3 tahun menikah, Yusuf selalu bersikap dingin terhadap Hazel.
namun saat Hazel memutuskan untuk pergi, Yusuf seperti orang gila mengejar cinta sang istri mati-matian.
Ikuti kisahnya hingga akhir ya!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan anak yatim
"Nino, apa boleh aku titip Tiffany sebentar? Aku ingin menyerahkan hasil kerjaku secara langsung dan sekalian mengundurkan diri dari perusahaan. Aku ingin lebih fokus dalam merawat Tiffany sekarang." pinta Hazel dengan sungkan.
Hazel sadar jika dirinya sudah terlalu banyak merepotkan Nino, tapi pada siapa lagi Hazel bisa meminta tolong jika bukan pada pria itu.
Saat ini Hazel bekerja sebagai penulis naskah di salah satu rumah produksi film terbesar di negara itu. Setelah melahirkan Tiffany, Hazel memang mengurungkan niatnya untuk menjadi seorang aktris dan memilih untuk bekerja di belakang layar saja.
"Tentu saja bisa. Kau bekerjalah dengan baik, Tiffany aman bersamaku." ucap Nino seraya memberi semangat pada wanita bermata biru itu.
"Terima kasih Nino, kau memang selalu bisa diandalkan. Maaf karna selama ini aku selalu merepotkanmu." lirih Hazel yang merasa semakin sungkan pada kebaikan pria itu.
"Tidak usah sungkan, kau ini seperti sedang berbicara dengan orang lain saja. Walau bagaimanapun aku sudah menganggap Tiffany sebagai putriku sendiri. Tidak ada seorangpun ayah yang merasa direpotkan ketika ia sedang menjaga putrinya sendiri." ucap Nino meyakinkan.
"Terima kasih Nino. Entah bagaimana jadinya kami jika tidak ada kau, Aska, Bima, Sakti dan Junot." Hazel memeluk Nino sebagai ungkapan rasa terima kasih.
"Tidak usah berterima kasih pada mereka. Lihatlah apa mereka ada di saat kau sedang membutuhkan? Hanya aku saja yang selalu ada untukmu Hazel?" ucap Nino dengan sedikit berdusta, karna pada kenyataannya Aska, Bima, Sakti dan Junot sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit untuk menjenguk Tiffany.
"Iya, kau memang yang terbaik." balas Hazel diakhiri dengan tawa renyah.
"Kau tahu Hazel? Kau sangat cantik ketika sedang tertawa, jadi sering-seringlah tertawa seperti ini." peringati Nino. Sudah beberapa hari terakhir ini Nino tidak pernah melihat Hazel tertawa lepas seperti ini.
Mendengar ucapan Nino, tawa Hazel jadi mereda dan berganti dengan sebuah senyuman. Keduanya saling menatap dengan arti tatapan yang sulit untuk diartikan.
Setelah berpamitan pada Nino dan juga menyiapkan barang-barang yang mungkin Tiffany butuhkan selama ia pergi, serta memasukan barang-barang itu ke dalam sebuah tas, Hazel bergegas pergi ke perusahaan tempat ia mencari nafkah selama beberapa tahun terakir ini.
Awalnya keputusan Hazel untuk mengundurkan diri ditentang keras oleh perusahaan.
Selain karna film yang sedang mereka garap kali ini masih dalam proses produksi, mereka juga belum mememukan pengganti Hazel yang kemampuannya sesuai dengan perusahaan mereka.
Namun ketika Hazel mengatakan alasannya mengundurkan diri karna harus menjaga sang putri yang sedang sakit, akhirnya mereka bisa mengerti juga.
"Hazel, simpanlah uang ini. Jumlahnya memang tidak seberapa, tapi aku rasa bisa membantu biaya pengobatan untuk putrimu." ucap Bu Marta atasan Hazel seraya menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat pada ibu satu anak itu.
Bu Marta sangat tahu kalau Hazel seorang singel parent yang membesarkan anaknya seorang diri. Jadi wanita yang usianya lebih tua beberapa tahun dari Hazel itu tidak keberatan merogoh uang di kantong pribadinya sendiri untuk diberikan pada Hazel.
