Violetta Madison gadis 20 tahun terpaksa menyewakan rahimnya demi membayar hutang peninggalan kedua orangtuanya. Violetta yang akrab dipanggil Violet itupun harus tnggal bersama pasangan suami istri yang membutuhkan jasanya.
"Apa? Menyewa rahim ?" ucap Violet,matanya melebar ketika seorang wanita cantik berbicara dengannya.
"Ya! Tapi... kalau tidak mau, aku bisa cari wanita lain." ucap tegas wanita itu.
Violet terdiam sejenak,ia merasa bimbang. Bagaimana mungkin dia menyewakan rahimnya pada wanita yang baru ia kenal tadi. Namun mendengar tawaran yang diberikan wanita itu membuat hatinya dilema. Di satu sisi, uang itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Namun disisi lain,itu artnya dia harus rela kehilangan masa depannya.
"Bagaimana... apakah kau tertarik ?" tanya wanita itu lagi.
Violet tesentak,ia menatap wanita itu lekat. Hingga akhirnya Violet mengangguk tegas. Tanpa ia sadar keputusannya itu akan membawanya kepada situasi yang sangat rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengorbanan yang dibayar setimpal
Eva terpaksa meninggalkan Violet yang penuh keraguan dan ketidakjelasan. Ia langsung mengikuti Adrian sampai ke ruang kerjanya. Di sana sudah ada Mark yang berdiri dengan sebuah map di tangannya.
" Eva, kau sudah tau apa yang terjadi malam tadi. Aku hanya ingin kau melakukan sesuatu. "ucap Adrian.
Eva mengernyit bingung, lalu tak berapa lama Mark mendekatinya dan memberikan sebuah map kepadanya .
" Apa ini, Tuan ?" tanya Eva bingung.
Sambil mengisap cerutunya, Adrian berbalik menatap keluar dari balik jendela.
"Itu sertifikat surat rumah dan sebagian asetku yang harus kau simpan." tutur Adrian.
Eva semakin bertambah bingung mendengar ucapan majikannya itu. Ia tak tahu kenapa tiba-tiba Adrian memberikan semua itu kepadanya.
"Bukan untukmu, tapi untuk Violet." lanjut Adrian.
Eva mengernyit, namun ia merasa lega. Setidaknya majikannya bertindak benar. Dengan semua yang pengorbanan yang diberikan Violet.
"Aku tahu, Claudia akan bertindak sesukanya setelah semuanya berakhir. Dan aku tak ingin gadis itu kesulitan." ucapnya lagi penuh ketegasan.
"Dan satu lagi, kau harus menjaganya. Jangan sampai dia terluka selama berada di rumah ini."
Eva menunduk dalam-dalam. Map itu masih berada di tangannya, berat bukan karena isinya, tapi karena tanggung jawab yang secara tiba-tiba dibebankan padanya.
"Baik, Tuan. Saya akan menjaga Nona Violet… sebaik mungkin." ucap Eva pelan namun mantap.
Adrian menoleh sesaat, mengamati wajah perempuan paruh baya yang selama ini menjadi saksi bisu dari segala intrik yang terjadi di rumah ini. Ia tahu, hanya Eva yang bisa ia percaya saat ini.
***
Satu minggu berlalu sejak kejadian malam itu, Hari ini Claudia akan kembali dari Kanada. Namun, berita itu membuat dada Violet terasa sesak. Ada perasaan aneh yang menggelayut di hatinya. Entah itu cemburu atau lebih dari itu.
Adrian pun tak pernah menemuinya lagi. Malam intim itu berlalu begitu saja Tanpa mereka sadari keduanya kini merasakan kerinduan yang luar biasa. Sementara di kantor, Adrian tak begitu fokus saat berada di ruang rapat.
Ingatannya selalu saja teringat pada kejadian malam itu. Dimana saat dirinya mulai masuk ke dalam inti Violet telah membuat gadis itu meneteskan air mata. Namun entah mengapa hal itu selalu mengganggu pikirannya.
Adrian menatap layar presentasi yang dipaparkan oleh timnya, namun tak satu pun kata-kata yang masuk ke dalam benaknya. Semuanya terasa bising dan hampa. Bahkan ketika Mark berbisik mengingatkan jadwal penting siang nanti—pertemuan dengan pengacara Claudia—Adrian hanya mengangguk tanpa benar-benar mendengarnya.
Pikirannya terus terjebak pada satu malam itu.
Wajah Violet saat menangis, saat memeluknya begitu erat, seolah meminta kepastian yang tak mampu ia berikan. Saat tubuh mungil itu menggigil di pelukannya, bukan hanya karena rasa, tapi juga karena luka yang perlahan ia ciptakan tanpa sadar.
Adrian mengepalkan tangan di bawah meja, menyembunyikan kegelisahan yang semakin hari semakin sulit ia redam. Ia mulai bertanya pada dirinya sendiri — apa yang sebenarnya ia inginkan? Cinta? Penebusan? Atau sekadar keterpaksaan yang dirancang istrinya, Claudia.
****
Di rumah, sebuah mobil merah berhenti tepat di depan rumah. Eva langsung berlari membuak pintu sebab ia tahu jika mobil itu milik majikannya, Claudia. Claudia sendiri, turun dari mobil dengan langkah anggun dan penuh kepercayaan diri. Kacamata hitam yang menutupi sebagian wajahnya tak mampu menyembunyikan aura tajam dan dominan yang selalu ia bawa ke mana pun ia melangkah.
