NovelToon NovelToon
Terjebak Dalam Cinta Hitam

Terjebak Dalam Cinta Hitam

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta Terlarang / Pernikahan Kilat / Obsesi / Trauma masa lalu
Popularitas:822
Nilai: 5
Nama Author: Mila julia

Seorang wanita penipu ulung yang sengaja menjebak para pria kaya yang sudah mempunyai istri dengan cara berpura - pura menjadi selingkuhannya . Untuk melancarkan aksinya itu ia bersikeras mengumpulkan data - data target sebelum melancarkan aksinya .

Namun pekerjaannya itu hancur saat terjadi sebuah kecelakan yang membuatnya harus terlibat dengan pria dingin tak bergairah yang membuatnya harus menikah dengannya .

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mila julia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26.Nama yang Di Sembunyikan Waktu

Jakarta diguyur gerimis seperti kenangan yang tak kunjung reda. Di balik jendela Menteng yang berembun, Aurora duduk bersandar di tepi ranjang, menatap surat bertinta sepia yang kini mulai terasa lebih berat dari kertas. Nama itu—DIRA MARESYA—seolah berdenyut pelan di antara jarinya, menyimpan lebih dari sekadar warisan.

Di belakangnya, Tristan masih terlelap. Napasnya tenang, tapi garis-garis tipis di dahi itu tak pernah benar-benar hilang. Seakan mimpi buruk tetap setia meski pagi datang. Aurora menyentuh pelipisnya singkat, lalu beranjak tanpa suara. Ia tahu, waktunya belum datang untuk membuka semuanya.

Penyamaran kecil—jaket netral, masker wajah, kacamata hitam—cukup untuk membuatnya menyusuri Cikini tanpa dikenali. Di layar ponselnya, sebuah alamat tertulis tegas: Maresya & Rekan – Konsultan Hukum.

Kantor itu nyaris tak terdeteksi: tersembunyi di balik pagar besi berlumut dan tanaman rambat yang menjalar seperti bisikan rahasia. Papan nama emas yang pudar masih bertahan, seteguh ingatan yang tak ingin dilupakan.

Pintu dibuka oleh seorang wanita awal empat puluhan, rambut hitam keperakan disanggul rapi. Matanya tajam, tapi ada kelembutan yang langsung terasa.

“Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?”

Aurora menarik napas. “Saya mencari Dira Maresya.”

Wanita itu terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Kalau begitu... masuklah.”

Ruangannya berpanel jati, dengan aroma kertas tua dan kopi yang telah lama dingin. Di dinding tergantung foto dua wanita muda berdiri di depan plakat yayasan—yang satu tersenyum malu, satunya lagi menatap kamera dengan mata jernih penuh keyakinan.

“Aku Dira Maresya Suryani,” kata wanita itu lembut. “Dan aku tahu kau datang bukan tanpa alasan.”

Aurora menyerahkan surat itu dengan dua tangan. “Ini... kutemukan di antara buku puisi mendiang Ibu kandung Tristan.”

Dira membacanya perlahan, lalu mengangguk, seolah akhirnya satu simpul kembali diikat.

“Ia menulis surat itu bersamaku, sebelum penyakitnya memburuk. Ia takut, semua yang ia perjuangkan—yayasan, hak atas Tristan, bahkan cerita hidupnya—akan dilenyapkan. Maka ia titipkan padaku... dan berpesan: ‘Berikan hanya jika orang yang mencintai anakku mencarinya bukan karena warisan, tapi karena cahaya.’”

Aurora menelan ludah. “Kenapa tidak lebih cepat?”

“Karena aku tak bisa memastikan siapa yang layak membukanya. Aku hanya menunggu. Dan kini... aku yakin, kamu adalah cahaya itu.”

Dira membuka laci, mengeluarkan amplop marun yang sudah mulai usang. Di dalamnya: surat wasiat asli, sertifikat saham yayasan, dan beberapa catatan tangan. Satu di antaranya memuat tulisan:

“Jika suatu hari Tristan kehilangan arah, beri dia ini. Tapi pastikan dia sudah menemukan seseorang yang bisa menuntunnya pulang.”

$$$$$

Taman kota, sore hari.

Hujan sudah reda, tapi sisa air menetes dari daun ke batu. Kalea duduk menyilangkan kaki di bangku taman, sweaternya masih menyimpan sisa dingin. Arya datang membawa dua kopi hangat, uapnya naik tipis bagai doa.

“Aku sempat takut kau tak datang,” ucap Kalea.

Arya tersenyum. “Aku sempat takut kau tak mau duduk bersamaku.”

Kalea menggenggam gelasnya. “Sejak kecil, aku terbiasa menunggu. Tapi... bukan karena orang akan datang. Hanya karena aku tak tahu ke mana lagi harus pergi.”

Arya duduk di sampingnya. “Lalu sekarang, apa yang kau tunggu?”