"Tidak usah bu Marta. Cukup berikan gaji terakhir saya saja." Hazel menolak pemberian dari bu Marta dengan halus agar tidak menyinggung perasaan sang atasan.
"Rezeki jangan ditolak! Lagi pula uang ini adalah amanah dari CEO di perusahaan kita. Beliau berpesan agar uang ini diberikan pada yang membutuhkan, bukankah putrimu adalah seorang anak yatim." bu Marta terpaksa berbohong agar Hazel mau menerima uang pemberian darinya.
"Putriku bukan anak yatim bu Marta, sebenarnya ayah kandung putriku masih hidup dan segar bugar." lirih Hazel.
"Benarkah? Jadi ayah kandung dari putrimu masih hidup?" tanya bu Marta penasaran. Hazel menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Lantas kenapa pria brengsek itu membiarkanmu bekerja keras sendirian dalam membesarkan putrimu?" pekik pemilik rambut bergelombang itu.
Bu Marta melihat sendiri bagaimana Hazel berjuang sendirian dalam membesarkan putrinya, karna tak jarang Hazel terpaksa harus membawa Tiffany ke perusahaan ketika tidak ada yang bisa dimintai tolong untuk menjaga gadis kecil itu.
Bu Marta ikut merasa kesal ketika mengetahui ternyata ayah kandung Tiffany masih hidup, tapi membiarkan Hazel tetap membesarkan Tiffany seorang diri.
"Ini bukan salah pria itu bu, sebenarnya pria itu tidak pernah tahu kalau aku telah melahirkan putrinya." ucap Hazel yang tidak mau bu Marta terus menyalahkan ayah kandung Tiffany.
"Aku tidak mengerti ada masalah apa di antara kalian, aku juga tidak mau ikut campur terlalu jauh lagi dalam urusan pribadimu. Tapi kau tidak boleh menolak uang ini!" bu Marta memasukkan amplop coklat berisi uang itu ke dalam tas Hazel.
Karna bu Marta terus memaksa, Hazel jadi tidak punya pilihan lain selain menerimanya.
"Terima kasih bu Marta, saya tidak akan pernah melupakan kebaikan ibu. Kalau tidak ada yang harus dibicarakan lagi, saya permisi pulang dulu." pamit Hazel.
"Tunggu dulu Hazel, aku punya sesuatu untukmu." ucap bu marta seraya meraih sesuatu di laci meja kerjanya.
"Bukankah kau bilang akan kembali ke negara asalmu dalam waktu dekat ini?" tanya bu Marta.
"Iya," Hazel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
"Kalau begitu ambilah kartu nama ini." bu Marta menyerahkan sebuah kartu nama yang baru saja diambilnya di dalam laci.
"Beliau adalah pemilik rumah produksi terbesar yang ada di Indonesia, beliau adalah sahabat lamaku. Kami pernah kuliah di tempat yang sama ketika kami kuliah di Amerika dulu. Setibanya di Indonesia kau bisa langsung melamar di perusahaanya. Melihat potensi yang kau miliki, aku sangat yakin kau akan diterima dengan mudah." bu Marta menyarankan.
"Terima kasih bu." Hazel menerima kartu nama itu dengan senang hati.
Hazel tetap membaca kartu nama tersebut walaupun Hazel sama sekali tidak berminat untuk bekerja di perusahaan manapun lagi. Hazel ingin kembali bekerja sebagai penulis lepas sama seperti dulu.
"Yusuf Ardiansyah. Kenapa kebetulan seperti ini? Semesta seakan mendukung niatku untuk kembali menemui mas Yusuf." gumam Hazel, netra wanita itu membola kala menatap kartu nama dalam genggamannya adalah kartu nama milik mantan suaminya sendiri. Ayah kandung dari Tiffany.
Bersambung.
kl bgini anak mu hidup km mati anakmu ae gk tau siapa bpknya. trus siapa yg ngurus kl km mati. mlh bikin sengsara anak.