Begitu Eva membukakan pintu, Claudia langsung berjalan masuk tanpa sepatah kata pun. Hanya derap sepatunya yang menggema di lorong rumah, menciptakan ketegangan yang sulit dijelaskan.
“Selamat datang kembali, Nyonya,” sapa Eva sopan, sedikit menunduk.
Claudia melepas kacamatanya pelan, menatap tajam ke arah Eva sejenak, lalu melanjutkan langkahnya.
“Di mana Adrian?” tanyanya datar.
“Masih di kantor, Nyonya. Mungkin akan pulang sore ini,” jawab Eva cepat.
Claudia hanya mengangguk singkat, lalu matanya menyapu sekeliling rumah — seakan memeriksa apakah tempat itu masih berjalan sesuai dengan kehendaknya.
“Dan... di mana gadis itu?” pertanyaan berikutnya meluncur, kali ini dengan nada dingin dan menyiratkan ancaman.
“Nona Violet sedang di taman belakang.”
Claudia tak berkata lagi. Ia meletakkan tasnya di atas meja konsol dekat tangga, lalu membuka jaket panjangnya dan menyerahkannya pada Eva.
“Jangan beri tahu dia aku akan menemuinya. Aku ingin kejutan.”
Di taman belakang, Violet masih duduk di bangku yang sama. Matanya menatap kosong pada langit yang mulai mendung. Di tangannya tergenggam buku yang sudah lama tak dibacanya—bukan karena tak sempat, tapi karena pikirannya tak pernah benar-benar tenang.
Langkah kaki terdengar di belakangnya. Awalnya ia mengira itu Eva. Namun ketika suara hak tinggi menghantam ubin teras taman, jantung Violet langsung berdegup lebih cepat. Violet langsung menoleh dan matanya melebar ketika melihat Claudia mendekat kepadanya.
"Kenapa? Kau terkejut ?" ucap Claudia sambil tersenyum kecil.
"Nyonya." Violet langsung bangkit dan sedikit membungkuk di hadapannya.
"Kau masih tau diri rupa nya. " ucapnya sinis.
"Ah, Violet. Pasti kalian sudah menghabiskan waktu bersama ,bukan?" tambah Claudia.
"Bagaimana rasanya ? Apakah kau menikmatinya? " ucap Claudia sambil berbisik ke telinga Violet.
Violet terhenyak,matanya melebar mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Claudia. Seakan-akan wanita itu mengejeknya.
"Kau jangan lupa batasanmu! Aku hanya menyewamu untuk mengandung dan tudak lebih dari itu. Kau mengerti! " tambah Claudia penuh penekanan.
Violet berdiri terpaku, bibirnya bergetar menahan emosi. Kata-kata Claudia barusan menusuk jauh ke dalam harga dirinya—lebih dalam daripada yang ia duga.
Namun, kali ini ia tak bisa hanya diam. Hatinya sudah terlalu penuh dengan luka yang disangkal terlalu lama.
“Saya mengerti, Nyonya. Tapi saya juga manusia. Saya bukan barang sewaan.” ucap Violet dengan suara serak.
Claudia tertawa lepas mendengar jawaban Violet. Seakan-akan gadis itu sudah memiliki keberanian untuk melawannya.
"Apa kau lupa dengan kesepakatan kita? Kau memang gadis yang ku sewa. Dan kau merasa lebih ketika suamiku sudah menyentuhmu, begitu?" tutur Claudia.
Claudia mendekat, menatap Violet dengan tatapan mencemooh yang tajam. Senyum dingin itu masih terpahat di wajahnya, seolah ia menikmati setiap detik rasa sakit dan penghinaan yang ditorehkan pada gadis muda di depannya.
"Jangan terlalu bermimpi, Violet. Sentuhan Adrian tak berarti apa-apa. Dia hanya bermain denganmu, sama seperti pada wanita lain sebelumnya. Dan pada akhirnya, dia tetap akan kembali padaku. Karena aku… adalah istrinya." bisik Claudia dingin, nyaris tanpa emosi.
Violet menelan ludah. Perih. Tapi ada sesuatu di dalam dirinya yang tak ingin runtuh kali ini. Entah dari mana datangnya, keberanian itu muncul perlahan—didorong oleh luka yang terlalu lama terpendam.
“Jika benar begitu, mengapa Anda begitu takut?"
Claudia membeku sejenak. Kata-kata Violet seperti tamparan tak terduga. Wajahnya menegang, dan matanya membulat sesaat sebelum kembali menyipit.
Adrian junior sudah otw blm yaaa 🤭
Semoga tuan Adrian, vio ,, Eva dan mama Helena akan baik2 saja dan selamat dari niat jahat papa Ramon
Vio,, kamu harus percaya sama tuan Adrian,, Krn aq juga bisa merasakan ketulusan cinta tuan Adrian utk mu....
Vio..., kamu skrg harus lebih hati-hati dan waspada,, jangan ceroboh yaaa
Qta tunggu kelanjutan nya ya Kaka othor
Tolong jagain dan sayangi vio dengan tulus,, ok. Aq merasa ad sesuatu yang kau sembunyikan tentang vio, tuan Adrian. Sesuatu yg baik,, aq rasa begitu....
Dia takut bukan karna takut kehilangan cintanya tuan Adrian,, tapi takut kehilangan hartanya tuan Adrian.