“Jawaban. Atau mungkin... keberanian.”

Hening menyelip. Uap kopi makin menipis. Kalea melanjutkan dengan suara yang hampir tak terdengar.

“Aku takut percaya. Karena setiap kali aku mulai percaya, sesuatu selalu hilang.”

Arya menoleh pelan, wajahnya jujur. “Kalau begitu, jangan langsung percaya. Percayalah perlahan. Biar aku tunggu, bukan untuk dipercaya—tapi untuk diizinkan menetap.”

Kalea menoleh, matanya basah tapi tak jatuh. “Apa kau... pernah merasa tidak pantas untuk bahagia?”

“Setiap malam,” jawab Arya. “Tapi pagi selalu datang. Dan aku belajar, kadang kita bahagia bukan karena pantas, tapi karena berani menerima ketika diberi.”

Ia menggenggam tangan Kalea, perlahan, hangat. “Izinkan aku jadi pagi yang menunggu senyummu.”

Kalea tak menjawab, tapi ia tidak melepaskan. Dan itu cukup untuk hari ini.

$$$$$

Malam di Menteng.

Tristan duduk di ruang baca, menanti Aurora yang baru saja masuk dengan jaket basah dan mata yang menyimpan rahasia. Ia duduk di sampingnya, menyerahkan amplop marun tanpa banyak kata.

“Ini dari Dira Maresya Suryani. Sahabat ibumu. Pengacara yang menyimpan semuanya sejak dulu.”

Tristan membuka satu per satu isinya: surat wasiat, salinan saham, dan—paling mengejutkan—foto dua wanita berdiri di depan Yayasan Perempuan Terlindungi.

“Ibu dan... Dira?”

Aurora mengangguk. “Mereka sama-sama pejuang. Tapi ibumu tahu, jika ia pergi... hanya sahabatnya yang bisa menjaga semua ini dari Clarissa.”

Tristan memejamkan mata, tubuhnya menegang. “Berarti semua yang kurasakan selama ini—dikhianati, diambil hakku—bukan hanya ilusi.”

Aurora menyentuh pipinya. “Dan kamu tidak sendiri, Tristan. Kamu hanya terlalu lama dibungkam. Kini waktunya bicara.”

Tristan memeluknya tiba-tiba. Pelukan rapuh, tapi penuh rasa lepas. “Maaf karena selama ini aku diam. Aku takut... kau tak sanggup mendengar masa laluku.”

“Aku tidak butuh kisahmu sempurna. Aku hanya ingin tahu semua, agar bisa berjalan bersamamu.”

Tristan menarik napas panjang. “Kalau begitu, mulai malam ini... tak ada lagi yang kusembunyikan darimu. Bahkan luka terdalam.”

Aurora menatapnya. “Dan aku pun akan membuka semua. Tapi izinkan aku pelan-pelan.”

“Pelan-pelan... asal tetap tinggal.”

Mereka saling mengangguk. Tak ada janji megah, hanya kesepakatan: menyembuhkan satu sama lain, setitik demi setitik.

Di lantai atas, Clarissa memegang selembar surat yang terbakar di ujung lilin. Wajahnya tak berubah, tapi tatapannya mengarah ke rak paling bawah—tempat arsip rahasia yang nyaris ditemukan.

“Aku harus bergerak lebih cepat,” bisiknya.

Namun di ruang bawah, dua hati telah lebih dulu menyalakan terang. Di seberang kota, dua hati lain mulai membuka pagar luka. Dan di antara semua itu, nama yang dulu disembunyikan waktu... mulai menemukan kembali cahaya

.

.

.

Bersambung.

1
Kutipan Halu
wkwk menyala ngk tuhhh 😋😋
fjshn
ngapain takut rora? kan Tristan kan baikkk
fjshn
tapi sama sama perintah dongg wkwk tapi lebih mendalami banget
fjshn
sejauh ini baguss banget kak, and then Aurora sama lea gadis yang hebat aku sukaaa semangat buat kakak author
Kutipan Halu: semangat jugaa yaa buat kamuu, mari teru perjuangkan kebahagian hobi kehaluan ini 😂😂
total 1 replies
fjshn
datang ke rumah aku aja sini biar aku punya kakak jugaa
Kutipan Halu: autornya ajaaa ngk sih yg di bawa pulang wkwk😋😋
total 1 replies
fjshn
bjir keren banget dia bisa tauu
fjshn
woww bisa gitu yaa
fjshn
wadihh keren keren pencuri handal
fjshn
hah? sayang? masa mereka pacaran?
fjshn
alam pun merestui perjanjian kalian keren kerennn
fjshn
aduh leaa kasih tapi dia mandiriii
Kutipan Halu: diaaa punya susi kecantikan dan sikap manis tersendirii yaa kann 😂😇
total 1 replies
fjshn
keren nih Aurora, auranya juga menyalaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!