menghabiskannya."

Merzi masih belum sadar sepenuhnya. Gadis itu melirik sekitar, "Merzi ketiduran? Kita sudah sampai dari tadi, Ebha?"

"Iya, Nona. Sekitar setengah jam yang lalu."

Hidung Merzi berkerut lagi ketika Ebha mendekatkan gelas air jahe padanya. "Jauhkan itu, Ebha. Merzi tak suka baunya. Dan rasanya pasti pahit."

"Hanya sebentar. Sepertinya bibi Liney menambahkan madu juga, jadi pahitnya sedikit berkurang."

Gadis itu tetap menggeleng. "Tidak mau. Bawa keluar. Kenapa Ebha tidak membawa susu stroberi untuk Merzi?"

"Setelah nona meminum ini saya akan meminta bibi Liney membuatkan susu stroberi."

"Tidak, Ebha…." Rengek Merzi. Dia menutup hidung dengan selimut. Wajahnya masih merah menahan sisa alkohol yang teguknya tadi.

"Tapi nona harus." Ebha tanpa sadar mendaratkan bokongnya dipinggir kasur Merzi. Gelas di dekatkan lebih dekat.

Dengan kening berkerut Merzi menatap air jahe berwarna coklat bening itu. Sebenarnya aromanya enak. Bau rempah-rempah, tapi memang dia saja yang tak suka. Merzi, kan, sukanya bau Ebha.

"Sedikit saja ya?" Tawarnya.

Ebha mengangguk. Kemudian dia tersadar ketika Merzi menyentuh tangannya yang memegang gelas. Dia sadar bawah sudah menduduki tempat tidur Merzi tanpa ijin atau perintah.

"Apa? Kenapa berdiri? Itu tidak jadi Merzi minum? Baguslah." Ucap Merzi melihat gerakan Ebha yang ingin berdiri tapi tak jadi.

"Maaf, Nona, saya lancang menduduki kasur nona tanpa permisi."

"Bahkan Ebha sudah melebihi kata lancang itu sebelumnya." Balas Merzi pelan.

Dengan gelas yang masih dipegang Ebha, pun Merzi menahan tangan lelaki itu dengan jemari ketika gelas perlahan mendekati mulutnya.

Merzi telan air jahe itu pelan. Rasa hangat dan lega membasahi tenggorokannya pun dengan badannya. Tapi gadis itu hanya menelan tiga teguk kecil, setelahnya mendorong tangan Ebha.

"Cukup. Merzi tak kuat menghabiskannya Ebha."

"Sedikit lagi, Nona. Langsung sekali telan saja." Nona mudanya itu harus dipaksa meminum obat.

"Tidak." Geleng Merzi. Dia mengambil gagang gelas lalu mengganti menjadi menyodorkannya pada Ebha. "Ebha juga minum dan tentu pengar. Ini sengaja Merzi sisakan untuk Ebha."

Tentu saja Ebha menggeleng tak setuju. "Saya tidak pengar. Jikapun pengar, saya akan membuat air jahe sendiri, Nona."

"Minumlah demi Merzi kalau begitu." Pinta Merzi dengan tampang andalannya. Mata anak anjing.

Permintaan Merzi adalah nomor satu. Ebha meneguk sisa air jahe itu lalu berkata. "Tinggal katakan bahwa nona enggan menghabiskannya."

Senyum Merzi semakin lebar. Tapi wajah gadis itu masih terlihat lemas. "Memang. Jika Ebha minta Merzi menghabiskan susu stroberi, Merzi akan menghabiskannya."

Gelas Ebha letakkan kembali diatas nakas. "Bibi Liney akan membawakannya untuk nona."

Tangan Merzi diletakkannya diatas paha Ebha. "Tahu tidak apa Merzi suka selain susu stroberi?" Tanyanya menatap penuh pada Ebha.

"Tidak tahu, Nona. Apa itu?"

Merzi tersenyum penuh arti lalu berkata, "selain susu stroberi, Merzi suka bibir Ebha."

1
_senpai_kim
Gemes banget, deh!
Diana
Aduh, kelar baca cerita ini berasa kaya kelar perang. Keren banget! 👏🏼
ASH
Saya merasa seperti telah menjalani petualangan sendiri.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!